Mohon tunggu...
Maya Novarini
Maya Novarini Mohon Tunggu... profesional -

Political Communication Scientist bred in Universiteit van Amsterdam. Animal Rights Activist. Software Engineer for an Artificial Intelligence company in San Francisco.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengenal Apa Itu "Privacy, Trust dan Siapa Facebook Sebenarnya"

16 April 2018   10:01 Diperbarui: 16 April 2018   10:31 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mau mengundang teman-teman pembaca untuk membicarakan isu Privacy di Facebook yang belakangan jadi pusat perhatian.

Kenapa jadi pusat perhatian? Karena datanya terbongkar dan digunakan oleh pihak ketiga yang tidak memiliki izin sejauh itu.

Jadi begini.

Ketika kita sign up account di Facebook, kita LANGSUNG memberikan izin untuk Facebook menggunakan SEMUA yang kita share : dari profil, email, umur, tanggal lahir, riwayat kerja dan sekolah, binatang peliharaan, daftar keluarga (parents, sisters, suami / istri), lalu status, message ke orang lain, photo, video, apa yang kita likes, apa yang kita <3, apa yang kita ga sukai, apa yang membuat kita sedih.

Kalau kamu pengguna Facebook yang aktif, rutin sharing dan terbuka (tidak ragu mencantumkan informasi personal) - maka hanya dalam beberapa hari pun Facebook dapat mengenal siapa kamu, dari selera belanjamu, pilihan kursus online yang akan menarik bagi kamu, pilihan produk yang mungkin kamu akan beli, sampai bahkan bisa merekomendasikan teman-teman baru yang kamu belum pernah dengar namanya.

Tapi ga cuma itu, Facebook pun BERHAK SEPENUHNYA menggunakan SEMUA data / informasi yang kamu bagikan/share. MENGGUNAKAN ini tidak sama dengan MEMILIKI sepenuhnya. MENGGUNAKAN ini artinya BEBAS DAN BERHAK untuk memanfaatkan data tersebut - tapi memang pemilik utama dari data tersebut masih lah kamu.

----

Seperti dikutip di aturan Facebook :

You own all of the content and information you post on Facebook, and you can control how it is shared through your privacy and application settings. In addition:

For content that is covered by intellectual property rights, like photos and videos (IP content), YOU SPECIFICALLY GIVE US the following permission, subject to your privacy and application settings: you grant us a non-exclusive, transferable, sub-licensable, royalty-free, worldwide license to use any IP content that you post on or in connection with Facebook (IP License).

----

Mungkin kamu masih bingung :

"Tunggu, jadi semua data (foto, info teman-teman, daftar sekolah dan kerja sampai isi inbox) masih milik saya?"

Betul.

"Lalu apa yang harus kita khawatirkan?"

Yang harus dikhawatirkan adalah jika kamu tidak paham bahwa DALAM DETIK kamu sign up facebook, kamu memberikan IZIN / HAK SEPENUHNYA untuk Facebook menggunakan data-data tersebut.

Jadi .... mereka ga perlu dinamakan sebagai "pemilik" data tersebut, tapi mereka memiliki HAK PENUH untuk menggunakannya - selama data tersebut masih ada di Facebook.

"Jadi kalau saya hapus, hak Facebook untuk menggunakan data yang terhapus itu pun akan hilang?"

Secara teori ya demikian. Kenyataanya... hak atas sebuah data di social media itu sudah terdistribusi ke banyak akun - tanpa kamu sadari. Teman yang komentar di fotomu pun berhak atas fotomu. Teman yang membagi foto yang sama pun berhak atas foto yang sama. Lalu inbox yang kamu hapus, akan masih ada di inbox pihak lawan bicaramu (penerima/pengirim). 

Jadi ketika kamu menghapus sebuah data, jangan berpikir data tersebut akan hilang. Karena satu informasi itu bisa memiliki banyak akar di dalam Facebook. Kamu, hanya salah satu akarnya saja. Dan setiap akar memiliki kekuatan hukum yang masih membolehkan Facebook mengaksesnya.

Jadi sekalipun data tersebut kamu hapus, Facebook masih memiliki informasi yang sama, melalui akar-akar yang lain. Dan Facebook masih memiliki HAK UTUH atas penggunaannya.

Itu memang fotomu, tapi Facebook bebas menggunakannya dan memanfaatkannya untuk kepentingan ekonomi -- yang jelas KAMU TIDAK diuntungkan.

Seperti tinggal di rumah yang diberikan Facebook secara gratis, kamu bebas lakukan apapun di rumah itu, dari hal-hal biasa sampai hal-hal intim. Tapi kebanyakan orang lupa - kalau Facebook memegang kunci untuk masuk ke setiap ruang di dalam rumah tersebut, dan merekam segala aktifitas yang terjadi. Ga cuma itu, banyak orang tidak sadar, bahwa informasi / kesimpulan apa yang terjadi di rumah tsb pun ... dijadikan bahan dagang. Caranya bagimana?

Facebok bilang gini ke para pengiklan pihak ke3 "Hey, kalian cari pasar seperti apa? apa target market kalian? apa produk kalian?"

Lalu 3rd party itu akan jelaskan produknya dan target marketnya.

Lalu dengan HAK UTUH masuk ke dalam rumah Facebookmu, bongkar setiap ruangan, setiap laci, setiap celana dalem, setiap riwayat inbox dengan semua orang yang kamu pernah chat --- akhirnya Facebook mendapatkan informasi yang dicari. Bahwa kamu adalah salah satu akun dari target market yang dicari. Dan proses ini diulang berjuta-juta kali terhadap berjuta-juta akun - hanya dalam waktu sekejap.

Facebook akhirnya bilang ke 3rd party advertiser "Saya punya target audiencenya, silahkan bayar sekian $, nanti iklanmu saya kirim ke mereka"

Artinya apa? Untuk kepentingan iklan, Facebook menerobos ruang privacy kita - tapi ya tetap legal di mata hukum. Karena begitulah kesepakatan saat sign up akun di Facebook - yang banyak orang abaikan. Kita yang memberikan HAK 100% terhadap Facebook untuk mengakses data-data 'milik' kita ini. Jadi konteks "kepemilikan" sudah blur di dunia social media. Karena dalam kontes sehari-hari, apa yang jadi milik kita, tidak bisa dilihat orang lain, digunakan orang lain dan dibicarakan orang lain -- tanpa persetujuan kita dan tanpa pembagian royalti sepeser pun.

Tapi dalam konteks sosial media (Facebook), "kepemilikan" dan "hak mengakses" adalah 2 barang yang berbeda.

Karena itu muncul lah isu "Trust". Dengan sign up di Facebook, kita merelakan Facebook melihat keintiman dunia sosial kita sampai ke dalam inbox, riwayat berapa kali dan berapa lama mengunjungi akun tertentu, riwayat berdebat politik, agama bahkan seks. 

Pertanyaan berikutnya : Kok kita rela? Nah di situlah peran "Trust". Kita RELA karena kita PERCAYA Facebook tidak akan merugikan kita. Dan Facebook menyadari bahwa hak akses terhadap data membutuhkan level Trust yang sangat tinggi dan harus stabil. Kalau tidak ada Trust yang terbangun, maka pengguna akan berkurang, atau bahkan satu negara akan menutup akses sekaligus - membuat FB kehilangan jutaan user dan milyaran $$$.

Kenyataannya :

Facebook tidak selalu memikirkan kebaikan pemilik data-data tersebut (kita - user). Facebook memilih menerima uang dari pihak ketiga, sehingga mereka bisa menjangkau target market dalam level presisi yang sangat akurat. 

Pihak ketiga tersebut sampai dapat menganalisa strategi politik untuk membuat banyak orang memilih aliansi politik tertentu dan menekan suara dari aliansi yang lain. Akhirnya terpilih lah Donald Trump, karena pihak ketiga tersebut memang dibayar Trump untuk memanipulasi, memprovokasi dan amplified (membuat jadi lebih gaduh dan mendominasi alur perdebatan politik) suara pro-trump.

Padahal Amerika dan masyarakatnya jadi lebih sengsara di tangan Trump. Jelas ini tidak dipikirkan oleh Facebook. Seperti kasus Jakarta, yang jadi lebih blangsak dengan turunnya Ahok dan terpilihnya Anies.

Kesalahan berikutnya adalah Facebook memiliki pintu belakang yang selalu terbuka bagi developer pihak ketiga untuk mengakses data-data yang Facebook naungi.

Kenapa disebut pintu belakang? Karena di pintu depan, kita sudah tutup dengan akses "only me", "only friends", "only friends of friends". Tapi via pintu belakang, bahkan inbox pun bisa ditembus dan diakses. Ingat, DIAKSES ini ga sama dengan DIMILIKI - tapi dampak penjarahan privacynya ya SAMA seriusnya.

Jadi jangan tertukar Data Privacy dengan Visibility Privacy, yang memang kamu atur lewat tombol berlogo 'friends' yang ada di sebelah tombol biru "Post". Karena itu hanya mengatur visibility di hadapan orang-orang yang dapat berinteraksi dengan kamu (pemilik akun lain, friends/friends of friends/strangers). Tapi kalau bicara Data Privacy, kamu tidak ada andil sedikit pun, karena akses data yang bahkan hanya visible/tampak bagi kamu sendiri ('only me'), MASIH dan akan SELALU dimiliki Facebook dan akan dimanfaatkan untuk kepentingan pengiklan juga. Ga setuju? Jangan sign up di Facebook.

Ini kutipan seputar Data Policy di Facebook :

We collect the content and other information that you provide when you use our Services, including when you sign up for an account, create or share, and message or communicate with others. This can include information in or about the content that you provide, such as the location of a photo or the date a file was created. We also collect information about how you use our Services, such as the types of content you view or engage with or the frequency and duration of your activities.

Istilah Collect dalam terminilogi programming bukan berarti kliping artikel aja, tapi juga berarti mendata, memberi nomer urut, mengumpulkan, menganalisa koneksi satu data dengan data lain, satu milyar data dengan satu milyar data lain - kesimpulannya akan membantu membuat keputusan iklan (produk/politik) yang lebih presisi, agresif dan intrusif.

Bahkan Facebook juga mencari tahu dan mengkoleksi informasi tentang kamu -- tidak dari diri kamu saja, melainkan dari teman-teman atau akun-akun lain yang menyebut namamu, mentag namamu, memanggil namamu di pesan inbox, mengirim pesan ke kamu.

Buktinya di Data Policy ini :

We also collect content and information that other people provide when they use our Services, including information about you, such as when they share a photo of you, send a message to you or upload, sync or import your contact information.

Jadi isu Trust ini akhirnya kita angkat, karena wajar kita bertanya "Apa pantas Facebook memiliki kekuatan sosial sebesar ini - memahami demografik setiap struktur sosisal/masyarakat sampai ke level intim seperti "celana dalam favorit" "bentuk alis favorit" "preferensi seksual" "motivasi politik yang datang dari jiwa yang biadab dan serakah".

Sekarang Pemerintah dari berbagai negara bertanya-tanya, "Apa untungnya kita membiarkan rakyat dan bangsa kita dimata-matai Facebook, dengan iming-iming "borderless connection" atau "global friendship"???"

Kalau gw bisa kasih saran ke pemerintah Indonesia. Kita buat social media lokal dengan aturan yang tidak menjual privacy. Tapi tetap memiliki akses data demi penegakan hukum, karena social media banyak digunakan oleh pedofil, pemerkosa, maling, pencuci uang, koruptor, penculik, pembunuh dan teroris. 

Tapi social media kita tidak perlu cari uang dari kehidupan pribadi dan pemikiran kita. China sudah mengambil jalan ini sejak lama, Facebook itu ga bisa diakses di China karena pemerintahnya menolak mengizinkan Facebook memata-matai komunikasi rakyatnya, apalagi sampai cari duit dari proyek mata-mata berkedok social media.

Karena faktor ambisi mengejar profitlah yang membuat Facebook cuek membiarkan pintu belakang keamanan datanya terbuka bebas bagi developer pihak ketiga. Dan kasus Cambridge Analytica yang berhasilkan mendapatkan data pribadi user juga beserta data teman-temannya - adalah bentuk kelalaian yang fatal dan trust abuse yang tidak etis dan melanggar hukum (ingat, perjanjiannya ... FB memang berhak mengakses data kita pribadi, akan tetapi pihak ketiga tidak bisa menggunakan akun kita sebagai jendela untuk merampas privacy teman-teman kita). Apalagi kalau terbukti MENJUAL data tersebut ke pihak ketiga, sebuah kecurigaan yang masih dibantah oleh Facebook. Karena dengan terminilogi menjual atau tidak menjual, si pihak ketiga sudah memiliki datanya.

Semua akibat Facebook lalai dalam menjaga Trust yang kita berikan ketika kita sign up akun.

Kesimpulan :

Pengandalian Privacy itu ada 2 jenis:

1. Visibility - only me / friends/ public

2. Data access - User tidak ada andil, karena hak akses dan hak guna 100% sudah diserahkan oleh user ke Facebook saat sign up

Konteks privacy yang kedua ini lah yang menjadi bahan investigasi dan perdebatan antara US Congress + Mark Zuckerberg beberapa hari terakhir. Pemicunya kasus Cambridge Analytica itu tadi. Dampaknya sampai terpilihnya Donald Trump dan malunya 87 pemilik akun yang bahkan sampai inbox dan riwayat teleponnya pun terbongkar.

Pinternya si Zuck ini selalu ngeles, "Tenang aja Pak Congress, kamu bisa set foto kamu hanya "only me" kalau kamu ga mau orang lain lihat" Padahal facebook itu bukan "orang" melainkan "Dewa Kepo Dengan Mata dan Telinga Tak Terbatas" yang Kepo 24 jam, yang cari duit sebanyak-banyakan dari hasil ngintip percakapan publik dan pribadi orang lain.

Padahal yang dicari penjelasan dan pertanggungjawaban sosialnya adalah ... HAK UTUH MENGAKSES data tsb. Apakah FB pantas memiliki hak sebesar itu? dan apakah FB selalu etis, transparan dan jujur dalam penggunaan akses-akses menuju informasi intim penggunanya?

Kenyataannya memang mengecewakan.

Pesan saya kepada teman-teman : Jangan menjalin koneksi lewat FB aja, tapi ketemu lah sambil minum kopi dan makan bubur kacang ijo. Bahkan warung pun bisa jaga rahasia lebih baik dari FB.

Pernah tahu dong kuis-kuis lucu buatan Vonvon atau platform serupa? Kuisnya kaya gini "Apa Pesan Terakhir Raisa Untuk Kamu Sebelum Ia Menikahi Pria Lain" atau "Cek Kapan Tanggal Kapal Rumah Tanggamu Diledakan Bu Susi" atau "Siapa Selingkuhan Pacar Tetangga Yang Kamu Taksir 5 Tahun Lalu?"

Nah kuis-kuis ini dirancang sebagai aplikasi pihak ketiga yang menggunakan  login facebook, tapi sebelum kamu bisa akses jawaban kuisnya, Vonvon dan platform serupa akan tanya dulu "Izinkan kami akses data profilmu, siapa teman-temanmu, dan seluruh foto-fotomu" <- bayangkan dulu, apa perlu kuis tolol begitu memiliki akses atas SELURUH FOTO-FOTO kita? atau apa untungnya bagi mereka tahu email address kita dan siapa teman-teman kita?

Soal kebocoran data oleh Cambridge Analytica, silahkan cari tahu apa kamu masuk bagian dari 87 akun yang privacynya bocor akibat Cambridge Analytica yang saya sebut tadi, di link ini.

Kalau kamu menemukan hasilnya berisikan nasihat bagaimana menjaga privacy kamu dari aplikasi pihak ketiga seperti ini, itu artinya akunmu masuk dalam daftar 87 akun bocor tersebut. Lalu kamu mungkin berpikir "Kok bisa? Kan saya ga pernah ikut-ikutan" Jawabannya: karena kamu memiliki teman yang berpartisipasi di kuis personality test buatan Cambridge Analytica. Cukup jadi "friend" aja, sudah bisa membobol datamu - ini adalah sebuah kesalahan yang diakui Facebook sendiri. Seharusnya tidak sampai se-intrusive ini.

Welcome to the world where trust is nothing but a naive illusion.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun