Menurut pandangan saya sebagai pecinta bola, persoalan seperti Baker di masa mendatang mungkin akan kembali terjadi. Bahkan bisa juga menimpa pesepak bola wanita berdarah Indonesia.
Namun kita patut kesal dan kebakaran jenggot jika pesepak bola kita di masa depan yang diincar atau dibajak negara lain ialah hasil pembinaan dan kompetisi usia muda sepak bola di Tanah Air.
Misalnya dan berandai-andai lagi, sosok Ronaldo Joybera Kwateh kelahiran Yogyakarta 19 tahun silam tiba-tiba diincar Timnas Liberia. Mengingat sang ayah, Roberto Kwateh yang sekarang berpaspor WNI, namun berasal dari Liberia. Tentu membuat khawatir karena Ronaldo Kwateh sedari usia dini digembleng ayahnya di sekolah sepak bola di Bantul.
Atau pesepak bola putri berdarah Jerman-Indonesia berusia 15 tahun, yakni Claudia Scheunemann. Keponakan dari Timo Scheunemann, mantan pelatih Timnas Putri itu misalnya, tiba-tiba dipanggil timnas Jerman tentu akan menjadi pukulan telak luar biasa bagi sepak bola putri Indonesia.
Akhir kata, menyitir pernyataan populer eks Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi "kalau wartawannya baik, timnasnya juga baik", maka kalau pembinaan dan roda kompetisi secara berjenjang berjalan baik, pasti terbentuk juga timnas putra dan putri yang baik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H