Mohon tunggu...
el lazuardi daim
el lazuardi daim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Avoidant Attachment, Batu Sandungan Menuju Pernikahan

9 Maret 2024   14:51 Diperbarui: 9 Maret 2024   22:02 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan. Foto : iStock/Luke Chan/ cnnindonesia.com

Pernikahan merupakan salah satu fase kehidupan yang bakal dilalui setiap insan. Namun, tak semua orang bisa dengan mudah sampai ke sana. Pada sebagian orang, mereka harus berhadapan dulu dengan batu sandungan yang biasa diistilahkan dengan avoidant attachment.

Avoidant attachment, demikian fenomena itu biasa disebut. Suatu keadaan dimana seseorang merasa takut atau ragu untuk menjalin sebuah hubungan dengan orang lain.

Seseorang dengan avoidant attachment biasanya akan terlihat dari sikapnya yang enggan untuk memulai hubungan dengan seseorang. Ada perasaan malu, cemas, kurang percaya diri ataupun takut akan penolakan yang menghantui dan membuat mereka berperilaku demikian.

Mereka terkesan tertutup. Suka menarik diri dari keramaian dan lebih menyukai kesendirian sepertinya halnya orang-orang introvert.

Orang dengan avoidant attachment juga ditandai dengan sikapnya yang menghindari kontak interpersonal. Selain itu, perilaku mereka juga menunjukan bahwa mereka tidak berniat membangun keintiman, baik secara fisik maupun secara emosional dengan orang lain.

Kenapa mereka bersikap demikian ?

Ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Diantaranya adalah pola pengasuhan di masa kecil yang kurang memberi apresiasi pada mereka dan juga luka dan trauma masa lalu yang masih terasa membekas.

Kondisi seperti ini tentu saja kurang ideal dalam pola kehidupan seseorang. Karena bagaimanapun juga, manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang identik dengan kebersamaan. Dan pernikahan menjadi salah satu bentuk dari pengejawantahannya.

Terkait dengan permasalahan ini tentunya perlu ada upaya serius agar gejala avoidant attachment tidak terus membayangi kehidupan seseorang.

Bagaimana caranya ?

Ada 4 langkah yang bisa dilakukan

1. Memberi penghargaan pada diri sendiri.

Salah satu faktor penyebab dari avoidant attachment adalah rasa insecure yang terus membayangi. Seseorang merasa dirinya tak berguna dan tak berharga di hadapan orang lain. Dan oleh karena itu, mereka merasa tidak pantas untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

Untuk mengatasi masalah ini yang perlu mereka lakukan adalah mengubah cara pandang terhadap diri mereka sendiri. Dalam hal ini mereka harus mampu melihat dirinya sebagai sosok yang bernilai dan memberi pengaruh positif.

Ya, apapun keadaannya, penting bagi mereka untuk memberi afirmasi positif pada diri sendiri bahwa diri mereka layak untuk dihargai dan pantas untuk mencintai maupun dicintai.

2. Membuka diri

Kecendrungan diri yang bersikap tertutup membuat seseorang dengan avoidant attachment merasa ragu untuk menjalin sebuah hubungan. Ada rasa  pesimis dan kurangnya kepercayaan diri. Karena itu, penting bagi mereka untuk membuka diri guna mengatasi masalah seperti ini.

Ya, dengan membuka diri akan menumbuhkan rasa saling percaya, mempermudah untuk saling mengenal dan menjalin keakraban. Bila semua ini terlaksana nantinya tentu saja bisa membuka jalan bagi terbentuknya sebuah hubungan.

3. Memperbaiki pola komunikasi

Gejala avoidant attachment juga bisa terjadi karena faktor pola komunikasi. Dalam hal ini, seseorang dengan pola komunikasi yang kurang bagus cenderung menarik diri dari sebuah hubungan.

Kurangnya keterampilan dalam berkomunikasi sering dijadikan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalin hubungan dengan orang lain. Perasaan tidak mampu dan rendah diri yang sering muncul menimbulkan sebuah ketakutan tersendiri bagi mereka.

Ya, seseorang dengan avoidant attachment seperti tak lepas dari ketakutan dan kebimbangan. Hal yang membuat mereka ragu untuk melangkah.

Celakanya, mereka juga tak siap dengan resiko kegagalan dari sebuah hubungan. Dan oleh karena itu, mereka mengambil langkah aman dengan keputusan untuk tidak memulai dari pada harus putus di tengah jalan.

Meski demikian, mereka sebenarnya tak perlu berkecil hati. Selama masih ada keinginan untuk belajar, berlatih dan mengembangkan kemampuan diri, sudah barang tentu akan makin meningkat pula kualitas diri yang dimiliki.

Yang jelas, tujuan dari memperbaiki pola berkomunikasi ini tak lain dan tak bukan adalah sebagai upaya dalam meningkatkan kemantapan dan kepercayaan diri sebagai modal untuk memulai sebuah hubungan. Dalam hal ini, ada standar yang harus dipenuhi agar tujuan tersebut bisa terealisasi.

Apa saja standar yang dimaksud ?

Ada beberapa poin penting yakni mampu berkomunikasi dengan jelas dan efektif, berbicara secara terbuka, bersedia menjadi pendengar yang baik, punya empati dan tak ragu untuk memberi apresiasi pada orang lain.

4. Meningkatkan kualitas diri

Potensi diri yang dimiliki merupakan modal bagi seseorang dalam menentukan pilihan hidup. Potensi disini mengarah kepada status sosial, prestasi ataupun kemampuan ekonomi. Dan apapun langkah yang diambil, pastinya tak lepas dari pengaruh bentuk potensi yang dimiliki.

Sebuah privilese tentunya bagi mereka yang dianugerahi potensi luar biasa. Berasal dari keluarga terpandang, kaya raya ataupun punya prestasi luar biasa. Dunia terasa berada dalam genggamannya.

Selanjutnya, bagaimana halnya dengan seseorang dengan potensi diri yang biasa-biasa saja ? Berasal dari kalangan orang biasa, tidak kaya dan tak punya sesuatu yang patut untuk dibanggakan ?

Mereka biasanya akan dihinggapi rasa kurang percaya diri. Mereka merasa tidak bernilai di hadapan orang lain. Dan atas dasar inilah kemudian membuat mereka lebih suka memilih untuk tidak terlibat dalam sebuah hubungan. Takut kehadiran diri mereka akan membawa kekecewaan.

Seseorang dengan avoidant attachment sering dilanda putus harapan. Hidup bagi mereka terasa sebagai rentetan kegagalan.

Padahal sejatinya tidaklah demikian. Masih ada jalan untuk merubah keadaan dan meningkatkan kualitas diri. Yakni dengan banyak belajar dan berkorban. Bukankah Tuhan menjanjikan kesuksesan bagi mereka yang rajin berusaha, bukan ?

Avoidant attachment bukanlah sebuah kutukan atau hukuman dari Tuhan. Melainkan hanya sebuah batu sandungan dalam menuju pernikahan. Yakinkan diri mampu menyingkirkannya, agar cita-cita menuju pernikahan yang amat diimpikan bisa terlaksana.

(EL)
Yogyakarta, 09032024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun