Mengawali pembicaraanya, Pak Prie bercerita bagaimana beliau dulu awal kenal dengan Kang Abik. Saat Kang Abik dulu belum terkenal dan menulis novel "Ayat-ayat Cinta". Draft dari novel itu diserahkan Kang Abik kepada Pak Prie. "Secara sastra novel ini minim sastra, penulisnya bukan seorang sastrawan.Â
Tapi yang menulis novel ini adalah orang 'alim, orang sholeh, seorang yang mengerti agama. Novel ini penuh dengan nilai keagamaan yang mulia", itulah penilaian yang diungkapkan oleh Pak Prie pada saat itu ketika diminta pendapat oleh Kang Abik mengenai novel Ayat-ayat Cinta.
Pak Prie menghargai apa yang sudah dilakukan oleh Kang Abik. Beliau lebih mendahulukan adab dari pada knowledge, pengetahuan. Ternyata benar, beberapa bulan berikutnya, novel Ayat-ayat Cinta booming. Terkenal bukan hanya di Indonesia, tapi menjadi best seller Internasional.Â
Bahkan menginspirasi banyak sekali orang yang ada di seluruh dunia. Seandainya pada waktu itu Pak Prie hanya melihat dari sisi nilai sastranya saja, beliau bisa saja mengejek hasil karya Kang Abik waktu itu, tetapi beliau berpegang pada "Al-Adab fauqal ilmu", "Adab itu posisinya di atas ilmu".
Beberapa kali beliau selalu menekankan untuk lebih mendahulukan adab, nilai, tata krama, dari pada knowledge yang dimiliki. Saya salut dengan Pak Prie. Dengan ketenaran yang sudah beliau raih selama ini, kesederhaan dan rasa hormat kepada setiap orang, senantiasa beliau jaga.Â
Bahkan istilah "Al-Adabu fauqal Ilmi", bagi saya sebagai seorang santri bukanlah hal yang asing. Semenjak di pesantren, guru-guru saya dulu selalu menekankan untuk selalu mendahulukan adab dari pada ilmu yang sudah dikuasai.
Kitab "Ta'limul Muta'allim" yang berisi tata krama bagaimana seorang murid berhubungan. Mulai dari hubungan murid dengan gurunya, murid dengan kitabnya, murid dengan sesamanya, hingga seorang murid dengan orang tuanya.Â
Kitab ini selalu dikaji di pesantren-pesantren salaf di Indonesia. Pada saat saya mondok di Pesantren Darussalam Blokagung, setiap bulan ramadhan, Kyai Hasyim Syafaat selalu mengkaji kitab ini di dalam masjid pesantren, mengajarkan santri agar beradab, bukan hanya berilmu.
Saking pentingnya sebuah adab, sampai KH. Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama' juga Menyusun sebuah kitab bernama "Adabul 'Alim wal Muta'alim", sebagaimana kitab "Ta'limul Muta'alim", kitab karangan Mbah Hasyim juga mengajarkan bagaimana adab seorang murid kepada gurunya, tata krama guru kepada muridnya, hingga adab seorang murid kepada kitabnya.Â
Semuanya dijelaskan oleh beliau dengan disertakan dalilnya dari al-qur'an dan haditsnya Rosulullah Saw. Sama dengan kitab "Ta'limul Muta'allim", kitab "Adabul 'Alim wal Muta'allim" juga selalu dikaji di pesantren-pesantren salaf di Indonesia.
Pak Prie GS mulai bercerita saat dulu beliau melaksanakan ibadah haji. Apa yang hendak beliau ceritakan tentang haji ini, cerita lengkapnya sudah pernah beliau tuliskan ke dalam bukunya yang fenomenal berjudul "Mendadak Haji". Ada banyak sekali pelajaran yang didapatkan dari orang yang pergi haji. Dari semua pelajaran hidup yang disampaikan oleh Pak Prie, bahasa yang digunakan sederhana, namun penuh makna.