Dari waktu ke waktu bahasa Indonesia terus mengalamai perkembangan. Berbagai kata dan ungkapan baru terus ditambahkan guna memperkaya khazanah berbahasa.
Meski demikian, tidak semua dari entri baru tersebut mendapat sambutan positif dari masyarakat. Ada kata atau istilah yang walaupun punya nilai eksklusivitas tinggi namun kurang memenuhi kaidah nilai rasa. Salah satunya adalah entri skor afrika.
Ya, sesuai pemutakhiran kbbi pada bulan April 2023 ini, ungkapan skor afrika menjadi istilah resmi yang masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Skor afrika sendiri merujuk kepada skor pertandingan dengan selisih angka yang terpaut jauh dan digolongkan kepada kata kiasan.
Istilah skor afrika ini awalnya muncul di media sosial sejak tahun 2010 lalu. Para pencinta bulu tangkis pertama kali mempopulerkannya. Dalam perkembangannya istlah ini juga mulai digunakan dalam cabang olah raga lainnya seperti sepak bola.
Penambahan entri skor afrika ini sendiri memberi arti penting dalam memperkaya kosa kata bahasa Indonesia. Maklum, kita sebelumnya belum punya istilah khusus dalam menggambarkan situasi perbedaan skor yang teramat jauh seperti 21-4, 21-3 dan sebagainya, sesuai yang dimaksud dari entri ini. Maka, tak tak salah kalau para pakar menjadikan entri ini sebagai bagian dari kosa kata bahasa Indonesia.
Sebagai catatan,sebuah entri baru entri skor afrika sudah memenuhi syarat-syarat untuk dipertimbangkan sebagai ungkapan baru. Yakni unik, sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, eufonik, dan juga frekuensi penggunaan yang cukup tinggi.
Namun demikian, masih ada satu syarat lagi yang masih menjadi perdebatan yakni berkonotasi positif. Hal ini berkaitan dengan perbedaan pemahaman serta sejarah dari pembentukan istilah ini sendiri.
Seperti diketahui sejarah pembentukan istilah skor afrika berawal dari disparitas poin yang terlalu jauh setiap kali para pebulutangkis Afrika bertanding melawan para pemain top dunia. Mereka sulit mengimbangi permainan lawan-lawannya dan selalu kalah telak dengan perolehan poin dibawah sepuluh atau bahkan tak lebih dari lima.
Para badminton lovers pun kemudian menciptakan istilah skor afrika ini untuk mendeskripsikan situasi tersebut. Dalam hal ini pemilihan kata afrika memberi petunjuk kepada penilaian akan lemahnya kemampuan mereka.
Hal seperti ini kemudian menimbulkan persepsi negatif. Ada kesan kurang menghargai dan mengecilkan perjuangan para pemain Afrika. Dan sikap seperti ini tentu saja tidak bisa dibenarkan.
Polemik yang muncul tak hanya sampai disitu saja. Ketika diperluas lagi, pengucapan skor afrika malah bisa diinterprestasikan sebagai sebuah bentuk rasisme. Ya, penyebutan entitas afrika dalam hal ini dapat dimaknai sebagai pelabelan yang sifatnya merendahkan pada mereka yang memiliki identitas tersebut. Dan hal ini lagi-lagi bertentangan filosofi bangsa kita yang menganut semangat anti rasial.
Berkaitan dengan hal ini, banyak kalangan setuju untuk tidak menggunakan istilah ini lagi, termasuk dari kalangan pencinta bulu tangkis sendiri. Dalam beberapa utas di twitter misalnya, akun @INA_Bminton sudah mengambil keputusan untuk tidak memakai istilah skor afrika lagi dan mengajak para badminton lovers lainnya mengambil langkah serupa. Mereka sepakat untuk mencari padanan lain seperti skor njomplang atau skor geprek. Atau ada juga yang mengusulkan pakai skor kriket seperti yang dipakai dalam bahasa Inggris.
Meski demikian perlu dicatat bahwa entri skor afrika akan tetap tercantum di dalam KBBI. Kenapa tetap dicantumkan ?Â
Sejumlah pegiat bahasa mengatakan bahwa tujuan pencantuman itu sebagai bagian dari pencatatan sejarah dan perkembangan bahasa dari waktu ke waktu tanpa memandang nilai rasa dari istilah tersebut.
Jadi, karena idiom skor afrika ini cukup populer dan telah memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam kamus, maka pencantumannya tetap dilakukan. Dan sebagai pembeda wajib diberi keterangan kasar atau kurang sopan serta disertai alternatif pengganti.
Bagaimana perkembangan ungkapan skor afrika ini selanjutnya ? Apakah akan terus hidup dan makin populer ? Atau tetap hidup tapi tak dianggap berkaitan dengan alasan - alasan yang disebutkan diatas ? Semua berpulang kepada masyarakat sendiri.
Bagaimanapun juga kaidah berbahasa adalah kesepakatan sosial antara berbagai individu dengan memperhatikan banyak faktor. Termasuk diantaranya nilai rasa.Â
Bila sebuah kata terasa asyik dan unik,tak ada salahnya untuk terus mempopulerkannya. Sebaliknya bila ada rasa janggal dan tidak nyaman. Silakan untuk ditinggalkan saja. Biarakan dia cukup berada di dalam kamus saja.
(EL)
Yogyakarta, 15052023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H