Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Naik Onta Gunung Sinai Bareng Ippho

21 Mei 2012   22:19 Diperbarui: 27 Agustus 2019   17:57 1973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menelusuri Jejak Nabi Musa di bukit Sinai bareng Ippho (Foto : Abdul Koni)

Untuk sampai ke puncak, kita perlu berjuang. Bukan hanya puas melihat dari bawah saja. Itu kata pertama yang diucapkan oleh Mas Ippho saat merekam video pendek di puncak gunung Sinai di ketinggian 2.285 Meter dari permukaan laut. 

Bagi saya, ke puncak gunung Sinai ini udah yang ke tiga kalinya, namun kali ini berbeda, saya bersama seorang miliarder. :-) Sehari sebelumnya, saat mas Ippho baru satu hari berada di Mesir. Saya berbincang dengan beliau. 

Ada beberapa tempat wisata menarik yang layak dan worth untuk dikunjungi. Di sebelah sana, sambil menunjukkan memakai jari tangan, maklum, sampai saat ini saya tidak tau arah, mana barat, mana timur, mana utara dan mana selatan, taunya cuma kiblat, ternyata orang-orang Mesir juga sama. hehe. Saya tunjukkan, di arah sana, dekat dengan Libia, ada tempat wisata bernama Siwa. 

Di sana ada mata air di tengah-tengah padang pasir dan di sana juga ada sebuah peninggalan kerajaan pada masa Mesir kuno. Termasuk kita akan melewati pantai-pantai indah dari panjangnya laut mediterania. 

Terus kalo di sebelah sana, saya menunjuk arah lain yang berlawanan arah jarum jam, ada kawasan bernama Luxor dan Aswan. Di dua kota inilah terdapat kerajaan Fir'aun dan masih utuh. 

Di kota Luxor terdapat sebuah museum terbuka terbesar sedunia. Dan di perbatasan Sudan, ada sebuah bukit batu yang diukir oleh Ramsis II menjadi empat patung dirinya dan dibelakangnya dia ukir sebuah bukit lagi untuk istrinya, bernama Nefertari dari bangsa Nubian. Dan menariknya, di sebelah sana. Yang jelas beda arah lagi. Hehe. Mesir yang bukan Afrika alias yang masuk wilayah asia barat dan dekat dengan Israel, ada pegunungan Sinai. 

Di sinilah nabi Musa menerima wahyu pertama, Nabi Ibrahim menerima hikmah, Nabi Harun dimakamkan dan Nabi Soleh dikuburkan. Mas Ippho tertarik untuk mengunjungi semuanya. Beliau ternyata emang sangat suka sejarah. Saya pernah status di twitternya, selama ini ada dua bidang yang paling dia tekuni, yakni tentang marketing dan sejarah. 

So, saat tau bahwa tiap jengkal di bumi Mesir ada sejarahnya, beliau interest untuk melihatnya secara langsung. Pertamakali yang dia tanyakan adalah berapa jarak dari masing-masing tempat itu dari Cairo. Saya jelaskan semuanya. Dan yang paling bernilai dan turis Indonesia jarang mengunjungi saat berada di Mesir adalah Sinai. 

Ya, gunung Sinai. Inilah satu-satunya gunung yang disebutkan dalam surat khusus di al-qur'an dan memiliki sejarah yang luar biasa. Dalam surat At-Tin ayat tiga : "Waturisinin", Dan demi bukit Tursina. "Jarak tempuh normal 6 jam mas dari Cairo", jawab saya. Mas Ippho berfikir sejenak dan jawabannya tidak saya duga, awalnya saya mengira selama mas Ippho di Mesir, kita akan jalan-jalan city tour saja karena waktu yang mepet. 

Beliau rencana di Mesir hanya 7 hari, itupun yang tiga hari khusus buat seminar 7 Keajaiban Rezeki. Tapi itulah otak kanan, tanpa perencanaan, tanpa planning panjang-panjang, tiba-tiba mas Ippho bilang, "ayo berangkat sekarang!". "Hah!, beneran mas?, lusa mas Ippho kan ngisi seminar. Nanti kalo kecapean gimana?", saya mencoba meyakinkan beliau. "Insya Allah gak apa-apa", jawaban mas Ippho begitu yakin. 

Ya, mau gak mau, saya akhirnya oke saja. Teman-teman belum ada yang tau mengenai rencana kami yang akan jalan-jalan ke Sinai dan merubah seluruh schedule yang kami buat sebelumnya. Bahkan asisten mas Ippho masih di tengah perjalanan menuju penginapan dan baru landing dari pesawat Kuwait Air dari Indonesia dan tentunya belum istirahat sama sekali. 

