Lain Edi, lain pula Amin. Salah seorang perokok aktif di Kota Jambi ini mengaku tak begitu peduli dengan cukai rokok naik atau ke mana pajak rokok digunakan. Yang ia peduli adalah bagaimana keberlangsungan gaya hidup merokok dirinya.
Amin mengaku pernah mencoba beralih ke rokok elektrik. Tapi gagal.
"Saya tak terbiasa. Jadinya saya tetap saja merokok selama harganya masih di bawah Rp 50 ribu," ungkap Amin.
Fahmi, "ahli hisap" lain juga tak peduli dengan kenaikan harga rokok. Kata dia, merokok tetap jalan, tinggal menyesuaikan anggaran.
"Kalau misalnya sekarang beli rokok merek ini harganya Rp 23 ribu, besok pas yang rokok ini naik tinggal lihat rokok mana yang harganya Rp 23 ribu. Pokoknyo merokok jangan putus," aku Fahmi sambil tertawa.
Menurutnya, jika sehari tidak merokok, hidupnya ada yang kurang.
"Dak merokok kayak orang gilo. Dak tau apo nak digawekan," jelasnya.
Sementara, di mata emak-emak, kenaikan harga rokok merupakan kabar gembira dan penuh harapan.
Ditanya adakah keinginan untuk berhenti? Dia mengakui ada. Namun tidak tahu caranya.
"Kalau ada terapi yang jitu, langsung buat berhenti, saya mau ikut," tegasnya.
Keinginan berhenti merokok juga diakui Eli, ibu rumah tangga di kawasan Telanaipura. Kata dia, sejak kabar rokok bakal naik mencuat, banyak bapak-bapak yang mengutarakan niat berhenti merokok.