Mohon tunggu...
el lazuardi daim
el lazuardi daim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panti Jompo, Tentang Bakti Anak yang Tertunda (1)

8 Juni 2024   16:32 Diperbarui: 8 Juni 2024   17:19 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di Panti Sosial Tresna Werdha. Foto : Firmansyah/ kompas.com

Panti jompo bukan budaya kita. Karena konsep panti jompo identik dengan bakti anak yang tertunda pada orang tua.

Kalau berbicara tentang panti jompo, maka yang pertama terbayang di pikiran adalah cerita-cerita kesedihan. Tentang orang-orang tua yang kesepian dan anak yang tak tahu balas budi. Atau dengan kata lain tentang orang tua yang mendapat perlakuan yang tidak semestinya.

Fakta seperti ini tentu saja bertentangan dengan budaya masyarakat kita. Budaya yang menjunjung tinggi bakti dan penghormatan pada orang tua. Budaya yang mewajibkan seorang anak untuk merawat dan mendampingi orang tua sampai ajal menjemput mereka.

Ya, seorang anak sudah seyogyanya berbakti dan membalas budi pada orang tua. Menyayangi dan mengasihi mereka dengan sepenuh hati.

Meski demikian, terkadang harapan tak sesuai kenyataan. Tak semua anak bisa membaktikan diri pada orang tua mereka.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya.

1. Faktor kondisi perekonomian keluarga yang tak mendukung.

Seorang anak yang berbakti tentu berusaha menyenangan hati orang tuanya. Memberikan kehidupan yang terbaik di masa tua mereka. Tapi terkadang faktor perekonomian menjadi penghalang.

Keadaan keuangan keluarga yang pas-pasan atau jauh dari kata cukup
membuat seorang anak tak mampu membiayai kebutuhan orang tua mereka. Jangankan untuk membiayai orang tua, bahkan untuk memberi penghidupan yang layak untuk keluarganya sendiri saja dirinya jauh dari kata sanggup.

Ini tentu merupakan situasi yang sulit bagi sang anak. Mereka terjebak dalam dilema. Antara tidak menitipkan orang tuanya di panti jompo, tapi hidup dalam berkekurangan. Atau terpaksa mengantarkannya ke panti jompo, namun kebutuhan dasar mereka bisa terpenuhi.

Bila kemudian harus memilih, maka pilihan kedua menjadi yang terbaik. Pilihan ini terkesan tidak menunjukkan bakti sang anak pada orang tua. Namun harus ditempuh demi memastikan kebutuhan orang tua bisa terpenuhi meski lewat tangan orang lain.

2. Luka masa lalu

Tak semua anak mengalami masa-masa indah dengan orang tua mereka. Ada sebagian yang harus menjalani kisah pahit. Mereka tak diurusi, diabaikan dan bahkan sering menerima perlakuan buruk yang tak semestinya.

Situasi seperti ini tentunya bakal menimbulkan luka bagi sang anak. Luka yang terus terpatri di hati sepanjang masa.

Sebagian anak memilih memaafkan orang tua mereka. Mereka menerima kenyataan pahit itu sebagai sebuah takdir Tuhan. Tapi tidak bagi sebagian yang lain. Mereka memilih memelihara luka itu. Menolak kata maaf. Dan bahkan tak menampik ketika ada perasaan tidak suka dan benci pada orang tua mereka.

Ya, sang anak telah kehilangan rasa. Bagi mereka, lebih baik tidak bertatap muka dengan orang tua mereka dari pada membuka kembali luka-luka yang pernah mereka terima.
Dan bila sudah begini, sang orang tua pun harus pasrah menerima kenyataan ketika diabaikan anaknya di masa tuanya.

Hal seperti ini tentu saja bukan kondisi ideal yang kita harapkan. Namun kita juga menolak bahwa fenomena seperti banyak terjadi dalam keseharian. Karena itu, bila kemudian sang anak memilih mengantarkan orang tuanya ke panti jompo tentunya lebih baik dari pada hidup merana karena diabaikan anak-anak mereka.

3. Kurangnya effort sang anak untuk merawat orang tuanya.

Orang bijak sering mengatakan bahwa setiap perbuatan baik pasti akan berbalas kebaikan. Namun terkadang situasinya tidak persis demikian. Seseorang yang banyak berbuat baik malah mendapat balasan yang kurang baik dari orang yang pernah dibantunya seperti halnya orang tua yang diabaikan anak-anaknya.

Ya, sering kita temui dimana seorang anak tak punya effort untuk membahagiakan orang tuanya. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri dan lupa dengan keberadaan orang tua yang butuh perhatian dari sang anak.

Ada yang beralasan kesibukan dalam pekerjaan. Mereka tak punya waktu yang cukup untuk mendampingi orang tua. Ada pula yang beralasan ketidakcocokan orang tua dengan pasangan dan sang anak lebih memilih pasangannya. Atau ada pula kesadaran untuk berbakti itu sendiri yang tak dimiliki sang anak dan mereka secara sadar lebih memilih menjadi anak durhaka.

Miris rasanya membayangkan situasi seperti ini. Namun kenyataannya banyak kita lihat di depan mata. Maka dari itu tak ada pilihan lain bagi sang orang tua selain menerima panti jompo sebagai tempat dimana mereka menghabiskan sisa umur mereka.

4. Orang tua yang secara sadar menolak berbaur bersama anak-anaknya.

Tak hanya karena faktor sang anak. Sebagian orang tua yang tinggal di panti jompo justru merupakan keinginan diri mereka sendiri.

Mereka secara sadar menolak berbaur dengan anak-anaknya. Entah karena rasa bersalah dalam diri sang orang tua karena dulu sering berkonflik dengan anaknya. 

Atau bisa juga dengan alasan merasa tidak enak karena harus merepotkan sang anak. Alasan lainnya karena antara anak dan orang tua punya prinsip hidup yang berbeda dimana dikhawatirkan akan terjadi konflik bila mereka berbaur.

Ya, pada intinya orang tua hanya menginginkan menjalani hari-hari tuanya dengan perasaan tenang tanpa ada beban pikiran.

Tak mudah untuk menerima kenyataan bahwa seorang orang tua harus menjalani masa tuanya di panti jompo. Tapi setiap orang menjalani situasi yang tak sama. Terkadang, pilihan hidup di panti jompo merupakan pilihan yang terbaik.

(EL)
Yogyakarta, 08062024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun