Anda jadi baper gara-gara menonton film romantis ? Jangan khawatir, hal itu bukan merupakan sebuah keanehan. Film-film romantis memang sengaja diproduksi untuk membuat penontonnya merasa baper.
Film Jelita Sejuba misalnya. Film yang berkisah tentang kehidupan istri seorang prajurit ini sukses mengaduk-aduk perasaan penontonnya. Penonton diajak untuk melihat sisi lain dari mereka yang tak banyak diketahui orang. Tentang kegetiran dan kerapuhan jiwa mereka sebagai manusia.
Pergulatan batin dan ketegaran hati istri-istri para prajurit menjadi pokok cerita dari film besutan sutradara Ray Nayoan ini. Ya, para kartika itu dituntut untuk tampak kuat dan tabah meski sebenarnya mereka sesekali juga bisa merasa lemah dan hampir menyerah.
Sebuah petikan dialog antara Syarifah, tokoh utama wanita dalam film ini yang diperankan Putri Marino dengan Maknya dengan jelas menggambarkan situasi ini.
" Ternyata berat untuk menjadi seorang istri, apalagi menjadi istri tentara. Tak kuat lah, Mak, " ujar Syarifah pada suatu malam pada Maknya mengungkapkan kegundahan hatinya.
Putri Marino sukses memainkan peran Syarifah, tokoh utama wanita film ini. Syarifah hadir sebagai gadis periang di masa remajanya dan menjadi lebih tabah dan bijaksana ketika sudah berstatus istri tentara.
Demikian juga halnya dengan Wafda Saifan Lubis yang memerankan tokoh Kapten Jaka, suami dari Syarifah. Kapten Jaka digambarkan berpembawaan tenang, tegas dan berwibawa.
Kisah dimulai dengan kedekatan Syarifah dengan sekelompok tentara yang sedang melakukan latihan di Teluk Buton, Pulau Natuna. Para tentara itu mampir makan di warung makan yang dijaga Syarifah. Sempat terjadi kelucuan ketika terjadi kesalahan teknis pada masakan sayur lodeh dan cap cay yang dimasak Syarifah bersama temannya sehingga rasanya tak enak dan urung disantap Jaka dan rekannya.
Mereka kemudian makin sering bertemu dan diantara mereka mulai tumbuh rasa cinta. Namun mereka tak segera mengungkapkannya. Tapi dalam pertemuan berikutnya, Jaka kemudian memberi kejutan dengan melamar Syarifah dan mereka pun menikah.
Betapa bahagianya hati Syarifah dipersunting seorang tentara. Apalagi ketika mengetahui dirinya hamil. Namun kegembiraan itu berganti perasaan sedih begitu Jaka mengatakan bahwa dirinya ditugaskan ke Africa selama enam bulan sebagai pasukan PBB.
Dan sejak itu, perpisahan sudah menjadi hal lumrah baginya. Syarifah bahkan tak didampingi sang suami ketika melahirkan putra pertamanya. Dan hari-harinya selanjutnya lebih banyak dilaluinya dengan ditemani Andika,putra semata wayang mereka.
Hari-hari Syarifah adalah hari-hari berteman kesepian. Tanpa kehadiran Jaka yang sering ditugaskan ke luar Natuna. Hingga akhirnya Syarifah harus berpisah untuk selama-lamanya dengan Jaka yang gugur dalam tugas.
Ada tiga peristiwa menarik yang membuat kita hanyut dalam emosi kala menyaksikan film ini.
1. Malam ketika Syarifah mencurahkan kesedihan di hatinya pada Maknya.
Jadi istri tentara itu berat. Harus siap menanggung rindu. Harus rela dipisahkan  dengan orang yang dicinta karena panggilan tugas negara.
Sekuat-kuatnya hati seorang wanita, suatu saat akan dirinya pasti akan merasa lelah juga. Dan perasaan itu yang dirasakan Syarifah yang berbulan-bulan ditinggal Jaka.
Syarifah mengatakan dirinya tak sanggup lagi menahan derita yang selama ini hanya disimpannya saja ini. Derita yang selalu dirahasiakannya dari Jaka. Dan Syarifah hanya bisa menangis tersedu-sedu di pelukan Maknya melampiaskan perasaan.
Untunglah Mak selalu memberi dorongan semangat dan kekuatan untuk anak perempuannya ini.
" Banyak-banyak bersyukur. Ipah pasti bahagia," kata Maknya memberi motivasi.
2. Hari dimana Syarifah mendapat kabar suaminya gugur dalam tugas.
Keselamatan diri suami menjadi sesuatu yang dikhawatirkan para istri saat sang suami tak berada di rumah. Perasaan harap-harap cemas bergelayut di pikiran mereka. Apakah suami mereka bisa pulang dengan selamat atau pulang tinggal nama saja.
Suatu pagi, ketika hendak mengantarkan anaknya ke sekolah, mereka melihat bendera dikibarkan setengah tiang. Sebuah pertanda ada kabar duka yang datang.
Dan siapa menyangka kalau kabar duka itu ternyata dialamatkan untuk dirinya. Kapten Jaka, suami yang amat dicintai Syarifah itu telah pergi untuk selama-lamanya. Jaka gugur dalam tugas.
Betapa hancur dan sedihnya hati Syarifah tentunya mendapatkan kabar ini. Apalagi waktu itu dirinya tengah mengandung anak kedua mereka. Tapi mau bagaimana lagi, Syarifah tak bisa melawan takdir sang Maha Kuasa dan harus mengikhlaskan kepergian suami tercinta.
3. Kehadiran dirinya sebagai wanita mandiri.
Apa yang diharapkan seorang istri dari suaminya ? Ingin diperhatikan dan dimanja tentunya. Tapi hal ini tidak berlaku bagi seorang istri tentara seperti Syarifah.
Ya, keadaan telah membuat Syarifah hidup sebagai wanita mandiri. Segala pekerjaan dilakukan sendiri. Tak ada waktu untuk bermanja. Mulai dari pekerjaan rumah tangga sampai membesarkan anak. Mereka menjalankan peran ganda sebagai ayah dan ibu ketika suami tak ada di rumah. Dan semua itu dilakoninya dengan penuh keikhlasan.
Ya, dibalik keanggunan mereka sebagai pendamping para tentara, ternyata para istri tentara ini menyimpan kisah-kisah getir yang mengharukan.
Tapi mereka tak pernah mengeluh atau menyesali nasib sebagai istri tentara. Bagi mereka, kesuksesan suami dalam menjalankan tugasnya adalah hal yang utama.
Ya, tak salah memang kalau para istri itu disebut sebagai wanita-wanita hebat dibalik prajurit-prajurit dahsyat.
(EL)
Yogyakarta,20022023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H