Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Doktor UIN Malang. Ketua Umum JATMAN Banyuwangi. Dosen UIMSYA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banser Muncar

29 Desember 2020   14:40 Diperbarui: 29 Desember 2020   15:09 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala sesuatu ada waktunya. Bisa jadi waktu itu adalah sekarang. Aku bertemu dan berkawan dengan para sahabat Banser (Barisan Ansor Serbaguna). Dengan motivasi yang sama, ingin selalu menjadi benteng para ulama' dan siap berkhidmah untuk organisasi Nahdlatul Ulama' (NU). Satu komando melayani para Kyai. Siap menjadi benteng NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). NKRI harga mati! Atas dasar inilah, aku dipertemukan dengan mereka. Aku bangga menjadi bagian dari Banser.

H. Ikhwan Arif sebagai orang yang secara sah diberikan mandataris sebagai Ketua Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Banyuwangi memberikan tugas kepadaku untuk mengikuti DIKLATSAR Banser. Pendidikan Latihan Dasar Barisan Ansor Serbaguna. Aku merasa tertantang untuk mengikutinya. Kebetulan ada jadwal yang diadakan di Satkoryon Kecamatan Gambiran. Aku mendaftar lewat nomor yang tertera di meme Diklatsar yang disebarkan oleh H. Ikhwan. Info yang tertera, nama pemilik WA pusat informasi itu adalah Takad Wahyudi.

"Utusan dari wilayah mana mas?", Mas Takad membalas WA-ku. "Muncar", jawabku. "Silahkan meminta surat pengantar yang ditanda tangani oleh Ketua PAC Ansor Muncar dan Ketua Satkoryon Banser Muncar", lanjutnya. Aku menghubungi Gus Aan, pengasuh Pesantren Futuhiyyah Tembokrejo untuk memastikan siapakah pemimpin Ansor dan Banser kecamatan Muncar. "Ketua Ansornya masih tetap Mas Tarkiman. Untuk ketua Bansernya, namanya Mas Solikin, ada di group MATAN Banyuwangi. Habis ini saya hubungkan", jawab Gus Aan yang langsung merespon dan tertawa ketika tahu aku hendak ikut Diklatsar Banser. Mungkin dikiranya aku bergurau, padahal aku serius.

Untuk ukuran tubuh, aku memang tergolong pendek. Tinggiku tidak lebih dari 150 centimeter. Aku juga kurus, tidak berisi dan tidak gemuk. Namun, aku memiliki semangat untuk berkhidmah di NU lewat Banser. Harapannya seperti itu. Gus Aan mengirimkan dua nomor sekaligus. Nomor Mas Tarkiman, yang biasanya aku memanggil dengan Mas Fikri, ternyata saat aku simpan, aku sudah menyimpannya dan nomornya masih sama seperti yang dulu. Terakhir kali aku berkomunikasi dengan Mas Fikri atau Tarkiman saat aku diminta untuk mengisi kajian PAC Ansor Muncar yang bertempat di Markaz Berasan, dua tahun hampir tiga tahun yang lalu, akhir tahun 2018 bersama pengurus PAC Ansor Muncar. Waktu itu aku diminta mengkaji kitab 'Idzothun Nashi'iin. 

Setelah hampir tiga tahun lamanya, baru kali ini aku berkomunikasi lagi. Aku langsung mencoba menelponnya, bertanya kabar dan langsung memberikan informasi maksud dari menghubunginya. "Siap Gus, enaknya kita bicarakan sambil ngopi. Gimana ceritanya", jawabnya sambil tetap santai seperti biasanya. Aku mengenal Tarkiman sudah sejak kami sama-sama aktif di PMII dan BEM sewaktu kami sama-sama menjadi mahasisswa Institut Agama Islama Darussalam (IAIDA) Blokagung tahun 2005-2007 yang lalu. Dia sampai sekarang masih juga suka berorganisasi hingga dari kabar yang beredar dan sampai ke telingaku, saking cintanya organisasi, hingga 'lupa menikah'. Coba nanti aku tanya langsung. Kenapa seperti itu.

Aku juga mengirim WA ke Mas Solikin yang menjadi komandan Banser wilayah Muncar. Beliau merespon, kami sudah satu group di WA MATAN Banyuwangi sejak lama, tapi belum pernah bertemu. Dekat hanya di media sosial saja, tapi jauh secara alam nyata. Mas Tarkiman meminta kepadaku untuk datang di kantor MWC NU Muncar, sekalian dibuatkan surat pengantar untuk diserahkan ke panitia Diklatsar. Sedianya, acara Diklatsar akan dilaksanakan pada hari Jum'at hingga hari Ahad. Kamis sore aku menuju kantor MWC NU Muncar.

Di depan kantor MWC NU, aku hendak menelpon Mas Tarkiman. Ternyata dia sudah muncul duluan. "Silahkan Gus", aku diajak ke kantor PAC Ansor. Kami mengobrol, nostalgia dengan pertemuan terakhir yang berlangsung hampir tiga tahun yang lalu dan cerita tentang masa lalu saat di kampus Blokagung. Semua banyak yang berubah, bahkan aku mendapatkan cerita, Pak Dawam yang pada tahun 2018 dari Sukosari waktu itu ikut pengajian di Berasan, sekarang Ansor Sukosari mengalami kemajuan yang luar biasa. Kegiatan Ansor sangat berjalan dan memiliki rutinan dua minggu sekali serta memiliki posko sendiri.

Mas Tarkiman menelpon Mas Ilham yang menjadi sekretarisnya. Dia juga menelpon Mas Solikin yang menjadi komandan Banser Muncar. Tiba-tiba Mas Rofiq muncul. Aku mengenal Mas Rofiq juga karena dia tahun 2018 ikut kajian di Berasan dan aku masukkan di group MATAN Banyuwangi hingga sekarang, walaupun dia tidak pernah komentar di group, tapi selalu menyimak. "Surat pengantarnya sudah saya print out Mas. Panitia langsung yang buatkan, anda dan Mas Solikin tinggal tanda tangan", lanjutku menjelaskan ke Mas Tarkiman karena Mas Ilham sebagai sekretaris PAC Ansor Muncar, belum juga datang.

Mas Ilham datang dan memberikan kabar bahwa stemple lupa ditaruh dimana, karena kantor MWC habis bersih-bersih. Dicari belum ketemu, saat aku datang. "Siapa panitianya Gus?", tanya Mas Fikri. "Takad Wahyudi". "Ya sudah saya telpon, khusus anda tidak memakai stemple tidak masalah. Saya yang bertanggung jawab", katanya. "Demi sahabat Tarkiman, tidak apa-apa", kata Mas Takad menjawab obrolan dari Mas Tarkiman. "Saya bersyukur sekali jika anda berkenan gabung di Ansor Banser Gus, saya punya impian sejak lama, agar para Gus di Pesantren di Muncar ini ada yang ikut aktif di organisasi Ansor Banser ini, semoga ini adalah awal yang baik". Aku mengamini keinginan dari Mas Tarkiman. Setelah ditanda tangani oleh Ketua PAC dan Satkkoryon, surat pengantar aku foto dan aku jadikan file pdf, selanjutnya aku kirimkan kepada Mas Takad.

Jum'at siang, usai menunaikan shalat jum'at, istriku menyiapkan segala keperluan untukku mengikuti Diklatsar Banser di Gambiran. Aku berangkat sendirian menggunakan motor. Sampai di lokasi acara, ternyata masih persiapan, panitia sedang menata pentas dan hendak menata kursi. Aku berkenalan dengan peserta yang sudah hadir dan juga menunggu. Sore hari, usai acara pembukaan dan aku sedang istirahat ngobrol santai bersama calon Banser dari Giri dan Srono, ada seseorang datang ke ruangan kami, "ada peserta dari perwakilan Muncar?", tanyanya dengan suara nyaring layaknya seorang komandan militer.