Saat Pak Koni, asisten mas Ippho datang bersama teman-teman, barulah saya dan mas Ippho membuka kartu. "Kita mau ke Sinai". "Kapan?", tanya semuanya. "Sekarang, kapan lagi emang!", jawab saya dan mas Ippho. "Hah! Sinai", mas Amran yang paling terlihat begitu kaget. Dia ternyata baru satu minggu ke Sinai, habis bawa tamu KBRI Cairo. Dan tiba-tiba dia buka kartu ke kita semua. 

"Ke Sinai, sekarang jalan normal di tutup, kita harus muter lewat SarmSyeikh, jadi perjalanan yang awalnya cuma 6 jam, menjadi 10 jam, karena jalur muternya hampir sama jauhnya dengan Cairo-Sinai". Tapi karena udah niat. Walaupun udah dijelaskan panjang lebar oleh Mas Amran. Mas Ippho tetap pada pendiriannya, "udah, bismillah, ayo berangkat. Hehe". 

Saya yang emang suka jalan-jalan walaupun agak merinding juga mengingat perjalanan ini bukan perjalanan dekat, juga akhirnya ngikut aja. Bismillah. Permasalahan muncul. Mas Amran tidak bisa ikut, sementara supir satu gak mungkin. Perjalanan paling tidak memakan waktu 26 jam pulang pergi dan kami tidak ada waktu istirahat sama sekali, sementara lusa, pagi hari mas Ippho harus ngisi seminar di Cairo. 

Setelah cari-cari lumayan lama, alhamdulillah dapat pengganti sopir selain mas akhran. Kami berangkat dari Cairo tepat jam 6 sore, satu mobil berenam. Yang dua siap jadi sopir, gantian. "Ayo perbanyak baca sholawat dan Istighfar, semoga Allah memperpendek dan mempercepat perjalanan kita", pesan Mas Ippho saat kami berangkat dari Nasrcity. 

Saat memasuki kawasan jalan tol atau thoriq dairy, kecepatan mobil saya lihat selalau di 120 km/jam. Yang menyupir mulai dari awal adalah mas Akhran. 6 jam terlewati sambil ngobrol sana-sini. Mas Irwan banyak menjawab pertanyaan mas Ippho, maklum mas Irwan udah lama berada di Mesir sehingga lebih banyak tau dibanding yang lain apalagi saya yang belum genap 3 tahun. Pas 6 jam, saya menerima sms dari mas amran, "udah nyampek mana mas?". Bersemangat saya jawab, "udah masuk Sinai nich mas, jalur normal aman-aman aja tuh". 

"Udah, percaya ama saya, kalo ente gak lewat jalur mutar, saya berani taruhan. Hehe", jawab mas amran. 

Kami bertemu dengan pos militer yang ke sekian. Awalnya pos-pos militer banyak banget dan pasport selalu ditanya dari masing-masing kami. Kami semua berfikir, anggapan mas amran keliru dan jalur normal udah dibuka, kita gak muter lagi lewat jalur Sarmsyeikh yang jarak tempuhnya 4 jam lebih dari Sinai. 

Seorang militer bertanya ke kami saat di pos penjagaan, "Sant Katerina wala Gabal musa ?" "Sant Katerina atau gunung musa?, Mas Akhran menjawab : Gabal Musa. Kami terus melaju dan udah hampir setengah jam perjalanan, kami gak menemukan gunung Sinai dan malah masuk ke dalam kota. Akhirnya tanya-tanya lagi ke penduduk lokal dan jawaban mereka sama sekali gak membantu. 

Kami kembali ke pos militer yang awal dan akhirnya ternyata kami ditunjukkan dengan jalan menuju jalur Sinai dan mereka menerangkan sebagaimana yang mas amran terangkan, jalur ke gunung Sinai yang normal yang tinggal beberapa kilo meter lagi dari mobil kami sekarang berada, telah ditutup akibat terjadi banyak perampokan dan pembunuhan para turis oleh orang-orang arab badui, sehingga dialihkan ke jalur lain dan jauhnya masya Allah, 4 jam perjalanan. Benar-benar jauh. 

Terpaksa, kami semua shalat isya' dan maghrib dengan jama' ta'khir dan qosor di kawasan Nuwayba', satu kawasan dengan Taba dan sangat dekat sekali dengan Israel. Kami shalat di atas tikar basah karena embun malam di padang pasir di dekat markaz militer hampir masuk waktu Subuh. Masuk pegunungan Sinai pas saat subuh tiba. 

