Namun, masyarakat seringkali memberi penilaian berbeda terhadap wanita. Mereka dianggap sebagai makhluk yang lemah, emosional, mudah tersinggung dan atas dasar alasan ini banyak yang menganggap kalau wanita wajar saja menjadi sasaran dari sebuah pelecehan.
2. Menganggap wajar perbuatan kekerasan.
Slut shaming bagaimanapun juga merupakan sebuah pelecehan. Meskipun disamarkan dalam bentuk guyonan. Karena itu menjadi sebuah kekeliruan ketika pelecehan verbal seperti ini dianggap sebagai sesuatu yang normal.
Pada kenyataannya wanita sering dipaksa untuk pasrah dan menerima begitu saja ketika diri mereka direndahkan. Mereka dianggap emosional, baperan, terlalu sensitif bila mencoba protes. Ya, mereka sengaja tak diberi ruang untuk membela diri dan meluruskan kekeliruan yang sedang terjadi.
4. Kurangnya kesadaran terhadap dampak dari slut shaming.
Slut shaming adalah sebuah kekerasan, bukan guyonan. Karena iti pasti akan menimbulkan dampak negatif bagi para korbannya. Ya, para korban biasanya akan merasa malu, jijik, rendah diri, dan tak berharga. Dalam bentuk yang lebih parah bisa menimbulkan depresi dan gangguan kesehatan mental. Karena itu slut shaming sangat tidak boleh untuk dilakukan.
Sayangnya, banyak orang yang abai dengan dampak-dampak tersebut. Mereka tak memiliki empati. Mereka berlindung dibalik kata guyonan yang membuat mereka merasa tak bersalah ketika sudah melakukam kesalaham besar.
Menyadari buruknya pengaruh dari slut shaming, maka perlu ada upaya untuk tak membiarkan hal semacam ini terus terjadi.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya slut shaming di masa mendatang.
1. Membentuk kesadaran kolektif untuk tidak menormalisasi slut shaming.
Slut shaming terhadap wanita terjadi karena banyak orang yang tak memahami bahwa dirinya sedang melakukan slut shaming. Candaan yang berbau sensual sering dianggap sekedar obrolan biasa. Padahal tidak.