Hukum Perdata Islam Di Indonesia
Kelompok 6
1. Syahid goldensyah mahardika (222121017)
2. Hilal faturrahman (222121166)
3. Muhamad alfin ramadhan (222121178)
4. Bitorian Arsyad Yanuar (222121183)
5. Agilta Alnafian (222121181)
6. Muhammad miftahudin (222121165)
7. Bagus Maulana Ikhsan (222121201)
A.Mengapa Pernikahan Wanita Hamil Terjadi Dalam Masyarakat?
Pernikahan wanita hamil bisa terjadi dalam masyarakat karena berbagai faktor, termasuk:
1. Norma-Norma Budaya: Di beberapa budaya, pernikahan sebelum melahirkan dianggap sebagai norma yang diharapkan atau bahkan diwajibkan. Hal ini dapat mendorong wanita hamil untuk menikah agar sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku.
2. Stigma Sosial: Adanya stigma terhadap kehamilan di luar pernikahan dapat mendorong wanita untuk menikah agar tidak dianggap sebagai pelanggar norma atau diucilkan oleh masyarakat.
3. Kesejahteraan Ekonomi: Pernikahan dapat dianggap sebagai cara untuk menciptakan stabilitas ekonomi bagi calon ibu dan anak, terutama jika tidak ada dukungan finansial yang cukup dari keluarga atau pemerintah.
4. Tekanan Keluarga atau Pasangan: Terkadang, keluarga atau pasangan wanita hamil dapat memberikan tekanan agar segera menikah sebagai tanggapan terhadap kehamilan yang tidak direncanakan.
5. Agama dan Tradisi: Di beberapa masyarakat, agama atau tradisi menekankan pentingnya pernikahan sebelum melahirkan sebagai bagian dari norma agama atau tradisi budaya yang dipegang teguh.
6. Perlindungan Hukum atau Sosial: Pernikahan dapat memberikan perlindungan hukum atau sosial bagi calon ibu dan anak dalam hal hak-hak dan manfaat tertentu yang mungkin tidak tersedia bagi pasangan di luar pernikahan.
Kombinasi dari faktor-faktor ini dan lainnya dapat menyebabkan pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat.
B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pernikahan Wanita Hamil:
Faktor sosial
1.Norma dan nilai sosial:Di beberapa daerah, pernikahan wanita hamil dianggap sebagai solusi untuk menjaga kehormatan keluarga dan menghindari stigma sosial.
2.Tekanan sosial:Tekanan dari keluarga, tetangga, atau masyarakat dapat mendorong pasangan untuk menikah meskipun belum siap.
3. Ketidaktahuan: Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seks yang aman dapat menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.
4. Faktor ekonomi:
-Kemiskinan:Faktor ekonomi dapat mendorong pasangan untuk menikah muda meskipun belum siap secara finansial.
-Ketidakmampuan untuk membiayai  anak: Kekhawatiran tentang biaya hidup dan pendidikan anak dapat mendorong pasangan untuk menikah.
5. Faktor individu:
-Kehamilan di usia muda:Â Kehamilan di usia muda, terutama di bawah 18 tahun, dapat meningkatkan risiko pernikahan dini.
-Hubungan yang tidak stabil:Pasangan yang memiliki hubungan yang tidak stabil atau tidak direncanakan mungkin menikah karena kehamilan.
-Keinginan untuk memiliki keluarga:Keinginan untuk memiliki keluarga yang utuh dan bahagia dapat mendorong pasangan untuk menikah.
6.Faktor lainnya:
-Keterpaksaan:Wanita hamil mungkin dipaksa menikah dengan pria yang menghamilinya atau dengan pria lain.
-Penculikan: Di beberapa kasus, wanita hamil diculik dan dipaksa menikah.
-Peraturan perundang-undangan:Di beberapa negara, terdapat peraturan yang mewajibkan pasangan untuk menikah jika wanita hamil.
Penting untuk dicatat bahwa pernikahan wanita hamil bukanlah solusi ideal untuk menyelesaikan masalah. Pernikahan dini dan pernikahan karena paksaan dapat membawa dampak negatif bagi wanita, anak, dan keluarga.
7.Upaya pencegahan:
-Meningkatkan edukasi tentang kesehatan reproduksi dan seks yang aman.
- Memberikan akses ke layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas.
-Memberikan dukungan sosial dan ekonomi kepada pasangan muda.
- Menerapkan kebijakan yang melindungi hak-hak perempuan dan anak.
C. Pandangan beberapa ulama mengenai pernikahan wanita hamil . Diantaranya:
-Madzhab Hanafiyyah: masih terdapat perbedaan pendaan pendapat, diantaranya:
Pernikahan tetap sah, baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak
Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili, dan tidak boleh di kumpuli kecuali sudah melahirkan
Boleh nikah dengan orang lain asal sudah melahirkan
Boleh nikah asal sudah melewati masa haid dan suci, dan ketika sudah menikah maka tidak boleh dikumpuli kecuali sudah melewati masa istibro'
-Malikiyyah : tidak sah perkawinannya kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
-Imam Syafi'i : Beliau berpendapat lebih longgar. Bukan berarti zina itu dilegalkan. Itu adalah praduga yang salah, karena perzinaan apapun sudah terkutuk. Imam Syafi'i berkata, "Kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon, ketika itu haram. Kemudian dia beli pohon itu, maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal ? Itu sudah halal. Tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka menjadi halal". Tapi agar tidak salah paham- apakah dia terbebas dari dosa berzina ataukah dia terbebas dari murka Tuhan? TIDAK. Itu tadi dari segi hukum. Dalam pandangan madzhab ini, wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah. adapun jika melangsungkan pernikahan, maka nikahnya tetap sah.
-Imam Abu Hanifah : menjelaskan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
-Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal: yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.
-Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun.
Jadi kesimpulannya, jika seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain, hukumnya haram (menurut Imam Malik dan Imam Ahmad). Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka hukumnya boleh.
D.Bagaimana tinjauan secara sosiologis, religius, dan yuridis pernikahan wanita hamil?
Dari perspektif tinjauan sosiologis,sangat tidak dianjurkan pernikahan wanita hamil,dikarenakan menikah itu memiliki proses yang panjang sebelum menjadi suami dan istri. Pernikahan wanita hamil dianggap sebagai tindakan yang kurang terpuji karena dianggap telah melanggar norma norma sosial yang berlaku. Dan sering kali mendapat stigma sosial dan diskriminasi yang kuat dari masyarakat sekitarnya.
Dalam perspektif  religius pernikahan wanita hamil tidak dianjurkan. Namun dibeberapa agama pernikahan wanita hamil merupakan salah satu cara atau solusi yang diperbolehkan untuk menghindari dosa zina dan kehormatan keluarga.
Dalam tinjauan yuridis, pernikahan ini dianggap sah dan diperbolehkan karena tidak melanggar hukum yang berlaku.Namun ada beberapa kasusu pernikahan wanita hamil dapat dilakukan dikarenakan adanya paksaan atau penipuan yang kemudian dapat dianggap sebagai tindakan kekerasan.
E. Apa yang seharusnya dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam?
Sebagai umat muslim yang baik kita pastinya menginginkan suatu keluarga yang islami penuh kebahagiaan dan keharmonisan dalam membangun rumah tangga , disini ada bebrapa langkah untuk mewujudkan keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Warrahmah :
1. Terima Kelebihan dan Kekurangan Pasangan
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pun diri kita dan pasangan kita. Alangkah tidak adilnya bila kita hanya menerima sisi positif pasangan dan menolak sisi negatifnya.
2. Memaafkan dan Melupakan Kesalahan Pasangan di Masa Lalu
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun besar.
3. Menjalin komunikasi dari dua belah pihak
Banyak sekali pernikahan yang berakhir hanya karena kita lalai menjaga kehangatan komunikasi.
4. Â Hindari Berburuk Sangka
Tuduhan yang tidak mendasar sering kali menjadi pemicu sebuah pertengkaran dalam rumah tangga.
5. Intropeksi diri ( memperbaiki diri )
Kita itu tidak lah mudah merubah seseorang sebelum kita memperbaiki diri kita sendiri.
6. Saling terbuka satu sama lain
Kejujuran di suatu hubungan ia lah hal yang paling penting
7. Berdoa
Hanya lah kepada allah kita meminta untuk menjadikan keluarga kita harmonis tanpa ada perpecahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H