Kami shalat subuh di bawah gunung, di musholla yang sebenarnya tidak pantas disebut musholla. Hanya tikar kecil dekat dengan kamar kecil dan di sisi kanan kiri ada pembatas batunya dan pastinya dingin. Maklum, kawasan ini adalah kawasan Kristen. Di bawah puncak gunung Sinai terdapat gereja tua yang umurnya entah udah berapa ribu tahun. 

Jam 6 pagi. Udah agak terang. Mas Ippho dan kami bergegas untuk ke puncak. "Camel, camel", ada orang Mesir menawari kami onta. Awalnya kami ragu, tapi setelah mas Ippho tanya ke saya, "jauh gak mas?", "Hehe..Lumayan". "Selama ini udah ada yang pernah naik onta belum ke atas?", tanya mas Ippho lagi. "Belum", jawab serempak. "Udah berapa tahun di Mesir belum pernah naik onta. Hehe. 

Ya, udah kita naik onta saja, saya yang bayar". Kami berlima naik onta. Mas Irwan tidak ikut naik, sengaja agar nanti ketika perjalanan pulang, ada yang masih fit. Saat pertama naik onta, karena semuanya adalah baru pertama kali. Ada kejadian menarik. Pertama, onta yang dinaiki oleh pak KOni tiba-tiba lari, keluar dari jalur yang biasanya dilewati, beliau berteriak ketakutan. 

Setelah itu, giliran onta yang saya naiki, saat ada onta lain lewat dan berlawanan arah, tiba-tiba onta saya berlari mengejarnya dan keluar ke luar jalur. Yang menarik, dia berjalan ke arah tebing yang curam. Dan terus terang saya deg degan. Hehe. Namun, akhirnya selang hampir setengah jam, 5 onta yang kami naiki akhirnya manut juga hingga ke puncak. 

Saat di tengah perjalanan, saya mencoba bilang ke Mas Ippho, "Mas, jumlah onta yang kita naiki jumlahnya ada 5, pas dengan onta yang ada di gambar buku 7 Keajaiban Rezeki". Mas Ippho tersenyum. Kebetulan onta yang dinaiki mas Ippho juga beda sendiri. Ontanya berwarna putih, sedangkan 4 onta yang lain berwarna coklat. 

Sekitar dua jam kami naik onta dari bawah gunung sinai hingga ke puncak dan kami bertemu dengan banyak sekali turis dari berbagai negara dan semuanya turun gunung, hanya kami yang naik. Ada dari Belanda, Jerman, dan masih banyak lagi, saya udah lupa. Onta tidak bisa mengantarkan kami sampai ke puncak, karena area semakin curam. 

Kami berhenti dan harus jalan kaki. Lagi-lagi pak koni memberikan perhatian, saat dia hendak turun dari onta dan sisi kanan beliau adalah jurang, beliau berteriak keras sekali dan terlihat sekali kalo sedang takut, eh, yang lain malah ngetawain. :-) Saya berjalan di paling depan. Karena kebiasan jalan kaki, jadi biasa aja, gak terlalu capek. 

Mas Ippho dan Pak Koni terlihat sangat letih. Entah berapa kali mereka istirahat sebentar saat jalan kaki menuju paling puncak. Bahkan ketika sampai puncak, mas Ippho langsung tiduran tepat di atas batu depan masjid di puncak Sinai. "Saya keluar keringat dingin mas, biasanya kalo sudah begini, saya akan pingsan", kata mas Ippho lirih. 

Saat saya mendengar ini, saya merasa bersalah. Yah, Sinai memang bukan area yang mudah untuk ditaklukkan. Kalo di gunung-gunung Indonesia mungkin kita bisa agak santai karena kanan kiri adalah pepohonan yang rindang, lah, ini gunung di arab, di timur tengah, kanan kiri adalah jurang dan bebatuan dicampur pasir murni, yang diserang adalah keringnya udara dan panasnya terik matahari. 

Tapi akhirnya, kami bisa menikmati keindahan ciptaan Allah yang sudah berumur ribuan tahun dan memiliki segudang sejarah ini. Benar kata Mas Ippho, "Berada di puncak itu perlu perjuangan dan tidak mudah. Berada dipuncak perlu Action, tidak hanya puas dengan melihat dari bawah. Saat berada di puncak, kita bisa santai-santai, tetapi saat berada proses menuju puncak, kita tidak bisa santai-santai", ya intinya gini, ini dengan bahasa saya. Hehe. 

Intinya satu : Take Action! Perjalanan ke Sinai kali ini bagi saya adalah Istimewa. Thanks buat Mas Ippho dan teman-teman semua. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun