Dari dua pencapaian nyata tersebut, maka dunia merespon dengan berbagai pengakuan dalam bentuk penghargaan maupun apresiasi positif lainnya. Penghargaan-penghargaan dunia internasional melalui badan-badan internasional dibawah naungan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) terhadap pencapaian Indonesia  adalah :
 1. Pencapaian Swasembada Beras dari WHO tahun 1984
 2. Kependudukan dari UN Secretary tahun 1989
 3. Kesehatan dari WHO tahun 1991
 4. Pendidikan dari UNESCO tahun 1993
 5. Pengentasan Kemiskinan dari UNDP tahun 1997
Seolah masih mencari jati diri, para pemimpin bangsa ini dalam keadaan sadar telah beberapa kali melakukan Amandemen (perubahan) terhadap UUD 45. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan persaingan global saat ini. Inilah yang menjadi dasar utama pertanyaan besar di benak Subiakto Tjakrawerdaya sebagai penguatan liberalisasi terhadap Pancasila.Â
Bergesernya pemahaman akan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara mencakup Ipoleksosbudhankam, diyakini menjadi salah satu pemicu amandemen UUD45 yang sudah beberapa kali dilakukan. Isu globalisasi, isu persaingan terbuka dalam ekonomi, dan isu demokratisasi pembangunan menuju pembangunan berbasis kerakyatan dijadikan landasan dalam merubah apa yang seharusnya tidak dirubah, yakni UUD 45. Maka tidak heran dalam bukunya ini, Prof.Kaelan MS mengatakan, " Pancasila telah dikubur oleh bangsanya sendiri,".
Indonesia menjelma menjadi negara yang selalu meminta aliran investasi kepada seluruh negara maju demi pencapaian pertumbuhan ekonomi. Membuka tatanan birokrasi, membuka sistem keamanan berlapis demi masuknya seluruh pihak yang ingin berinvestasi di dalam negeri, bahkan sekarang sudah belajar mengenai bagaimana cara membangun negeri ini dari bangsa lain. Padahal Indonesia sudah melewati hal itu sejak puluhan tahun lalu. Kemandirian yang pernah berusaha dicapai akhirnya bukan dilanjutkan, melainkan diulang lagi dari awal.
Membuka selebar-lebarnya aliran investasi adalah wajar, namun menjadi tidak wajar adalah jika nantinya menuju pada keadaan dimana segala kekayaan yang ada di dalam negeri perlahan ikut diberdayakan oleh pihak asing. Ini bukan sekedar celoteh, mengapa demikian? karena setiap kerjasama bilateral maupun ruang lingkup regional multilateral sekalipun, langsung di ratifikasi (menjadi Undang Undang). Dan jika ditelisik mendalam, maka isinya adalah murni mengarah kepada liberalisasi yang komprehensif atau tidak ada batasannya.
" Sangat disesalkan hal tersebut sampai harus terjadi di negara ini, " cetus Salamudin Daeng, pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) terkait pemaparan Subiakto Tjakrawerdaya.
Oleh karena itu, jika memang sejarah mencatat berbagai usaha positif pembangunan di era sebelumnya mengacu kepada murninya nilai luhur Pancasila dan UUD 45, seharusnya tinggal dilanjutkan saja. Tidak ada yang harus dirubah secara terang-terangan maupun tersirat. Elemen bangsa dari penguasa sampai rakyat harus berfikir jernih dengan mempertimbangkan sejarah.Â
Karena saat semuanya terbuai dengan 'mimpi di hari depan' dari sebagian orang, maka pemerintah sebelumnya selama kurun waktu 32 tahun sudah mewujudkan pencapaian positif bagi rakyat Indonesia. Adalah suatu kebodohan jika pemerintah saat ini menempatkan diri seolah masih mengejar pencapaian yang sama.
Inti dari semuanya adalah mengembalikan UUD 45 ke wujud aslinya sebagai Kesatuan Hukum yang utuh dan menyeluruh dari doktrin ketatanegaraan indonesia berdasarkan Pancasila demi terwujudnya kesejahteraan umum, fahami dan terapkan Pancasila dengan sebenar-benarnya, serta menetapkan kembali GBHN sebagai rancangan pembangunan masa depan. Inilah yang harus dilakukan.
[caption caption="Subiakto Tjakrawerdaya Tentang Liberalisasi Pancasila"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H