Mohon tunggu...
Mukhamad Bisri
Mukhamad Bisri Mohon Tunggu... Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta -

Mahasiswa Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Islam, Ekonomi Rabbani

25 Agustus 2017   11:46 Diperbarui: 29 Agustus 2017   23:20 8347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Ali Imron : 79)

Ekonomi Islam Sebagai Ekonomi Rabbani

Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi rabbanidan insani. Dikatakan ekonomi rabbanikarena ekonomi Islam sarat dengan tujuan dan nilai-nilai Ilahiyah (Ketuhanan). Sedangkan ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai insani, karena sistem ekonomi Islam dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan manusia. Hal ini dapat dipahami melalui nilai-nilai dasar yang mengilhami ekonomi Islam, yaitu konsep tauhid, rububiyah, khalifahdan tazkiyah.

Konsep tauhid menjelaskan tentang keesaan Tuhan dan segala aktivitas manusia termasuk aktivitas ekonomi harus didasarkan pada keinginan Allah dan semua aktivitas tersebut merupakan bukti pengabdian kepada Allah. Konsep rububiyahmenjelaskan bahwa semua peraturan yang ditetapkan Allah bertujuan untuk memelihara dan menjaga kehidupan manusia ke arah kesempurnaan dan kemakmuran. Karena itu Allah memberi pedoman dan aturan untuk mencari dan memelihara rezeki yang diberikan Allah. Konsep khalifah menetapkan bahwa manusia sebagai khalifah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 30 :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al Baqarah : 30)

Penciptaan manusia sebagai khalifah merupakan rumusan untuk membina konsep ekonomi Islam dan sekaligus merupakan falsafah ekonomi Islam. Untuk itu konsep khalifah harus diimani dan tercermin dalam sikap seseorang. Oleh sebab itu, manusia yang telah diberi amanah sebagai khalifah hendaklah merealisasikan kesejahteraan yang menjadi tujuan ekonomi. Konsep tazkiyahmerupakan konsep yang membentuk kesucian jiwa dan ketinggian akhlak. Hal ini seiring dengan misi Nabi Muhammad Saw diutus ke bumi untuk menyempurnakan akhlak manusia. Karena konsep tazkiyahini akan menimbulkan konsep falah, yang merupakan kunci kesuksesan bagi manusia di dunia dan di akhirat.

Kewenangan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk mengelola bumi hendaknya dilakukan dalam bingkai ketuhanan. Artinya, pengelolaan tersebut senantiasa dalam rangka mengejawantahkan keinginan Tuhan dan bukan semata-mata mewujudkan keinginan manusia.

Jika paradigma yang dibangun adalah pengelolaan didasarkan pada kepentingan manusia saja, maka yang terjadi adalah perilaku eksploitatif pada semua sisi kehidupan manusia. Akibatnya, sesama manusia saling "memakan" dan pada akhirnya saling "membunuh".

Landasan Filosofis Ekonomi Rabbani

Perspektif Amiur Nuruddin mengemukakan bahwa pondasi filosofis ekonomi Islam yang membedakannya dengan ekonomi konvensional, yaitu tauhid, keadilan dan keseimbangan, kebebasan dan tanggungjawab. Pertama, Tauhid. Tauhid adalah landasan filosofis yang paling fundamental bagi kehidupan manusia. Dalam pandangan dunia holistik, tauhid bukan hanya ajaran tentang kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi lebih jauh mencakup pengaturan tentang sikap manusia terhadap Tuhan dan terhadap sumber-sumber daya, baik manusia maupun alam. Manusia sebagai pelaku ekonomi hanyalah sekedar trustee (pemegang amanah) dan sekaligus wakil Allah (khalifahdalam pengertian pengelolaan disebut khilafah).

Kedua, Keadilan dan keseimbangan. Keadilan dan keseimbangan merupakan dasar kesejahteraan hidup manusia. Oleh sebab itu, seluruh kebijaksanaan dan kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan dan keseimbangan.

Ketiga, kebebasan. Kebebasan mengandung pengertian bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktivitas ekonomi sepanjang tidak ada ketentuan Tuhan yang melarangnya. Manusia bebas membuat keputusan ekonomis yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya, karena dengan kebebasan itu manusia dapat mengoptimalkan potensinya dengan melakukan inovasi dalam kegiatan ekonomi.

Keempat, tanggungjawab. Pertanggungjawaban adalah konsekuensi logis dari kebebasan yang diberikan Allah kepada manusia. Kebebasan dalam mengelola sumber daya alam dan kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi inilah yang sejatinya akan dipertanggungjawabkan manusia di hadapan Allah nantinya.

Dalam paradigma lain, Yusuf Qardhawi mengemukakan pondasi ekonomi Islam yaitu ekonomi ilahiyah(ketuhanan), ekonomi akhlak, ekonomi kemanusiaan dan ekonomi pertengahan. Pertama, ekonomi ilahiyah maksudnya adalah bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi ilahiyah, karena titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah, dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syariat Allah. Semua aktivitas ekonomi baik produksi, konsumsi, penukaran dan distribusi adalah diikatkan pada prinsip ilahiyah dan pada tujuan Ilahi. Karakteristik Ilahiyah ini didasarkan pada beberapa ayat al-Qur`an :

Artinya : Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al Mulk : 15)

Kedua, ekonomi akhlak. Hal yang membedakan antara sistem Islam dengan sistem manapun, adalah bahwa antara ekonomi dan akhlak tidak pernah terpisah sama sekali seperti halnya tidak pernah terpisah antara ilmu dan akhlak, antara politik dan akhlak. Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan Islami, sebab risalah Islam adalah risalah akhlak. Sabda Rasulullah SAW : "sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Kesatuan antara ekonomi dan akhlak ini akan semakin jelas pada setiap aktivitas ekonomi, baik produksi, distribusi, konsumsi dan peredaran. 

Seorang muslim baik secara pribadi maupun bersamasama tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya, atau apa saja yang menguntungkan saja. Tetapi setiap muslim terikat oleh iman dan akhlak pada setiap aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Yusuf Qardhawi mengutip pandangan penulis Perancis, Jack Aster, dalam bukunya Islam dan Perkembangan Ekonomi berkata : Islam adalah sebuah sistem hidup yang aplikatif dan secara bersamaan mengandung nilai-nilai akhlak yang tinggi. Kedua hal ini berkaitan erat, tidak pernah terpisah satu dengan lainnya. 

Dari sini bisa dipastikan bahwa kaum muslimin tidak akan menerima sistem ekonomi kapitalis. Ekonomi yang mengambil kekuatannya dari AL-Qur`an pasti ekonomi yang berkahlak. Akhlak mampu memberikan makna baru terhadap konsep nilai, dan mamapu mengisi kekosongan pikiran yang nyaris muncul akibat alat industrialisasi.

Ketiga, ekonomi kemanusiaan. Ekonomi Islam didasarkan pada Al-Qur`an dan Sunnah yang merupakan nash-nash ilahiyah. Oleh karena itu manusia adalah pihak yang mendapatkan arahan (mukhatab) dari nash-nash tersebut. Manusia berupaya memahamai, menafsirkan, menyimpulkan hukum dari nash-nash tersebut dan manusia pula yang mengusahakan terlaksanya nash-nash tersebut dalam realitas kehidupan, manusia pula yang memindahkan nash tersebut dari tataran pemikiran kepada tatanan pengamalan. 

Oleh sebab itu, ekonomi Islam bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang disyariatkan. Manusia perlu hidup dengan pola hidup yang rabbani dan manusiawi, sehingga ia mampu melaksanakan kewajibannya kepada Tuhannya, dirinya, keluarganya dan kepada manusia secara umum. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manusia adalah merupakan tujuan kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam, sekaligus merupakan sarana dan pelakunya, dengan memanfaatkan berbagai kemampuan dan saran yang diberikan Allah kepada manusia.

Keempat, ekonomi pertengahan/keseimbangan."Ruh" dari ekonomi Islam adalah pertengahan/keseimbangan yang adil. Hal ini sejalan dengan karakteristik umat Islam sebagaimana firman Allah pada Surat Al-Baqarah ayat 143 :

Artinya :...dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orangorang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. AlBaqarah : 143)

 Ahli ekonomi lain, M. Sholahuddin mengemukakan bahwa ekonomi Islam dibangun di atas tiga pondasi yaitu bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut hak milik (tamalluk), pengelolaan (tasharruf) hak milik, serta distribusi kekayaan di tangah masyarakat.

MUKHAMAD BISRI

Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun