Bocoran Pascal Jochem tersebut bukanlah hal baru dalam Piala Eropa, termasuk Piala Dunia. Bahkan sebutan keturunan hingga diaspora bukan hanya di sepak bola, tetapi juga cabang olahraga lainnya.
Karena dalam sejarah panjang kolonialisme, Perang Dunia maupun konflik perang saudara di berbagai negara belahan dunia, Eropa dikenal sebagai tujuan favorit para pengungsi atau imigran.
Mereka melarikan diri dari negaranya demi mendapatkan suaka. Meninggalkan tanah kelahiran dan masa lalu yang pahit demi kehidupan lebih baik di Eropa.Â
Meminjam istilah kompasianer Dani Ramdani dalam artikelnya "Saat Luka Lama Hadir Kembali di Piala Eropa 2024", dia menuliskan:
"Di luar konflik tersebut, sepak bola merupakan salah satu cara untuk mempersatukan sebuah bangsa. Dalam satu tim, terdapat berbagai orang dengan latar belakang berbeda. Tetapi bisa bersatu dengan sepak bola."
Nah, apalagi FIFA sebagai induk organisasi tertinggi sepak bola mengakomodir lewat sejumlah aturan. Jadi, perekrutan pemain keturunan, pindah kewarganegaraan atau federasi/asosiasi sepak bola bukanlah hal tabu.Â
Tentu berjubelnya pemain diaspora Turki tersebut hampir mirip dengan yang terjadi di Timnas Indonesia.Â
Kalau netizen menyebut "Timnas Pusat" merujuk kepada para pemain berdarah Belanda, lantas apakah "Timnas Pusat" Turki adalah Jerman?
Menarik kita tunggu aksi Turki maupun Jerman dalam Piala Eropa 2024 ini. Apalagi melihat jadwal/bagan pertandingan, andai kedua tim bisa terus meraih kemenangan, bukan mustahil keduanya akan berduel di final Euro 2024 di Olympiastadion Berlin pada Senin, 15 Juli 2024 mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H