Namun ada sisi lain yang terasa hilang. Mungkin karena perubahan jaman. Suasana menjadi hampa dan gersang. Tak ada lagi teriakan ramai khas anak anak kecil bermain. Bahkan tempat bermain itu kini menjadi rimbun, tak ramah dan terkesan seram.  Anak anak remaja lebih senang ber ha ha hi hi dengan komunitasnya di dunia maya. Dampak dari gadget yang canggih di tangan para remaja, jika tidak bijak dalam pantauan orang tua, akan menjerumuskan mereka pada ha hal yang tidak seharusnya dan belum waktunya.
Seakan melengkapi cerita, Kali Petung yang dulu sarana penyejuk raga, bisa berendam tak tampak kepala . Pada Januari 1991, di terjang banjir tak terkira . Air berwarna coklat pekat mengamuk, meluluh lantak kan sawah2 yang di lewatinya , menghancurkan jembatan satu satunya penghubung antar Desa.
Di balik musibah, ada manfaat dan hikmah . Para warga sibuk mencari kayu2, batu , kerikil dan pasir dari bekas banjir. alhamdullillah....      KINI.. Kerontang gersang, bongkahan batu batu besar sepanjang mata memandang . Panas layaknya gurun terbuka.
*Salam Kangen Untuk Desaku* (mohon maaf jika ada kalimat yg kurang berkenan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H