"Saya Ndan", aku berdiri dan mendekat kepadanya. "Mas Solihin?", saat kami bersalaman, aku langsung menebaknya. Dia tersenyum. Sampingnya berdiri adalah instruktur yang tadi saat pembukaan, sudah dikenalkan oleh Ndan Dariyono, bernama Ndan Frendi, wajahnya dingin, biasa saja ketika aku memperkenalkan diri. Ternyata kami sama-sama dari Muncar. "Dapat pesan dari Gus Aan, saya disuruh mengawal anda hingga akhir acara", kata Ndan Solikin dengan bahasa yang akrab. "Aman Ndan, berarti setiap hari hadir di acara Diklatsar ini?", tanyaku memastikan. "Siap, nanti malam pulang, besok ke sini lagi, begitu seterusnya, sampai akhir. Saya taat perintahnya Gus Aan. Hehe. Oke, silahkan istirahat, semoga lulus sampai akhir nanti dan berhasil menjadi bagian dari Banser". "Siap Ndan".

Saat acara Diklatsar hendak berakhir, aku sedang duduk sendirian di dekat pentas dan menelpon istri di rumah. Tiba-tiba Ndan Dariyono sebagai kepala instruktur yang bertanggung jawab mengisi acara di acara Diklatsar datang. Aku menyalaminya dan kami ngobrol. Ternyata beliau juga dari Muncar dan menitipkan salam ke Abah KH. Fakhruddin Mannan. Ndan Dar aktif di kajian kitab kuning di kantor MWC NU yang diisi oleh Abah yang menjadi Ketua Syuriah NU wilayah Muncar. Rupanya, di acara Diklatsar ini banyak Banser yang dari Muncar. Aku tau dari Ndan Solikin dan Ndan Dariyono.

Usai pembaiatan, aku dan Ndan Solikin foto bersama dengan memegang piagam kelulusan mengikuti Diklatsar yang aku peroleh. Aku lulus menjadi Banser, diakui sebagai anggota Banser. Menjadi sahabat Banser. Seorang Banser otomatis menjadi Ansor. Aku menjadi Ansor yang Banser. "Ayo kita pulang bareng", saat aku menyalami Ndan Dar untuk berpamitan pulang, Banser dari Muncar konvoi memakai motor untuk pulang bersama. Ya, memang banyak yang hadir di acara Diklatsar Banser di Gambiran dari Banser Muncar. Aku merasa bersyukur. Aku mendapatkan sahabat yang banyak di acara ini, juga yang dari Banser Muncar.

"Kita sambung lagi Ndan komunikasinya", itu adalah ucapan penutup dariku ketika berpamitan dengan Ndan Solikin. Rupanya, saat aku sampai rumah, Ndan Solikin memasukkan diriku ke dalam group WA "Banser Rayon Muncar". Malam selasa, dua hari setelah acara Diklatsar, Ndan Solikin memberikan informasi akan kedatangan Gus Makki sebagai Ketua PCNU Banyuwangi ke Pasar Sumberayu dan sahabat Banser wilayah Muncar dimohon untuk hadir mengawal kehadiran beliau. "Siap hadir Ndan", aku memberikan komentar di dalam group. Sehari sebelumnya, saat pertama kali masuk group, aku langsung memperkenalkan diri dan menyimpan setiap nomor yang bisa aku simpan.

"Assamu'alaikum, saya Bisyri dari Berasan", aku memperkenalkan diri ke setiap sahabat Banser yang sedang asyik jaga di pinggir jalan raya di Pasar Sumberayu, mengamankan kedatangan Gus Makki yang akan hadir. "Yang baru masuk group Banser Rayon Muncar kemarin ya, saya Bima", salah satu dari mereka mengenalkan diri balik. 

