Mohon tunggu...
el lazuardi daim
el lazuardi daim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Dilema Skor Afrika, Terjebak di Antara Eksklusivitas dan Nilai Rasa

15 Mei 2023   13:53 Diperbarui: 15 Mei 2023   14:12 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skor afrika. Foto: tangkapan layar tribunnews.com

Polemik yang muncul tak hanya sampai disitu saja. Ketika diperluas lagi, pengucapan skor afrika malah bisa diinterprestasikan sebagai sebuah bentuk rasisme. Ya, penyebutan entitas afrika dalam hal ini dapat dimaknai sebagai pelabelan yang sifatnya merendahkan pada mereka yang memiliki identitas tersebut. Dan hal ini lagi-lagi bertentangan filosofi bangsa kita yang menganut semangat anti rasial.

Berkaitan dengan hal ini, banyak kalangan setuju untuk tidak menggunakan istilah ini lagi, termasuk dari kalangan pencinta bulu tangkis sendiri. Dalam beberapa utas di twitter misalnya, akun @INA_Bminton sudah mengambil keputusan untuk tidak memakai istilah skor afrika lagi dan mengajak para badminton lovers lainnya mengambil langkah serupa. Mereka sepakat untuk mencari padanan lain seperti skor njomplang atau skor geprek. Atau ada juga yang mengusulkan pakai skor kriket seperti yang dipakai dalam bahasa Inggris.

Meski demikian perlu dicatat bahwa entri skor afrika akan tetap tercantum di dalam KBBI. Kenapa tetap dicantumkan ? 

Sejumlah pegiat bahasa mengatakan bahwa tujuan pencantuman itu sebagai bagian dari pencatatan sejarah dan perkembangan bahasa dari waktu ke waktu tanpa memandang nilai rasa dari istilah tersebut.

Jadi, karena idiom skor afrika ini cukup populer dan telah memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam kamus, maka pencantumannya tetap dilakukan. Dan sebagai pembeda wajib diberi keterangan kasar atau kurang sopan serta disertai alternatif pengganti.

Bagaimana perkembangan ungkapan skor afrika ini selanjutnya ? Apakah akan terus hidup dan makin populer ? Atau tetap hidup tapi tak dianggap berkaitan dengan alasan - alasan yang disebutkan diatas ? Semua berpulang kepada masyarakat sendiri.

Bagaimanapun juga kaidah berbahasa adalah kesepakatan sosial antara berbagai individu dengan memperhatikan banyak faktor. Termasuk diantaranya nilai rasa. 

Bila sebuah kata terasa asyik dan unik,tak ada salahnya untuk terus mempopulerkannya. Sebaliknya bila ada rasa janggal dan tidak nyaman. Silakan untuk ditinggalkan saja. Biarakan dia cukup berada di dalam kamus saja.

(EL)

Yogyakarta, 15052023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun