Senang dan gembira, begitulah perasaan Mak Tini mengetahui anak gadisnya ini telah menemukan lelaki pilihannya. Namun kegembiraan Mak Tini langsung pupus begitu mengetahui bahwa bakal menantunya adalah orang Pariaman.
Mak Tini tak setuju dan marah kepada Ros.
 "A, yo jan ba andia-andia juo Kau lai. Jo urang Pariaman pulo Kau katuju. Simpana lah niaik Kau tu. Ndak ado doh  Cari nan lain !" kata Mak Tini dalam melampiaskan rasa marahnya.
( Jangan gegabah kamu. Kenapa kamu malah menyukai laki-laki Pariaman. Tidak bisa. Simpan saja keinginanmu itu. Cari pemuda lain )
Adanya tradisi uang japuik dan keadaan keluarga mereka yang bukan keluarga berada menjadi alasan bagi Mak Tini untuk tidak memyetujui pilihan Ros ini. Apalagi ternyata Muslim bergelar Sidi, gelar yang biasa disematkan pada orang-orang kasta tertinggi di masyarakat Pariaman. Tentu uang japuik nya sangatlah mahal.
Dalam kebingungannya, Mak Tini kemudian mengalah dan mengikuti keinginan Ros, putrinya. Selanjutnya, Mak Tini pun mengajak suami dan kerabat-kerabatnya bermusyawarah dan menyusun rencana guna menemui keluarga Muslim di Pariaman.
Keluarga Ros pun mengunjungi keluarga Muslim di Pariaman. Dan dengan diwakili oleh Mamak nya (saudara laki-laki ibu ) , mereka memyatakan hendak " manjapuik " ( melamar ) Muslim sebagai bakal menantu.
Oleh Mamaknya si Muslim, lamaran itu mereka terima dengan syarat uang japuik harus dipenuhi. Di sisi lain, keluarga Ros juga meminta adat Sasuduik sesuai tradisi mereka juga dipenuhi.
Cerita selanjutnya berlanjut pada upaya keluarga Ros memenuhi tuntutan uang japuik seperti yang diminta keluarga Muslim. Jumlah uang japuik yang cukup tinggi membuat orang tua Ros dan kerabatnya yang lain harus berpikir keras mencari akal bagaimana mendapatkan uang sebanyak itu.
Mak Tini bahkan sempat berpikir hendak menjual harta pusaka tinggi, hal yang sebetulnya tidak dibenarkan dalam adat, guna mendapatkan uang itu. Hal ini tentu saja ditentang banyak pihak dan tak jadi dilaksanakan.
Berat, sungguh teramat berat tantangan yang harus dihadapi Muslim dan Ros dalam memperjuangkan cinta mereka. Tapi, bak kata pepatah jua " Badai pasti berlalu ". Seberat-beratnya persoalan tentu ada jalan keluarnya.