"Saya Edi, anda yang baru ikut Diklatsar di Gambiran kemarin ya", jawab satunya lagi. "Ya". Ndan Solikin datang. Kami diajak foto bersama untuk dikirimkan  dan dilaporkan ke Satkorcab Kabupaten Banyuwangi sebagai berita acara malam ini. Kami ngobrol. Ketika acara selesai, aku berbicara empat mata dengan Ndan Solikin, "Ndan, saya pesan seragam Banser lengkap. Minta tolong ya Ndan", sembari memberikan uang, Ndan Solikin yang selama ini membantu para sahabat Banser di Muncar untuk urusan ke-Banser-an termasuk seragam. "Siap Gus".

Malam Sabtu, ada info lagi. Rutinan Hadil Amin di Sukosari. "Banser Muncar dimohon hadir dengan memakai seragam PDL lengkap", Ndan Solikin memberikan informasi di group. "Mohon izin nanti saya bawakan syisha Ndan", aku ikut berkomentar. "Masyok Gus", Ndan Frendi memberikan komentar. Malamnya, aku berangkat bersama Gapron. 

Saat sampai lokasi, sedang mahallul qiyam. Aku memfoto Ndan Frendi, Ndan Solikin dan sahabat Banser yang sedang khusyuk mendengarkan dan membaca bersama Simtud Duror. Baru saja foto aku kirimkan ke group, Ndan Edi mendekat kepadaku dan aku diminta untuk naik ke atas panggung. Aku belum begitu akrab dengan mereka, sehingga mengiyakan saja.

Usai acara, kami nyisha bersama di teras rumah Ndan Sugiyono. Kami mengobrol bersama, sahabat Banser mulai belajar bagaimana caranya menghisap syisha. Rupanya aku membawa tradisi baru. Haha. Foto aku kirimkan ke H. Ikhwan Arif sebagai Ketua Ansor Banyuwangi, beliau langsung menanggapinya dengan positif.

Foto juga aku kirimkan ke Ndan Mahbub Junaidi sebagai Komandan Banser Banyuwangi yang menjadi Satkorcab, "Lanjutkan", jawabnya. Dengan berkumpul, aku semakin akrab dengan mereka, mereka Banser bukan hanya dari Muncar saja, tapi juga wilayah terdekat Muncar, termasuk kecamatan Srono.

"Kami MATAN Banyuwangi hendak ke Pekalongan. Yang menjadi donatur adalah bendahara Ansor Banyuwangi, H. Fathan Himami Hasan. Saya berharap ada perwakilan dari Ansor atau Banser yang ikut", aku menjelaskan kepada Ndan Solikin dan sahabat Banser yang sedang asyik menghisap syisha. "Ada berapa kursi kosong Gus?", tanya Ndan Solikin. 

"Sementara 6 kursi". "Oke, kita ambil semua", jawabnya mantap. Selama perjalanan ke Pekalongan, sahabat Banser Muncar dan seluruh sahabat Banser dari Kalibaru dan Srono memakai seragam PDL lengkap, bahkan mereka mendapatkan tempat istimewa dengan bisa khidmah lebih saat berada di kediaman Maulana Habib Lutfi bin Yahya. Ndan Solikin dan Ndan Frendi berada di ring 1 di rumahnya Habib Lutfi.

Terakhir, semalem saat acara pelantikan pengurus Ansor ranting Sukosari. Aku datang telat, karena mengisi pengajian dulu di pesantren. Aku datang pukul 22.30 malam. 

Usai acara, aku mengajak mereka nongkrong lagi, kami nyisha di rumahnya Ndan Muslimin yang berada di bawah pohon bambu dan sendirian, dekat dengan persawahan, sampai aku bergurau, "apa ini masih Indonesia, jangan-jangan sudah perbatasan Israel. Haha". Kami mengobrol hingga jam 02.00 dinihari. Alhamdulillah, aku dipertemukan dengan mereka. 

Para sahabat Banser yang rela meluangkan waktunya untuk khidmah, melayani apa saja yang berhubungan dengan NU. Rela menjadi benteng NU. Rela melindungai Ulama'. Rela cinta negara, bela tanah air. NKRI Harga  Mati!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun