Sudah hampir tiga tahun setelah terjadinya invasi, konflik di Ukraina telah menciptakan ketegangan geopolitik yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar dunia.Â
Rusia sebagai aktor utama dalam konflik ini, juga menghadapi tekanan militer dari blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Di sisi lain Korut yang juga sedang menghadapi isolasi internasional terkait nuklirnya melihat peluang kerja sama dengan Rusia di bidang militer.
Dalam kerja sama militer yang dilakukan ini, Realisme menekankan pentingnya kekuasaan dalam menghadapi tantangan di sistem internasional yang anarki. Yang berfokus pada kepentingan nasional, serta sebagai strategi dalam memperkuat posisi masing-masing negara.Â
Adanya Dukungan
Pada November 2024, Korea Utara meratifikasi perjanjian militer dengan Rusia yang mengharuskan kedua negara ini memberikan bantuan militer apabila salah satu negara diserang. Perjanjian ini merupakan salah satu langkah strategis untuk memperkuat aliansi militer di tengah isolasi internasional yang dialami Rusia akibat invasinya ke Ukraina.
Kurang lebih sebanyak 10.000 pasukan militer Korea Utara dikerahkan dalam konflik yang sedang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Terdapat pula dukungan seperti pertukaran senjata dan amunisi, yang sudah dirancang untuk memperkuat posisi masing-masing negara.
Menurut laporan intelijen, Korut memasok Rusia dengan berbagai kebutuhan militer seperti amunisi artileri dan juga berbagai macam rudal yang siap diluncurkan.Â
Adanya dukungan amunisi dari Korea Utara menjadikan poin plus untuk Rusia, yang menghadapi kekurangan persediaan militer akibat tekanan sanksi internasional dan juga konflik berkepanjangan dengan Ukraina.
Timbal balik dari Rusia yaitu Korea Utara mendapatkan akses teknologi militer dan dukungan ekonomi dari Rusia. Bantuan ini juga menjadi kesempatan Korut untuk mengembangkan kapabilitas militernya termasuk program nuklir yang menjadi prioritas utama rezim Kim Jong Un.
Perspektif Realisme