Mohon tunggu...
Bintang Muhammad Sahara Efendi
Bintang Muhammad Sahara Efendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurnalis Junior

Mencoba untuk mengerti dan memberi dengan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Relevansi Perjalanan Pendidikan Indonesia

11 Januari 2024   16:25 Diperbarui: 11 Januari 2024   16:53 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Artikel Argumentasi

Rekam jejak pendidikan nasional tak lepas dari berbagai peran para tokoh bangsa dalam memerdekakan manusia di ranah pendidikan dan budaya. Banyak sekali hikmah yang dapat kita ambil sebagai calon guru masa depan agar tak terbelenggu oleh pola pikir bahwa guru hanyalah penyalur ilmu melalui pengajaran dan peserta didik adalah kertas kosong yang dapat diatur oleh guru.

1. Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

"Pendidikan harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman". Kalimat paling berkesan yang pernah diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara. Dalam hal ini dapat dimaknai bahwa kodrat alam memiliki keterkaitan dengan ''sifat'' dan ''bentuk'' lingkungan di mana anak (peserta didik) berada/tinggal. Sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan ''isi'' dan ''irama''.

Pemaknaan lebih lanjut dari ''sifat'' adalah bahwa kebudayaan memiliki sifat yang meluas. Sedangkan maksud ''bentuk'' ialah adanya penilaian tersendiri bahwa dalam lingkungan memiliki berbagai ragam bentuknya. ''Isi'' berkaitan dengan variatifnya sifat hingga corak kebudayaan yang ada di sekitar lingkungan tinggal/belajar anak. Adapun ''irama'' yang dimaknai dengan keberlangsungan kebudayaang tersebut akibat dan tanggung jawab para manusia yang ada pada era dan kondisi tersebut.

Kalimat KHD itu pun mengingatkan saya dengan seorang Khalifah kedua dalam Islam, yaitu Umar bin Khattab, yang di mana ia juga pernah mengatakan "didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu".

2. Asas Trikon

KHD mengungkapkan bahwa dalam mewujudkan transformasi pendidikan, maka diperlukannya sebuah prinsip yang tertuang dalam ''Asas Trikon''. Sesuai dengan namanya ada tiga asas yang diusung sebagai berikut.

a. Asas Kontinu

Guru sebagai pendidik harus menuntun peserta didik secara berkelanjutan dan berkesinambungan dengan zaman.

b. Asas Konvergen

Guru sebagai pendidik harus menuntun peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang terbuka dan tidak kolot, sehingga peserta didik mendapatkan referensi yang bervariasi.

c. Asas Konsentris

Guru sebagai pendidik harus menuntun peserta didik sesuai dengan kepribadian (karakter dan budaya) mereka agar mampu memperoleh kemajuan yang diharapkan.

3. Menghamba kepada Peserta Didik

Konsep pendidikan yang dicetuskan oleh pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dimaknai bahwa anak bukanlah kertas kosong melainkan samar-samar telah terisi tulisan dan pendidik (guru) bertugas untuk menebalkannya. Di sini lah posisi para pendidik seharusnya menghamba kepada peserta didik, karena peserta didik dipandang sebagai subjek pembelajaran. Secara tidak langsung, peserta didiklah yang memegang kendali dari pembelajaran. Dari sinilah konsep merdeka dalam belajar muncul dan diterapkan dalam bentuk kurikulum paradigma baru yang biasa kita kenal dengan Kurikulum Merdeka sejak tahun 2022.

4. Pembelajaran dengan Sistem Among

Proses pembelajaran yang seharusnya menggunakan sistem ''among''. Kata ''among'' sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu ''mong'' atau ''momong'' yang berarti mengasuh anak yang dalam hal ini mengarah kepada menuntun anak. Pada proses pembelajaran, peserta didik bukanlah objek melainkan subjek itu sendiri. Proses pembelajaran tidak bersifat memaksa, melainkan tuntunan bagi hidup dan perkembangan anak. Ketika, guru sebagai pendidik sudah paham dengan konsep ini, maka guru tersebut seharusnya sadar bahwa setiap anak memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda dan tidak dapat disamaratakan.

5. Trilogi Pendidikan Nasional

Penerapan trilogi pendidikan merupakan suatu konsep, dimana kebijakan dan prosedur pelaksanaan gagasannya disusun oleh Ki Hajar Dewantara sebagai landasan pengelolaan pendidikan di Perguruan Tamansiswa dan untuk mencapai tujuan pendidikan. Trilogi berbunyi sebagai berikut, ''Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani''.

Adapun maksud dari trilogi itu sebagai berikut.

a. Ing Ngarso Sung Tuladha

Guru sebagai pendidik berada di depan untuk memberikan teladan (contoh) kepada anak didiknya.

b. Ing Madya Mangun Karsa

Guru sebagai pendidik berada di tengah untuk membangunkan semangat kepada anak didiknya.

c. Tut Wuri Handayani

Guru sebagai pendidik berada di belakang untuk memberikan dorongan dengan mengikuti dan mengarahkan anak didiknya agar dapat berani berjalan di depan dan memiliki rasa tanggung jawab.

6. Keinginan Kuat akan Budi Pekerti

KHD tidak hanya berkeinginan kuat akan memajukan kebebasan anak akan pembelajarannya saja, namun juga ingin membangun konsep pentingnya budi pekerti (kekuatan batin) kepada anak-anak bangsa. Budi pekerti sebagai faktor penting selain intelektual dan jasmani yang akan membawa anak-anak kepada kesempurnaan hidup.

7. Keeratan Pendidikan dan Kebudayaan

Ki Hajar Dewantara juga menegaskan terkait arti pendidikan yang dimaknai bahwa pendidikan adalah usaha  kebudayaan  yang bermaksud  memberi  bimbingan  dalam  hidup  tumbuhnya  jiwa  raga  anak  agar  dalam  kodrat pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan. Dari dua pandangan Ki Hajar Dewantara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan sangatlah erat hubungannya dengan kebudayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun