Mohon tunggu...
Binti Yuliatin
Binti Yuliatin Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

Semoga artikel yang saya buat bermanfaat untuk pembaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengintip Sejarah, Awal Mula Pagelaran Kirab Budaya dan Pusaka di Desa Cupak Kabupaten Jombang

27 November 2022   18:47 Diperbarui: 27 November 2022   18:58 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah bentuk pengabdian nyata mahasiswa kepada masyarakat. Kegiatan ini diwajibkan oleh beberapa perguruan tinggi sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi termasuk Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya yang pada tahun ini melakukan kegiatan Matching Fund atau KKN di sebuah desa terpencil dan jauh dari keramaian kota yaitu Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang. 

Banyaknya program kerja yang akan dilakukan oleh pihak Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya untuk membantu, mengarahkan dan melakukan pembenahan sarana prasarana untuk memajukan desa tersebut. 

Salah satunya saya Binti Yuliatin yang merupakan mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas 17 Agustus 1945 dibawah bimbingan Dra. Cholis Hidayati, MBA., Ak., CA selaku dosen pembimbing lapangan dan Prof. Dr. Tri Ratmawati AK. MS.CA.CPA selaku Ketua Kegiatan Matching Fund 2022 melakukan pengabdian dalam bentuk program Kedaireka 2022, MBKM, dan Matching Fund 2022 Prodi Akuntansi dengan melestarikan adat istiadat yang dimiliki di Desa Cupak dan mengenalkan sejarah dan budaya yang dimiliki desa tersebut ke masyarakat umum.

Desa Cupak, banyak yang belum mengetahui desa tersebut menyimpan sejarah yang panjang yaitu mengenai perjalanan hidup Raja Airlangga dan putrinya Dewi Kilisuci yang penuh lika liku. 

Semua sejarah tersebut berawal dari legenda Gunung Kelud, menurut legendanya Gunung Kelud tidak berasal dari gundukan tanah meninggi secara alami, akan tetapi terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti yang bernama Mahesa Suro dan Lembu Suro.

Legenda tersebut berawal dari Dewi Kilisuci yang memiliki paras yang sangat cantik sehingga dilamar oleh dua raja sekaligus, namun raja tersebut bukanlah dari bangsa manusia hal tersebut dapat diketahui karena salah satu raja berkepala lembu yang bernama Lembu Suro dan satunya lagi berkepala kerbau yang bernama Mahesa Suro. 

Untuk menolak lamaran dari kedua raja tersebut, Dewi Kilisuci membuat sayembara yaitu membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud tidak hanya itu Dewi Kilisuci juga meminta, satu umur yang harus dibuat pada sayembara tersebut berbau amis dan satunya lagi berbau harum atau wangi  dengan waktu dalam satu malam atau sampai ayam berkokok. 

Permintaan itu disetujui oleh kedua raja tersebut, akan tetapi saat sumur sudah jadi Dewi Kilisuci masih enggan untuk menikah, maka Dewi Kilisuci memberikan satu permintaan lagi yaitu kedua raja tersebut harus membuktikan bahwa kedua sumur tersebut benar-benar berbau harum dan satunya amis. Terbujuk rayu Dewi Kilisuci, kedua raja tersebut pun masuk kedalam sumur. 

Ketika kedua raja tersebut sudah masuk ke dalam sumur yang sangat dalam, Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun kedua sumur tersebut dengan batu. Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro, akan tetapi sebelum mati Lembu suro sempat bersumpah dengan mengatakan "Oyoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yaiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung". Dengan legenda tersebut, Masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan sesaji sebagai tolak bakal sumpah itu disebut Larung Sesaji.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Menurut Novi Inggit Fitanaya, S.Pd, Pagelaran kirab budaya merupakan kearifan budaya lokal setempat dan menjadi uri-uri atau melestarikan adat istiadat yang dilakukan setiap tahunnya. 

Dalam upaya pelestarian budaya ini dilakukan akulturasi budaya dalam kesenian sehingga dapat menjadi daya tarik masyarakat untuk ikut memeriahkan Uri-uri Adat Istiadat yang ada, dan pada tahun ini Desa Cupak mengemas dalam seni drama, tari, dan musik yang menceritakan perjalanan Dewi Kilisuci sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur warga Desa Cupak,Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang.

Dokpri
Dokpri

Acara kirab budaya di Desa Cupak berlangsung pada tanggal 09 Oktober 2022 yang dibuka langsung oleh Dr Mulyanto Nugroho, MM., CMA.,CPAI selaku rektor universitas 17 Agustus 1945 Surabaya didampingi oleh Kepala Desa Cupak yaitu Bapak Winarsono. Acara ini berlangsung sangat meriah yang dihadiri oleh seluruh warga Desa Cupak untuk memeriahkan upacara adat istiadat. 

Pada tahun ini upacara adat di kemas dalam seni drama, tari dan musik yang menceritakan mengenai perjalanan Dewi Kilisuci yang akan dilaksanakan diatas Gunung Pucangan, tidak itu saja dimalam hari akan diadakan pementasan wayang kulit semalam suntuk. Hal ini dilakukan untuk melestarikan kebudayaan dan adat istiadat dan merupakan bentuk rasa penghormatan, rasa syukur warga Desa Cupak Jombang.

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun