Mohon tunggu...
B. Prasetya
B. Prasetya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lagu Indonesia Raya "Sebelum" Dan "Sesudah" Kemerdekaan

6 Juni 2017   05:01 Diperbarui: 7 Juni 2017   01:02 2748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pekerjaan seni tidaklah sesederhana fisik, karena melibatkan "rasa". 

Dan "rasa" adalah suatu komponen abstrak dalam sistem alam diri manusia yang sangat kompleks lagi rumit untuk dipahami karena melibatkan perpaduan empat unsur abstrak sekaligus, yaitu ; 

  1. Alam bawah sadar. 
  2. Kesadaran intelektual.
  3. Asa
  4. Masa (dimensi waktu).

Bertemunya antara alam bawah sadar dan kesadaran intelektual dalam satu asa disatu dimensi waktu yang tepat, akan menghasilkan suatu luapan rasa yang tak akan mampu dilukiskan kehebatannya dalam bentuk kata-kata, itulah yang disebut dengan PANGGILAN JIWA. 

Kesimpulannya lagu Indonesia Raya baru akan mampu menyentuh "rasa" generasi pasca 45 serta menggerakkan jiwa bela negara mereka setelah terlebih dahulu DISELARASKAN satu kata di dalamnya, yaitu dari kata ;

"...Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..." 

                             MENJADI 

"...Di sinilah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..."

 

 MENIMBANG

  1. Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh W.R. SOEPRATMAN jauh sebelum Indonesia merdeka, sekitar  tahun 1924 dan pertama kali diperkenalkan di depan khalayak umum pada tanggal 28 Oktober 1928 di Konggres Pemuda II di Batavia.
  2. Lagu tersebut diracik secara khusus sesuai dengan suasana bathin dan kebutuhan pada masanya (pergolakan merebut kemerdekaan). 
  3. Bila diperhatikan dengan cermat, sebenarnya komponis secara tidak langsung menyampaikan sebuah pesan penting bahwa Indonesia yang didambakan pada saat itu masih sebatas "MIMPI BESAR", karena itulah beliau sengaja memilih kata "...Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku...".
  4. Tanpa disadari, kata "...Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..." ternyata merupakan KATA KUNCI pengobar nasionalisme kaum pergerakan bahwa Indonesia yang masih berada "Di sana" pasti terwujud dan wajib diwujudkan apapun resikonya hidup atau mati!
  5. Singkat cerita, Kesaktian kata "...Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..." senantiasa meliputi alam bawah sadar, hati dan pikiran kaum pergerakan sehingga tumbuh kesadaran bersama dalam diri mereka untuk lebur dalam satu mimpi, satu cita-cita, satu tekad dan satu tujuan yang sama, yaitu ; Memerdekakan Indonesia, meskipun perang adalah jawabannya. 

 

MEMPERHATIKAN

1. TINJAUAN DARI SISI TATA BAHASA

  • Sesungguhnya pemakaian kata "...Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..." dalam lagu tersebut adalah kata penunjuk yang menyatakan tempat yang jauh dengan pembicara. 
  • Sebagaimana diketahui, pada saat itu negara Indonesia belumlah merdeka, seluruh wilayah negeri ini masih dalam cengkeraman penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda yang diakui secara de jure dan de facto oleh dunia internasional dengan Ratu atau Raja Belanda sebagai kepala negaranya.  
  • Itulah alasan mengapa W.R. SOEPRATMAN dalam lagu Indonesia Raya memilih kata "...Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..." karena waktu itu Indonesia memang masih sebatas cita-cita, harapan dan impian.
  • Hal ini tercermin dari surat yang ditulis W.R. SOEPRATMAN sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1938, yang isinya sebagai berikut : 

         "Nasipkoe soedah begini. Inilah yang disoekai oleh Pemerintah Hindia Belanda. Biar saja meninggal, Indonesia pasti merdeka".

  • Namun setelah Indonesia merdeka, maka kata "...Di sanalah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..." secepatnya harus segera diselaraskan menjadi "...Di sinilah aku berdiri, Jadi pandu ibuku...". 
  • Sebab kata "...Di sinilah aku berdiri, Jadi pandu ibuku..." adalah kata penunjuk yang menyatakan tempat yang dekat dan atau melekat dengan pembicara.
  • Ini artinya, kata "...Di sinilah aku berdiri, Jadi pandu ibuku...", merupakan bentuk penekanan, penandasan dan penegasan yang setegas-tegasnya serta sesadar-sadarnya kepada diri sendiri, dunia internasional juga semesta alam bahwa generasi pasca 45 pada saat ini sudah menginjakkan kakinya di atas tanah airnya sendiri yang merdeka serta berdaulat penuh! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun