Semenjak berdirinya GAPNI pada tanggal 17 Agustus 2018 maka tugas dan fungsi Forum Petani Nata De Coco Indonesia (FPNCI) selesai. GAPNI beranggotakan perajin Nata De Coco, pengolah Nata De Coco, Industri Minuman Nata De Coco dan Peneliti.
Potensi Nata De Coco di Indonesia berdasarkan data dari Agus Rahmat Koto dalam pepnews.com mencapai 1,6 Triliun rupiah. Nilai tersebut diperoleh dari sektor Nata De Coco untuk pangan. Dengan pengembangan Nata De Coco sebagai bahan industri non pangan seperti serat pakaian yang berpotensi menyerap Nata De Coco lembaran 1.000 Ton/bulan dan ini meningkatkan nilai tambah pada Nata De Coco.
Tingginya peran penambahan nilai Nata De Coco dalam perekonomian masyarakat tidak terlepas dari berbagai masalah - masalah yang dihadapi oleh perajin Nata De Coco, berikut persoalan yang dihadapi oleh perajin Nata De Coco :
1. Isu lingkungan
Dalam pembuatan Nata De Coco dihasilkan 2 macam limbah yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari sisa pembersihan Nata De Coco lembaran dan Nata De Coco yang gagal sedangkan limbah cair dihasilkan dari media yang tidak membentuk Nata De Coco sempurna.
Permasalahan lingkungan ini menjadi jalan timbulnya permasalahan lain bagi perajin seperti persoalan sosial dan hukum.
2. Isu sosial
Proses fermentasi menghasilkan bau asam yang hal itu merupakan hal yang wajar. Timbulnya bau dan ketidakpedulian terhadap kegiatan sosial masyarakat mengakibatkan timbulnya permasalahan sosial ini.
3. Perlindungan hukum
Perajin Nata De Coco merupakan industri rumahan yang secara lingkup jumlah produksi termasuk usaha kecil. Perijinan fermentasi Nata De Coco dapat berupa Surat SPPL (Surat Pernyataan kesanggupan Pengelolaan Lingkungan) yang diketahui oleh Dinas Lingkungan setempat. Sebagian besar perajin yang ada masih dalam proses pembuatan surat tersebut.
4. Nilai tambah