Berbagai nama hewan seringkali digunakan sebagai lambang atau logo yang sakral tersemat di dada kostum kebesaran klub-klub sepak bola di dunia.Â
Contohnya di kompetisi Serie A Italia ada AS Roma dengan serigala betina yang menyusui dua bayi kembar, Romulus dan Remus. Logo klub berdiri sejak 1927 tersebut menggambarkan mitos berdirinya Kota Roma yang identik dengan Kekaisaran Romawi.
Belum lagi rival sekotanya, SS Lazio. Klub dengan jersi putih dan biru langit ini mengusung hewan Elang berwarna kuning sebagai lambang mereka. Sebab dalam mitologi Yunani, Dewa Zeus memiliki hewan peliharaan Elang bernama Aquila.
Di sisi lain, logo kedua klub yang bermarkas di Stadio Olimpico, Roma itu ternyata mengalami perubahan dari masa ke masa. Alasannya, mulai dari ganti kepemilikan, sponsor, hingga pembaruan citra alias rebranding.
Tak terkecuali di kompetisi Liga Indonesia yang menjadikan hewan sebagai logo sekaligus identitas klub di mana daerah kesebelasan itu berasal.
Sebut saja runner up musim lalu Madura United. Klub berjulukan Laskar Sape Kerap itu menggunakan kepala sapi berwarna merah dengan anting di bagian moncong yang langsung membuat otak terbesit budaya Karapan Sapi di Madura.
Kemudian Persebaya dengan Hiu dan Buaya. Logo tersebut merujuk dari nama Kota Pahlawan Surabaya yang merupakan penggabungan dua kata, yakni Suro yang berarti Hiu, dan Boyo atau Buaya.Â
Apalagi sebagai klub perserikatan, awal berdirinya Persebaya dengan nama Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB)Â pada 18 Juni 1927 itu memiliki spirit dan histori yang sama dengan Surabaya. Spirit sebagai alat pemersatu bangsa pada era kolonial Belanda.
Ada juga Borneo FC dengan menonjolkan Pesut Mahakam. Seekor mamalia langka yang hidup di air tawar Sungai Mahakam. Ada makna filosofis dalam perubahan logo klub bermarkas di Samarinda itu pada 2021 lalu.
Dinukil dari laman Borneofc.id, Pesut Mahakam merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan. Ekspresi marah Pesut Mahakam dalam logo, sebagai tanda bahaya kepada musuh. Datang, Lawan, Menang!
Di sisi lain, berdasarkan laporan kompas.id berjudul "Kualitas Sungai Mahakam Turun, Populasi Pesut Si Lumba-lumba Sungai Kian Susut" pada 28 Juni 2024, menyebutkan jumlah Pesut Mahakam diperkirakan tersisa 67 individu. Angka itu mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 yang berjumlah 80 individu.
Pemilihan Pesut itu tampaknya bukan sekadar identitas dan harapan baru Borneo FC secara branding sepak bola. Tetapi juga berbalut misi Pesut Mahakam sebagai satwa kritis dan terancam punah di bumi Kalimantan.
Nah yang terbaru datang dari PSBS Biak. Klub promosi ini pada 27 Juli 2024 melakukan rebranding dengan meluncurkan logo baru menyongsong kompetisi Liga 1 musim 2024/2025.
Logo baru PSBS Biak ini bergambarkan burung cenderawasih. Spesies burung dilindungi khas Tanah Papua yang memiliki bulu indah dan menawan yang dijuluki Burung Surga.Â
Artinya, baik PSBS maupun Borneo FC turut menyuarakan keberadaan populasi satwa agar tidak punah melalui logo terbaru mereka. Apalagi logo baru tim berjuluk Badai Pasifik itu juga bertuliskan angka 1964 sebagai simbol tahun berdirinya akronim PSBS, Persatuan Sepak bola Biak dan Sekitarnya.
Karena tak bisa dipungkiri, perkara ganti logo di Liga Indonesia terkadang resisten berbenturan dengan manajemen klub yang "kolot". Sebab, sejarah kebanyakan klub di Indonesia berangkat dari kompetisi perserikatan yang notabene pernah disuntik modal dari APBD. Bisa-bisa dituding tidak menghargai sejarah.
Meskipun begitu, sebagai penikmat bola, kita juga tak bisa menutup mata terhadap fenomena perubahan logo dan nama klub secara instan. Entah itu karena alasan merger atau diakuisisi kepemilikannya dengan dalih industri sepak bola.
Karena dampaknya bukan hanya pindah homebase, melainkan mengalami dualisme. Bahkan berujung sengketa di meja hijau.Â
Akhir kata, selamat datang PSBS Biak di kompetisi kasta tertinggi Liga Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H