1. Menikah sebagai sebuah legitimasi dari kesempurnaan hidup
Setiap manusia tentunya punya cita-cita mendapatkan kesempurnaan dalam hidup. Tapi, bagaimana cara menggapainya ? Dengan cara menikah dan memiliki anak. Demikian jawaban klise yang biasa dilontarkan orang-orang.
Sebagian besar masyarakat memandang pernikahan merupakan legitimasi akan kesempurnaan hidup. Karena itu, menikah menjadi sebuah kewajiban.
Sebaliknya, ketika menunda atau memutuskan tidak menikah, seseorang akan menerima cela dan hidupnya dianggap gagal.
Menikah, ya menikah telah menjadi sebuah alat ukur kesuksesan hidup. Sementara pencapaian-pencapaian lainnya hanya sebagai pelengkap saja. Dan bahkan dipandang kurang bermakna bila tak diiringi dengan sebuah pernikahan.
Ya, apapun  bentuk kesuksesan seseorang, entah karir yang bagus, punya jabatan, sukses dalam berbisnis, akan dianggap biasa saja selama tidak menjalani pernikahan. Dan atau bahkan kadang sering tidak diakui.
Sebaliknya, meski tak punya prestasi apa-apa, hidup seseorang akan dinilai telah sempurna jika sudah menikah.
Padahal sejatinya antara menikah dengan pencapaian dalam hidup itu tidaklah sama. Tak ada korelasi antara keduanya. Karena itu, perkara menikah tak bisa dijadikan sebagai legitimasi dari kesempurnaan hidup seseorang.
2. Menikah sebagai jalan meraih kebahagiaan hidup
Apalagi yang akan dicari dalam hidup ini kalau bukan kebahagiaan. Dan menikahlah agar dirimu mendapatkannya, demikian yang dikatakan banyak orang.
Ya, perihal menikah sering dianggap sebagai prasyarat menuju kebahagiaan hidup. Alasannya, karena telah memiliki pasangan, seseorang bisa berbagi kasih sayang dan punya teman pendamping yang siap memberi dukungan ketika mengalami situasi sulit.