Indonesia "katanya" adalah bangsa yang besar. Bangsa yang di dalamnya hidup manusia-manusia hingga membuatnya menjadi negara yang menduduki peringkat ke-4 terbesar populasi manusia di dunia. Â Bahkan World Bank menyatakan bahwa negara Indonesia memiliki potensi yang sangat besar menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor 5 terbesar di dunia berdasarkan GDP.
Sayangnya, bangsa yang besar itu seakan-akan tidak menjadi besar jika bangsa lain sedang berbincang mengenai Benua Asia. Bangsa yang besar itu seakan-akan hilang dan tenggelam karena ada bangsa lain yang lebih besar. Orang-orang lebih suka membicarakan India, China, Jepang, dan Korea Selatan saat berbicara mengenai Asia. Bahkan di level Asia Tenggara, orang-orang lebih yakin untuk bertanya kepada Singapura ataupun menanamkan modal investasi ke Vietnam dibandingkan bertanya mengenai kondisi ataupun berinvestasi di 'bangsa yang besar' itu.
Padahal, jika kita kembali ke masa lampau, tepatnya di abad ke-7, Candi Muaro Jambi yang kala itu dibangun oleh Kerajaan Sriwijaya menjelma ibarat Institusi Pendidikan terbaik di Asia. Para biksu dari Dinasti Tang yang berasal dari China ataupun Dinasti Nalanda yang berasal dari India wajib hukumnya untuk mempelajari agama Budha disana. Nusantara menjadi pusat ilmu pengetahuan, saat itu. Disaat jazirah arab baru mulai memasuki masa terang dengan mulai terjadinya penyebaran agama Islam yang dalam konteks ini terjadi penyebaran ilmu pengetahuan, Nusantara sudah lebih dulu mengalami perdebatan intelektual.
Jika kita melihat kembali, pada abad ke-8 disaat Dinasti Abbasiyah mulai menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, di salah satu bagian di Nusantara, Mataram Kuno sudah mengenalkan kepada dunia tentang teknologi bangunan yang sangat luar bisa canggih. Kemampuan arsitektur yang sangat simetris dan kemampuan mendirikan bangunan yang kokoh dengan batu-batuan menunjukkan betapa hebatnya Nusantara kala itu. Terlebih adanya pemahaman yang tinggi mengenai langit dan kosmologi menjadikan Bangsa Nusantara dihormati oleh dunia.
Di abad ke-15, bersamaan dengan penaklukan konstatinopel, Majapahit dengan patih nya yang sangat fenomenal berhasil menyatukan Nusantara. Jika saat itu tidak ada kemampuan diplomasi dan sistem birokrasi yang kuat dan baik, rasa-rasanya tidak akan pernah nusantara bisa disatukan. Tentu ini menunjukkan adanya penguasaan ilmu pengetahuan dari seorang Patih Gajah Mada.
Hari ini, apakah Nusantara yang sudah menjelma menjadi negara Indonesia masih menjadi pusat dan memiliki reputasi kelas dunia, atau ternyata kita mengalami kemunduran yang luar biasa?
Jika kita berusaha melihat potensi yang dimiliki bangsa Indonesia hari ini, maka tidak akan habis Jurnal Ilmiah yang tersedia dan membahas tentang Indonesia. Sebagai contoh, di tanah Papua, terdapat sungai bernama Sungai Mamberamo yang memiliki potensi untuk menghasilkan listrik hingga 20 Gigawatt/jam. Besaran listrik yang bahkan melebihi kemampuan produksi listrik dari China. Lebih jauh, perairan Laut Halmahera menjadi salah satu kawasan dengan tingkat biodiversitas yang sangat tinggi yang mana jika potensi ini dimaksimalkan, tidak mustahil Indonesia bisa menjadi pusat laboratorium biodiversitas dunia.
Melihat potensi yang dimiliki oleh bangsa ini, tentu sudah menjadi keharusan bagi setiap anak bangsa untuk bertanya, 'Apa yang salah?'
Maka sudah barang tentu kita pun harus berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Pada tahun 1961, seorang intelektual Indonesia bernama Soejatmoko menuliskan isi pikirannya tentang bagaimana suatu bangsa bisa menjadi negara yang besar dan hebat. Bagi Soejatmoko, negara yang hebat adalah negara yang pertumbuhan ekonominya kuat. Pertumbuhan ekonomi yang kuat ini harus dibangun dengan kekuatan internal bukan bantuan yang justru akan menutup potensi bangsa.Â
Menurutnya, kualitas sumber daya manusia yang memiliki daya cipta dan daya kreasi adalah barang paling langka dan paling berharga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Dengan sumber daya manusia yang unggu maka penguasaan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi dapat digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan Bangsa. Selanjutnya, bangsa yang tidak pernah melupakan budaya bangsa nya adalah bangsa yang akan mampu menjadi bangsa yang kuat. Budaya bangsa ini akan menjadi modal penting untuk menyelenggarakan aktivitas bernegara yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Maka, pada tahun 1961, Soejatmoko memprediksi bahwa di masa depan, India dan China akan mampu menjadi bangsa yang hebat dan besar.
Hampir 65 tahun berlalu dan rasa-rasanya prediksi Soejatmoko sangat tepat. Hari ini, China dan India menjadi dua negara yang diperhitungkan oleh dunia, dihormati oleh berbagai negara serta menjadi pusat peradaban. Padahal, di masa lampau mereka harus datang ke Sriwijaya untuk dianggap menjadi bangsa terdidik. Maka berdasarkan tulisan dari Soejatmoko, tidak ada negara yang hari ini menjadi negara maju tanpa memiliki pijakan budaya yang kuat
Kita harus kembali mengingat bahwa Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya, bukan tidak mungkin kita menjadi pusat laboratorium plurarisme dan kemajemukan dunia. Negara ini memiliki kekayaan alam yang sangat tinggi, bukan tidak mungkin kita bisa menjadi negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan menjelma sebagai rujukan dunia. Wilayah laut Indonesia sangat luas, bukankah kita seharusnya mampu menjadi rujukan dunia untuk pengetahuan mengenai negara maritim yang bukan hanya mampu memanfaatkan laut sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi juga sebagai filosopi pertahanan suatu negara?
Kondisi bangsa hari ini seakan-akan mengamini perkataan Hatta yang mengutip penyair Jerman, Friedrich Von Schiller, "Suatu saat akan ada sebuah zaman yang besar yang dilahirkan oleh suatu abad. Tetapi, zaman yang besar itu hanya melahirkan manusia-manusia kerdil". Manusia kerdil yang dimaksud adalah manusia-manusia yang ketika suatu masa mendapatkan tanggung jawab yang besar untuk menjalankan amanah rakyat, ia mengkhianatinya dengan membungkam hak-hak rakyat dan memikirkan kepentingan kelompoknya saja. Perilaku ini akan menyebabkan lahirnya kesenjangan sosial serta kesenjangan spiritual yang akan menghambat kemajuan suatu bangsa. Jika kondisi ini sudah terjadi, maka manusia-manusia Indonesia sudah harus mampu untuk menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya.
Kemudian, akan lahir pertanyaan baru "Bagimana caranya agar kita dapat kembali merebut kehormatan bangsa Indonesia?"
Yang pertama, kemampuan kita untuk menggali sejarah bangsa yang besar ini. Menggali sejarah berarti menggali kekayaan potensi bangsa, mempelajari kesalahan-kesalahan yang sudah terjadi sehingga tidak masuk ke dalam lubang yang sama.Â
Bangsa itu bukanlah kumpulan komunitas yang bersifat fisik, bangsa adalah imagine community atau dengan kata lain bangsa adalah komunitas imajinatif yang mengimajinasikan suatu harapan dan cita-cita yang sama untuk masa depan. Ajaklah sebanyak mungkin manusia indonesia untuk mengimajinasikan harapannya tentang Indonesia dengan berpijak pada kekayaan potensi bangsa itu.Â
Maka, setelah bangsa Indonesia mampu menggali sejarah bangsa, harus dilakukan suatu proses imajinasi untuk menentukan arah, tujuan dan reputasi bangsa Indonesia di masa depan. Setelah itu semua mampu dilakukan, Bangsa Indonesia harus mampu menarasikan imajinasi tersebut di depan masyarakat global sehingga mampu merebut kembali reputasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H