Mohon tunggu...
bintangperdana
bintangperdana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Seorang mahasiswa yang tertarik pada topik politik dan pemerintahan serta hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan PPN 12% : Menuju Kemajuan Ekonomi atau Perampokan Rakyat?

25 Desember 2024   11:25 Diperbarui: 25 Desember 2024   11:26 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah dua tahun setelah diberlakukan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% pada tahun 2022 lalu, muncul rencana kenaikan PPN menjadi 12% di akhir tahun 2024 ini. Hal ini menimbulkan banyak kontroversi publik yang merasa bahwa kebijakan ini cukup memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit. Dikutip dari situs media Tempo.co, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyatakan, langkah pemerintah dalam menaikkan PPN ini tidak serampangan. Keputusan ini diambil demi meningkatnya pendapatan negara, mengurangi ketergantungan terhadap utang, dan menyesuaikan tarif pajak dengan standar internasional. Menteri Keungan, Sri Mulyani, juga menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini sudah sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 tahun 2021.

Kritik Terhadap Kenaikan PPN

Berbagai kritik terkait kebijakan inipun bermunculan, para pakar ekonomi memaparkan ancaman yang dapat terjadi dari kenaikan PPN di tengah perlambatan ekonomi. Salah satunya Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto, mengatakan bahwa ancaman turunnya pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh kenaikan PPN menjadi 12% adalah nyata adanya. Kenaikan PPN yang dilakukan dengan tanpa memedulikan keadaan ekonomi di lapangan akan semakin menekan daya beli dan konsumsi masyarakat kelas menengah. 

Peneliti Indef lainnya, Ahmad Heri Firdaus juga turut menyampaikan keresahannya terkait dampak kenaikan PPN. Ia mengungkapkan dampak berantai yang dapat terjadi dari sektor industri, dimulai dari biaya produksi yang meningkat. Industri membeli bahan baku kemudian diolah menjadi barang setengah jadi, prosesnya ini mendapat PPN. Lalu ketika barang tersebut dibeli oleh industri lain atau sampai pada konsumen akhir dikenakan PPN juga yang berimbas pada kenaikan harga.

Selain itu, bahkan kritik dari kalangan pengusaha pun muncul. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, mengatakan, sektor usahanya yaitu makanan dan minuman akan menjadi salah satu yang terkena imbasnya. Ia berharap pemerintah mengkaji kembali kebijakan ini, menurutnya dengan meningkatnya tarif PPN walau hanya 1 persen, akan terasa sangat berat sekali, terlebih untuk kebutuhan pangan.

Rencana kebijakan pemerintah dalam menaikkan PPN menjadi 12% berdasarkan apa yang dijelaskan, telah menuai ragam kontroversi terkait kehadirannya. Meskipun begitu, pemerintah mengeklaim bahwa kebijakan tersebut telah dipertimbangkan dengan hati-hati dan sesuai dengan regulasi yang ada. Namun, pernyataan tersebut menggambarkan bahwa pertimbangan dalam rencana kenaikan PPN dilakukan menggunakan kacamata kuda tanpa memperhatikan realitas ekonomi yang terjadi saat ini. Pemerintah seolah-olah dikejar setoran untuk mencapai target penerimaan pajak dengan standar internasional tanpa memedulikan kondisi masyarakat yang sedang sulit. Studi yang dilakukan oleh Feb & Dunci (2023) menunjukkan bahwa pada kenaikan PPN sebelumnya dari 10% menjadi 11%, telah memberi dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan rendah sebesar 34,4%. 

Saya rasa masyarakat Indonesia pun tidak merasakan timbal balik yang cukup signifikan dari pajak yang mereka bayarkan. Beberapa diantaranya adalah kualitas layanan publik yang masih kurang, transportasi publik yang belum baik, kualitas pendidikan belum merata, sulitnya akses terhadap air bersih dan permasalahan-permasalahan lainnya.

Pendekatan Keynesian Terhadap kenaikan PPN 

Fenomena ini dapat dikaji dengan pendekatan ekonomi politik keynesian, dimana pemerintah memiliki kuasa dalam kebijakan ekonomi negaranya, dalam hal ini menaikkan pajak. Ekonomi politik Keynesian adalah sebuah pendekatan dalam ilmu ekonomi yang diperkenalkan oleh John Maynard Keynes. Pendekatan ini mengkritik gagasan pasar yang mampu mengatur dirinya sendiri, seperti yang dianut oleh para pemikir klasik dan neoklasik sebelumnya. Teori ekonomi politik Keynesian menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengelola perekonomian guna mencapai tujuan tertentu, seperti mengatasi resesi dan menekan angka pengangguran (Purba et al., 2024). Dalam hal ini pemerintah Indonesia melakukannya untuk mengurangi ketergantungan terhadap utang, menaikkan pendapatan, dan menyesuaikan dengan standar internasional.

Keynesianisme menekankan beberapa konsep utama, seperti keseimbangan (equilibrium), persaingan (competition), uang (money), ekspektasi (expectation), dan likuiditas (liquidity). Teori Keynesian menjelaskan bahwa siklus bisnis cenderung berfluktuasi antara periode ekspansi dan kontraksi. Pada fase resesi, terjadi penurunan permintaan, sehingga pemerintah diharapkan mengambil langkah-langkah untuk mendorong permintaan dan memulihkan pertumbuhan ekonomi (Purba et al., 2024). Tiga bentuk penerapan teori Keynes yang dijadikan kebijakan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan pengawasan langsung (Sukirno, 2016). Menaikkan tarif pajak, dalam hal ini yaitu PPN, merupakan kebijakan fiskal yang dapat menekan inflasi sebagaimana mestinya. Pajak kemudian dialokasikan untuk mendanai kebutuhan pembangunan dan penyerapan tenaga kerja (Purba et al., 2024).

Dampak Terhadap Daya Beli Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun