" Jika kamu pernah dipatahkan, tapi kamu masih bersikap baik, maka kamu pantas mendapatkan cinta yang lebih dalam dari samudra " (Najib Mahfudz)
Cerita kehidupan tak selalu menyajikan kisah-kisah manis dan romantis. Tapi juga ada kisah-kisah penuh rasa pahit dan getir. Ada kisah tentang cinta dan kasih. Ada pula kenangan yang membawa perkara dendam kesumat.
Sebagai manusia kita tentu berharap kisah-kisah yang bakal kita jalani adalah kisah-kisah manis yang menyenangkan hati. Tapi, terkadang kita tak bisa mengelak dari hal-hal buruk yang sering mendera berupa perlakuan tidak menyenangkan yang dilakukan seseorang terhadap kita. Sesuatu yang kemudian menimbulkan sakit hati dan rasa benci.
Penghinaan, pengkhianatan, caci maki, tindakan sewenang-wenang, dan kurangnya penghargaan terhadap seseorang merupakan hal yang jamak kita temui dalam keseharian. Hal yang kemudian akan melahirkan rasa sakit di hati. Dan rasa sakit itu bila terakumulasi nantinya bisa berubah menjadi dendam kesumat.
Rasa dendam pada dasarnya adalah manifestasi dari segala bentuk kemarahan. Baik yang berupa sakit hati, rasa kesal maupun sedih. Rasa ini muncul sebagai bentuk ketidakpuasan atas perlakuan tidak menyenangkan yang diterima dan timbul keinginan untuk membalaskannya.
Perlu diketahui bahwa dendam biasanya datang ketika seseorang berfikir hanya dengan memperturutkan emosinya saja, tidak melibatkan nurani. Padahal dalam bersikap, kita perlu melibatkan keduanya, baik emosi maupun nurani.
Karena itu, meskipun dendam itu sifatnya manusiawi namun bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan.
Ya, bagi seseorang yang bijaksana, dendam bukanlah sesuatu yang patut untuk dipelihara ataupun dilampiaskan. Melainkan harus segera dimusnahkan secepat mungkin. Dan selanjutnya, segala dendam itu diganti dengan rasa cinta dan kasih kepada sesama insan.
Pertanyaannya, mungkinkah kita mampu mengubah perasaan dendam menjadi limpahan cinta dan kasih sayang ?
Jawabannya, tentu saja bisa. Yang penting, ada keinginan kuat untuk menjalankannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal mengubah dendam menjadi cinta dan kasih sayang.
1. Mengubah mindset tentang rasa sakit.
Untuk mengubah dendam menjadi rasa cinta, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengubah mindset dari rasa sakit itu sendiri. Yakni menerima rasa sakit itu sebagai sebuah keniscayaan.
Jalaluddin Rumi pernah berkata,
"Lari dari apa yang menyakitimu akan semakin menyakitimu. Jangan lari. Terlukalah sampai kamu sembuh."
Ya, nasihat dari Rumi diatas mengingatkan kita bahwa tak perlu mengkhawatirkan sebuah rasa sakit hati. Hadapi sajalah sebagai sebuah keniscayaan agar segala rasa sakit itu tak menimbulkan dendam dan menjadi beban kehidupan.
Tapi bukankah tak mudah untuk menerima kenyataan ketika disakiti dan menahan rasa sakit dari luka yang menggores tersebut ?
Iya, tak mudah memang. Maka dari itu tak perlu buru-buru untuk melepaskannya. Karena, semakin kita berusaha melepaskannya, semakin kuat pula rasa luka itu mencengkram diri kita.
Misal, ketika kita sakit hati karena mendapat perlakuan kasar dari seseorang. Biarkan rasa sakit itu mengendap dan menyatu dengan diri. Hingga kita kemudian bisa berdamai dan mempermasalahkan lagi rasa sakit tersebut.
Ya, kita hanya perlu mengakrabkan diri dengan rasa sakit itu sendiri. Ini mungkin terdengar sedikit absurd. Tapi justru dengan membiarkan diri tenggelam dalam rasa sakit akan membuat kita tak lagi merasakan segala luka dan rasa sakit itu sebagai sebuah rasa sakit. Ya, segala kepedihan dan rasa sakit itu pada akhirnya memberi kita kekuatan untuk bertahan dan lebih tegar menghadapi kenyataan.
