Mohon tunggu...
el lazuardi daim
el lazuardi daim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Cerita "Manambang" dari Ranah Minang dalam Sepenggal Kisah Lebaran

3 Mei 2022   16:18 Diperbarui: 3 Mei 2022   16:26 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Sambilan puluah, sambilan limo, saratuih. Aden dapek saratuih, ang bara ? (sembilan puluh, sembilan lima, seratus. Aku dapat seratus, kamu dapat berapa ?), teriak seorang anak laki-laki suatu siang sambil merapikan beberapa lembar uang lima ribuan di tangan kirinya.

" Samo lah tu berarti, awak kan sarangkek payi cako " (sama aja kok, kita kan berangkatnya bareng tadi ), kata anak di sebelahnya menimpali. Demikian sebuah fragmen dialog singkat dua orang anak di hari Lebaran.

Sekelompok anak laki-laki berusia tujuh sampai sebelas tahun duduk bersantai di pelataran masjid pada suatu siang. Selepas menunaikan shalat Zuhur di masjid, mereka sibuk menghitung dan merapikan segepok uang lima ribuan hasil dari " manambang " pada hari pertama Lebaran.

Dalam bahasa Minang, kata manambang dimaknai sebagai aktifitas mencari rezeki dengan menjadi supir angkuatan umum. Baik supir angkot maupun supir bus antar kota. Bekerja menjemput dan mengantarkan penumpang sampai ke tujuan mereka dan menerima bayaran sebagai jasa.

Namun pada hari Lebaran, kata manambang juga dipakai sebagai istilah dari kegiatan berkunjung anak-anak kecil seusia SD dimana mereka juga menerima " angpao " di tiap rumah yang dikunjungi.

 Berikut penulis bercerita sedikit tentang acara manambang di kampung penulis di selatan kota Bukittinggi, Sumatra Barat.

Di tempat kami,kegiatan manambang ini lazim dilakukan dalam kelompok besar. Anak lelaki bergabung dengan sesama lelaki, dan yang perempuan pun juga begitu. Biasanya, sehari sebelum Lebaran anak-anak ini sudah membuat kesepakatan dimana mereka akan berkumpul.

Manambang dimulai setelah shalat Id. Ya, sekitar jam 9 pagi. Setelah berpamitan pada orang tua, anak-anak ini berkumpul di tempat yang telah ditentukan dan segera bergerak setelah semua anggota berkumpul.

" Assalamu'alaikum, " ucap mereka serempak mengucapkan salam  pada tiap rumah yang dikunjungi. 

" Wa'alaikum salam, " jawab tuan rumah yang diiringi ajakan masuk. 

Satu persatu anak-anak ini segera masuk dan  menyalami tuan rumah yang biasanya diwakili para ibu.

Minuman manis seperti sirup atau minuman kaleng dan aneka kue lebaran segera disuguhkan. " Makanlah kuenya dulu, " ujar tuan rumah mempersilakan.

Dan tangan mereka pun segera meraih minuman atau membuka toples kue lebaran di hadapan mereka. Kacang bawang dan kue kacang merupakan kue yang paling diminati. Tak jarang anak-anak ini berebut demi mendapatkan kedua kue itu lebih banyak.

Suasana berlangsung begitu akrab. Anak- anak itupun diajak ngobrol dan bercerita apa saja seputar kehidupan mereka tentunya. Tak jarang diwarnai tawa canda.

Setelah puas bercerita dan menikmati sajian yang disuguhkan anak-anak ini pun berpamitan pada tuan rumah. Dan inilah momen yang paling dinantikan. Momen pembagian angpao lebaran.

Satu persatu akan menerima selembar uang kertas dari tuan rumah. Nominalnya bervariasi. Untuk zaman sekarang biasanya berkisar dari dua ribu, lima ribu, sepuluh ribu, sampai dua puluh ribu." Iko untuak lanjo rayo (ini untuk jajan hari Lebaran)," kata sang ibu tuan rumah pada anak-anak tersebut. Tak jarang pula para ibu tersebut menyelipkan kata-kata nasihat untuk selalu jadi orang baik." Tarimo kasi,Bu," balas anak-anak itu dengan wajah sumringah.

Rombongan anak-anak itu terus berjalan dan menyinggahi tiap rumah yang mereka temui sampai tuntas semuanya. Kegiatan ini biasa dilakukan sehari penuh.

Seperti lazimnya juga di berbagai daerah di tanah air, anak-anak biasanya akan menerima hadiah uang dari orang-orang dewasa di setiap momen Lebaran. Begitu juga di ranah Minang.

Di hari pertama Lebaran anak-anak tersebut akan berkeliling kampung dari rumah ke rumah untuk bersilaturahmi sekaligus " menjemput angpao " yang telah disediakan tuan rumah. Aktifitas ini diistilahkan dengan kata " manambang "Mereka didominasi anak-anak seusia SD.

 Perlu dicatat bahwa keseruan manambang ini ada pada hari pertama Lebaran saja. Karena biasanya pada hari pertama para warga belum kemana-mana. Sementara pada hari-hari berikutnya banyak yang bepergian baik mengunjungi kerabat di desa lain maupun pergi jalan-jalan. Meski demikian masih ada juga beberapa diantaranya yang melaksanakannya pada hari kedua dan ketiga Lebaran 

Ada satu poin menarik yang bisa kita ambil dari kegiatan manambang ini. Bahwa disini tergambar bagaimana harmonisasi hubungan antara orang dewasa dengan anak-anak dan sesama anak-anak itu sendiri. Semua terlihat akur dan kompak. Tak ada rasa saling benci atau memusuhi.

Penulis kadang berimajinasi sendiri, seandainya saja suasana seperti ini bisa tercipta setiap hari alangkah indahnya hidup di dunia ini terasa. Tapi sayang, sulit terwujud. Oh dunia!

Bagi anak-anak di ranah Minang, tiada hari seindah hari pertama Lebaran. Hari di mana mereka puas manambang. Hati senang, perut kenyang, dan saku baju penuh dengan uang.

(EL)

Yogyakarta,03052022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun