Sewaktu situasi krisis antara Indonesia dan Timor Leste (saat itu masih disebut Timor –Timur dan menjadi bagian dari Indonesia, Red) mencapai puncaknya pada 1999, keharmonisan rumah tangga Eva dan Jose ikut ’’memanas’’.
Pada 30 Agustus 1999, pemerintahan BJ Habibie terpaksa menggelar jajak pendapat bagi rakyat Timor Timur pada 30 Agustus 1999. Hasilnya mengecewakan. Sekitar 78,5 persen rakyat Timor Timur menyatakan ingin merdeka.
Sebagai orang asli Timor Timur atau Timor Leste, Jose ngotot ingin kembali ke Dili, kampung halamannya. Perbedaan sikap dalam memandang nasionalisme inilah yang membuat Eva dan Jose memutuskan untuk berpisah. ’’Sejak referendum kami sepakat beda jalan,’’ tutur Eva yang sempat bekerja sebagai konsultan di Asia Foundation.
Jose sendiri akhirnya memilih berkarir sebagai pegawai negeri di departemen luar negeri Timor Leste. Dianggap berprestasi, Jose kemudian dipercaya menjadi dubes Timor Lester di Belgia dan Uni Eropa. Pada tahun 2006, Jose kembali ditarik ke Timor Leste.
Pada tahun 2006 itulah Eva dan Jose mulai memperbaiki hubungan. Setahun sebelumnya, yakni pada 2005, Eva melangkah ke DPR sebagai pengganti antar waktu dari Fraksi PDIP. ’’Karena situasi kedua negara membaik, terus anak ogah aku nyari bapak baru, kami memperbaiki hubungan demi anak. Ternyata setelah enam tahun, hati kami tidak terpisah. Tapi, semuanya terutama demi anak,’’ kata Eva lantas tersenyum.
Tiga tahun kemudian lahirlah putra kedua yang diberi nama Danny Surya Utama Dias. ’’Yang kecil ini hasil rujuk,’’ ujar Eva.
Menurut Eva, baru sekitar enam bulan, Jose ditunjuk menjadi dubes Timor Leste di Kuala Lumpur, Malaysia. ’’Tapi, kularang masuk partai. Biar nggak tambah complicated,’’ tuturnya.
Dia menegaskan, ketika menikah Jose sepenuhnya berstatus Warga Negara Indonesia (WNI). Persoalan politik yang membuat Jose akhirnya memilih kewarganegaraan Timor Leste. ’’Apa karena Timor Lester merdeka, lalu saling menghalangi karir hasil kerja keras masing –masing? Edan wae,’’ protes Eva.
Dalam dunia politik yang keras dan kejam, sejernih dan setulus apapun isi hatimu  berkorban bagi bangsa dan negara itu akan tiada gunanya ketika selembar kertas menulis lain tentang riwayat hidupmu.Â
Akan ada saja orang yang akan menuduhmu dengan segala argumentasi. Selalu saja ada argumentasi yang bisa menyalahkanmu tapi sesungguhnya tidak akan bisa mengalahkanmu. Argumentasi yang meragukan kesetian dan rasa cintamu pada bangsa dan negara.Â
Kebenaran bisa saja disalahkan, tapi tidak akan bisa dikalahkan. Tidak ada yang bisa mengalahkan kebenaran isi hatimu ketika bibirmu bergetar menyanyikan lagu Indonesia Pusaka, Indonesia Tanah Air Beta.