Mohon tunggu...
B. Prasetya
B. Prasetya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikam Ideologi

24 November 2018   08:52 Diperbarui: 24 November 2018   12:37 1830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berbuat baiklah, Jangan bermusuhan dan Jangan berbuat dosa demi dosa di atas pangkuanku. Agar kalian dapat hidup dan mati secara suci. Sejahtera ketika hidup, sejahtera ketika mati dan sejahtera ketika dibangkitkan nanti." Demikian kira-kira kalimat yang tertulis dalam buku Kitab Natanegara.

Sesungguhnya, itulah amanat yang tersirat di balik Pancasila! Lepas dari itu adalah KEBINASAAN! Betapa tinggi nilai-nilai luhur bangsa ini. Alhamdulillah.

Menikam ideologi adalah berbagai perbuatan yang disengaja maupun tidak disengaja bisa membunuh ideologi (baca : meruntuhkan Pancasila secara langsung maupun tidak langsung, termasuk mengganti Pancasila dengan ideologi hawa nafsu, yaitu ; menghalalkan diri atas perbuatan-perbuatan yang diharamkan Pancasila).

Pancasila adalah perjanjian suci, antara para pendiri negara ini yang mengikat seluruh penduduk Indonesia tanpa terkecuali dari generasi ke generasi dengan semesta Raya Indonesia disaksikan Allah SWT, bahwa ; sepanjang hidup, hingga bumi digulung (baca; kiamat), mereka beserta keturunannya akan berpancasila secara keseluruhan, tepat dan lurus. Menjadi manusia-manusia yang SUJUD. Manusia-manusia yang TUNDUK PATUH kepada Tuhannya apapun golongan agama yang dianut.

Intinya, tidak ada pilihan bagi bangsa ini kecuali, "Berpancasila  atau hancur!"

Inilah hukum yang menguasai bumi Garuda!

Kodrat Bangsa Indonesia

Senin, 05 Nopember 2018. Semilir angin dingin berhembus, sejukkan pagi. Terdengar lantunan lagu Indonesia Raya dari salah satu radio siaran swasta, di Surabaya. Pertanda waktu menunjukkan tepat pukul 06:00 WIBB.

Hujan tipis mengunjungi embun, bercengkrama di atas dedaunan pohon cemara, depan rumah. Tiga empat burung pipit menari-nari riang. Dua diantaranya sibuk membenahi sangkar.

Darah berdesir menyimak bait demi bait lagu tersebut hingga usai. Hikmat. Hening sejenak.

Tiba-tiba terdengar suara lantang seorang bocah laki-laki, berambut ikal, usia jelang 12 tahun, berpostur kurus tinggi membacakan Pancasila, sambil memakai sepatu warna hitam, di teras. Mengenakan seragam putih merah lengkap dengan dasi dan topi. Hanif Natanegara, duduk di bangku sekolah dasar, kelas enam. Tas ransel di punggungnya tampak berat, berisi segudang buku pelajaran hari itu. Wajahnya polos tanpa beban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun