Mohon tunggu...
Mukhamad Bisri
Mukhamad Bisri Mohon Tunggu... Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta -

Mahasiswa Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Sumber-sumber Pendapatan Negara; Umum vs Islami

28 Agustus 2017   11:38 Diperbarui: 29 Agustus 2017   13:09 10066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencoba memperbandingkan dengan sistem konvensional, maka pemasukan zakat sangat tergolong kecil. Meskipun demikian, negara Islam tidak berada pada posisi yang terbebani, karena secara mendasar, sistem zakat telah secara langsung dan signifikan telah mengurangi beban negara dari spesifikasi syariat yang ada dalam aturan aplikasinya, yaitu menanggulangi kecenderungan negatif dan pengangguran, kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Dilain sisi, zakat merupakan ujung tombak pertama dari negara yang berfungsi untuk menjamin kebutuhan minimal rakyat.

Kedua, ghanmah. Ghanmahmerupakan pendatan negara yang didapatkan dari hasil kemenangan dalam peperangan. Distribusi hasil ghanmahsecara khusus diatur langsung dalam Alquran surah al-Anfl ayat 41. Empat perlima dibagi kepada para prajurit yang ikut dalam perang, sedangkan seperlimanya sendiri diberikan kepada Allah, Rasul-Nya, karib kerabat Nabi, anak-anak yatim, kaum miskin dan ibnu sabil. Dalam konteks perekonomian modern, pos penerimaan ini boleh saja menggolongkan barang sitaan akibat
pelanggaran hukum antar negara sebagai barang ghanmah.

Ketiga, khumus. Khumusatau seperlima bagian dari pendapat ghanmahakibat ekspedisi militer yang dibenarkan oleh syariah, dan kemudian oleh negara dapat digunakan sebagai biaya pembangunan. Meskipun demikian, perlu hati-hati dalam penggunaannya karena aturan pembagiannya telah jelas, seperti pada ayat di atas. Khumus, juga bisa diperoleh dari barang temua (harta karun) sebagaimana terjadi pada periode Rasul.

Ulama Syiah mengatakan bahwa sumber pendapatan apa pun harus dikenakan khumussebesar 20%. Sedangkan ulama sunni, beranggapan bahwa ayat ini hanya berlaku untuk harta rampasan perang saja. 'Uman Ab 'Ubayd menyatakan bahwa yang dimaksud khumusitu bukan hasil perang saja, tapi juga barang temuan dan barang tambang. Dengan demkian, di kalangan ulama sunni ada sedikit perkembangan dan memaknai khumus.

Keempat, fay'. Fay'adalah sama dengan ghanmah. Namun bedanya, ghanmahdiperoleh setelah menang dalam peperangan. Sedangkan, fay'tidak dengan pertumpahan darah. Menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi, harta fay'adalah pendapatan negara selain dari zakat. Jadi termasuk di dalamnya : kharj, jizyah, ghanmah,'usyur, dan pendapatan-pendapatan dari usaha komersil pemerintah. Definisi inilebih mempertimbangkan kondisi ekonomi kontemporer saat ini yang strukturnya cukup berbeda dengan keadaan pada masa Rasulullah.

Kelima, jizyah. Jizyah merupakan pajak yang hanya diberlakukan bagi warga negara non-Muslim yang mampu. Bagi yang tidak mampu seperti mereka yang sudah uzur, cacat, dan mereka yang memiliki kendala dalam ekonomi akan terbebas dari kewajiban ini. Bahkan untuk kasus tertentu, negara harus memenuhi kebutuhan pendidik bukan Muslim tersebut akibat ketidak mampuan mereka memenuhi kebutuhan minimalnya, sepanjang penduduk tersebut reladalam pemerintahan Islam. Hal ini berkaitan erat dengan fungsi pertama dari negara. Jadi pemenuhan kebutuhan tidak terbatas hanya kepada penduduk Muslim saja.

Jizyah ini bisa disebut pula dengan istilah pajak perlindungan. Ketika nonMuslim hidup dengan tenang dan mendapat jaminan perlindungan dari pemerintah Islam, maka dengan jizyah tersebut bisa menjadi imbalannya. Perlindungan yang dimaksud baik dalam maupun gangguan-gangguan dari pihak luar. Dan ini sejalan secara adil dengan penduduk Muslim sendiri, yang telah dibebani beberapa instrumen biaya yang harus dikeluarkan ke negara, seperti zakat.

Keenam, kharj. Kharj merupakan pajak khusus yang diberlakukan Negara atas tanah-tanah yang produktif yang dimiliki rakyat. Pada era awal Islam, kharj sebagai pajak tanah dipungut dari non-Muslim ketika Khaybar ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang Muslim dan pemilik menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Jumlah dari kharj bersifat tetap, yaitu setengah dari hasil produksi.

Kharj adalah pajak terhadap tanah, yang bila dikonversi ke dalam perekonomian modern, ia dikenal sebagai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Oleh karena itu, perbedaan mendasar antara sistem kharj dan sistem PBB adalah kharj ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan produktivitas dari tanah (land productivity), dan bukan berdasarkan zona sebagaimana dalam aturan sistem PBB (zona strategi). Hal ini bisa jadi dalam sistem kharj, tanah yang bersebelahan, yang satuditanami buah kurma dan tanah lainnya ditanami buah anggur, mereka harus membayar kharj yang berbeda.

Yang menentukan jumlah besar pembayaran kharj adalah pemerintah. Secara spesifik, besarnya kharj ditentukan berdasarkan tiga hal, yaitu: karak-teristik tanah/tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman (termasuk marketability dan quantity), dan jenis irigasi.

Kharj ini dibayarkan oleh seluruh anggota masyarakat baik orang-orang Muslim maupun orang-orang non-Muslim. Pertama, 'usyur. 'usyur merupakan pajak khusus yang dikenakan atas barang niaga yang masuk ke dalam negara Islam (barang impor). Pada masa Rasul, 'usyur hanya dibayar sekali dalam setahun dan hanya berlaku pada barang yang nilainya lebih dari 200 dirham.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun