Bagi banyak orang secangkir kopi adalah obat pengusir kantuk.Dan memang benar.Setelah minum kopi rasa kantuk jadi hilang dan badan jadi segar.
Tapi bagi penulis cerita kopi tidak sekedar tentang pengusir kantuk.Tapi ada cerita tentang rasa tidak suka yang berubah suka.Meskipun kopi itu tetap pahit dari dulu sampai sekarang.
Rasa pahit kopi jadi alasan penulis tidak menyukainya semasa kanak-kanak.Sebagaimana lazimnya anak -anak penulis lebih memilih minuman manis seperti teh manis atau sirup.Teh manis adalah minuman favorit penulis waktu itu.
Penulis selalu bilang "tidak" setiap ditawari Bapak atau Paman yang penyuka kopi.Kalau ada yang manis kenapa harus milih yang pahit begitu semboyan penulis kala itu.
Semasa umur belasan tahun pun situasinya masih sama.Penulis masih jaga jarak dengan yang namanya kopi.Pernah beberapa kali minum kopi tapi dicampur susu kental manis yang banyak.Alhasil rasa kopinya hampir tak terasa.
Sebenarnya bukan karena rasa pahitnya saja yang menjadi alasan penulis menjauhi kopi.Tapi juga karena adanya mitos-mitos tidak bagus tentang kopi itu sendiri yang banyak beredar.
Ada yang mengatakan kopi itu tidak baik bagi kesehatan.Kopi itu bisa bikin darah tinggi atau sakit jantung kata beberapa orang.Waw mengerikan sekali dampaknya.Demikian juga di beberapa jurnal kesehatan dikatakan kopi itu mengandung kafein yang bisa bikin efek ketagihan.Alasan yang tepat untuk menghindarinya demi alasan kesehatan.
Selain itu kopi juga sering disandingkan dengan rokok.Perokok pasti butuh kopi dan orang minum kopi karena perokok, begitu mitos yang dikatakan orang.Padahal penulis berada di barisan anti rokok.Ya akhirnya gak jadi lagi minum kopi.
Keadaan berubah sejak enam tahun lalu.Waktu itu penulis diserang sakit kepala hebat.Kepala terasa mau pecah  seperti iklan obat sakit kepala itu.
Penulis teringat satu mitos baik kopi adalah mengurasi rasa sakit kepala.Efek kopi yang mampu melebarkan pembuluh darah yang menyempit diyakini ampuh meredakan sakit kepala.Dan penulispun mencoba resep ini.
Penulis menyeduh setengah cangkir kopi kental.Aromanya segar sekali.Tentang rasa pahit kopi penulis tak memikirkan lagi.Toh kopi itu tak sepahit jamu.
Dan dengan membaca "Bismilla hirrahma nirrahim" disertai keyakinan kuat dan permohonan pada Tuhan penulis segera meminum kopi yang masih hangat itu.
Dan Alhamdulillah,setengah jam kemudian efeknya mulai terasa.Rasa sakit itu hilang.Kepala juga terasa enteng.Dan mulai saat itu penulis segera mengganti aspirin dengan kopi panas sebagai obat sakit kepala.
Saat ini manfaat kopi tak sekedar pereda sakit kepala bagi penulis.Tapi juga teman saat menulis di kompasiana.Ide bisa muncul dan kata demi kata mengalir lebih lancar setelah minum kopi.Agaknya benar yang dikatakan banyak orang bahwa ngopi itu ngolah pikiran.Bikin kita lebih pintar.
Memang di dunia ini tak ada yang abadi.Termasuk ketidaksukaan penulis pada kopi.Meski rasanya tetap pahit.Tapi kini jadi teman yang berguna.Â
Dan sekarang kalau ada yang menawari atau mengajak ngopi-ngopi penulis akan jawab "ayo".
 Yogyakarta,15022021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H