2. Mengambil makna dan pelajaran dari sebuah rasa sakit.
Tak satupun yang sia-sia dari setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup ini. Termasuk akan hal rasa sakit yang kita rasakan ketika diri ini dilukai. Semua menjadi bahan pelajaran yang patut untuk kita renungkan.
Ketika kita disakiti, mungkin pernah terbersit dalam hati untuk melakukan sebuah pembalasan dendam atas perlakuan buruk yang pernah dilakukan orang lain pada kita. Namun bila kita mau berpikir lebih bijak, seharusnya kita tak segampang itu untuk melakukannya.
Ya, sebagaimana diri kita yang tak mau dilukai, begitu pula lah yang dirasakan orang lain. Mereka juga tak mau dilukai. Mereka juga tak ingin menanggung rasa sakit.
Sebaliknya, bagi kita yang pernah merasakan sakit ketika dilukai, mari jadikan rasa sakit itu sebagai pembelajaran bahwa sungguh berat untuk menanggung sebuah rasa sakit. Makanya,
tak seorangpun yang bersedia untuk dilukai. Karena itu jangan pernah meninggalkan bekas luka di hati orang lain. Bahkan kepada orang yang pernah menyakiti kita sekalipun.
Misal, ketika kita mendapat perlakuan kasar dari seseorang dan kita merasa sakit hati karenanya. Kemudian, muncul niat untuk membalas perlakuan kasar tersebut. Cobalah untuk mengabaikan perasaan tersebut. Renungkanlah bahwa orang lain juga pasti merasakan sakit.
Perlu disadari bahwa ketika kita membalaskan rasa sakit hati pada seseorang, pada dasarnya hanyalah sekedar pelampiasan ego sesaat, bukan sebuah penyelesaian masalah.
Sebaliknya, ketika kita menahan diri untuk tidak membalas perbuatam buruk seseorang setidaknya akan menyelamatkan kita untuk tidak terus terjebak dalam masalah.
Mari belajar dari sebuah rasa sakit, untuk menjadi pribadi yang tak mudah untuk melukai.
3. Fokus menebar kebaikan dalam kehidupan.
Dalam hidup kita dianjurkan untuk sering menebar kebaikan. Menyebar rasa cinta dan kasih pada sesama. Namun terkadang tak mudah untuk melakukannya, apalagi kepada seseorang yang pernah melukai kita.
Ya, rasa sakit yang terus membayang membuat kita merasa tak sudi berbuat baik. Kita sering menganggap bahwa seseorang yang pernah berbuat jahat tidak pantas menerima sebuah rasa cinta, apalagi dari orang yang pernah disakitinya.
Misal, terhadap seseorang yang pernah berlaku kasar pada kita. Maka kita enggan untuk berbuat baik kepadanya. Bahkan ketika dirinya sangat membutuhkan bantuan dari kita.
Sayangnya sikap seperti ini bukanlah sikap yang bijak. Hal seperti ini justru menunjukkan betapa kerdilnya hati kita dan ketidakmampuan kita dalam mengatasi dendam. Maka dari itu penting bagi kita untuk mengubah mindset dan memperbaiki sikap.
Pada awalnya mungkin terasa berat untuk melakukannya, tapi tak ada salahnya kita mencoba berbuat baik pada seseorang yang pernah menyakiti kita. Ini bukan menunjukkan kelemahan diri kita, justru dengan cara ini menunjukkan kebesaran hati kita sebagai orang yang pernah disakiti.
Penulis asal Mesir, Najib Mahfudz, pernah berkata,
" Jika kamu pernah dipatahkan, tapi kamu masih bersikap baik, maka kamu pantas mendapatkan cinta yang lebih dalam dari samudra "
Ya, keikhlasan dalam membalas perlakuan buruk seseorang dengan perbuatan baik dan cinta kasih menunjukkan bahwa diri kita adalah pribadi yang tangguh dan sanggup menundukkan ego. Hal yang membuat kita bernilai tinggi di mata semua orang.
Balas dendam bukanlah sebuah penyelesaian masalah, malah makin membuat masalah semakin ruwet. Karena itu tinggalkanlah!
Sebaliknya, berbuat baik bisa menjadi jalan pembuka penyelesaian masalah. Karena itu lakukanlah !
Mari  kita ubah dendam kesumat menjadi limpahan kasih sayang.
(EL)
Yogyakarta, 30062024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H