Mohon tunggu...
Bintang Hati
Bintang Hati Mohon Tunggu... -

Hati yang penuh berpenyakitan, sumber kedengkian, sumber kesombongan, sumber kebencian, ujub, ri'ya dan kebusukan-kebusukan lainnya, bermuara di situ. Maka aku terus berusaha agar ada bintang di hati.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kenapa Harus Menunggu 22 Juli...?

19 Juli 2014   06:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:55 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sekedar berpendapat berdasarkan pandangan dan pikiran saya yang terbatas.
Kita memang sudah terbiasa menempatkan arti sebuah kemenangan pada hasil yang dicapai. Kemenangan adalah ketika kita mampu mengalahkan lawan kita. Demikian juga sebaliknya kekalahan adalah ketika kita dikalahkan oleh lawan kita. Itulah pandangan kita terhadap apa yang dinamakan menang dan kalah.

Tidak salah sama sekali. Pandangan demikian sudah merupakan pandangan umum yang sangat lazim dalam kehidupan kita. Contoh dalam peristiwa yang baru terjadi seperti di Piala Dunia. Semua orang di belahan dunia manapun tahu dan menyatakan dengan pasti bahwa pemenang piala dunia adalah Jerman. Tidak ada yang salah, karena itulah faktanya, siapa yang berani membantah.

Out of the box. Bukan saya ingin keluar dari kelaziman, tetapi saya selalu ingin memandang dari sudut yang lain. Saya ingin selalu menanamkan dalam pikiran saya bahwa kemenangan bukan terletak dari hasil, tetapi dia berada pada proses pencapaiannya.

Setahun yang lalu saya pernah menulis tentang hal ini, tetapi pada kontek dan peristiwa yang berbeda. Saya kutip kembali bagian analogi yang berkaitan dengan makna sebuah kemenangan :
Kita sebagai orang tua yang mempunyai anak, tentunya ingin agar anak kita juara kelas di sekolahnya. Begitu bangganya dan senangnya orang tua ketika nama anaknya disebut dan dipanggil di depan podium untuk menerima piala atau penghargaan dari sekolah. Apalagi semua itu diperoleh dengan tekun belajar, sang anak mampu membagi waktu antara bermain dan belajar, penuh semangat untuk meraih yang terbaik.

Namun sebaliknya, apabila anak kita tak menjadi juara kelas, apakah kita akan kecewa, bersedih atau mungkin marah-marah….? Jawabannya barangkali beragam, tergantung bagaimana kepribadian dan mental orang tuanya.

Bagi orang tua yang meletakkan penghargaan kepada anaknya hanya pada piala yang dibawa pulang, maka kekecewaan disusul kemarahan atau juga sumpah serapah mungkin akan jadi nyanyian yang bisa merusak gendang telinga si anak. Piala yang diidam-idamkan orang tuanya kandas untuk dibawa pulang ke rumah.

Namun bagi orang tua yang baik dan bijak, pasti tidak akan hanya melihat piala tersebut, tetapi lebih kepada bagaimana perjuangan anaknya untuk menjadi juara kelas, semangat belajar, determinasi dalam menghadapi ujian. Itulah tolak ukurnya, tolak ukur orang tua yang mencintai anaknya.

Ketika anaknya tertunduk sedih mendapatkan dirinya tak juara kelas, pastilah orang tua bijak akan meraih anaknya masuk ke dalam pelukkan hangatnya. Diapun akan berbisik “anakku….. kamu sudah jadi juara bagi ayah ibumu, Piala itu memang berarti, tetapi tidak lebih berarti dari apa yang telah kau tunjukkan pada kami. Semangatmu, perjuanganmu, dedikasimu, kejujuranmu, determinasimu untuk meraih yang terbaik, itulah sesungguhnya piala buat kami ayah ibumu. Teruslah asah kemampuanmu jangan pernah berhenti karenanya.”

Kemudian analogi di atas kita coba hubungkan dengan peristiwa piala dunia yang lalu. Sesungguhnya bukan hanya Jerman yang jadi juara. Tim-tim lain yang telah menunjukkan determinasinya, perjuangannya, semangatnya, sportivitasnya adalah layak untuk juga kita sebut sebagai para pemenang….. pemenang dunia sepak bola. Dan Jerman adalah tim yang beruntung mendapat bonus piala dunia atas perjuangannya.

Bagaimana dengan ajang pilpres di negara kita. Paradigma tentang “kemenangan pemilu adalah kemenangan rakyat” harus kita pahami dengan baik. Karena kalau kita pikir, pendukung atau pemilih kedua pasangan capres-cawapres tersebut bukankah semuanya adalah rakyat. Lalu kalau demikian apakah ada rakyat yang kalah dan ada rakyat yang menang……? Atau apakah yang kalah itu bukan termasuk rakyat…..? Tidak bukan.

Di sinilah kita harus hati-hati, jika salah memahaminya maka bukan tidak mungkin akan terjadi gesekan-gesakan yang akan menimbulkan percikan-percikan api. Apalagi jumlah rakyat yang terbelah tersebut berselisih tipis, percikan api tersebut bisa menciptakan kobaran yang membesar.

Mari kita mulai dari diri kita sendiri, mungkin lewat tulisan kita di sini di kompasiana ini, untuk mengubah paradigm bahwa pemenang pilpres bukan pada siapa yang terpilih jadi Presiden dan pendukungnyat. Kemenangan pemilu adalah kemenangan kita semua. Pemenang pilpres adalah proses yang telah kita lalui dengan baik, proses yang telah kita laksanakan dengan damai. Oleh karena itu kita semua adalah pemenangnya. Dan juga harus kita pahami, pemilih yang calonnya tidak terpilih pun sebenarnya adalah pemenang. Bukankah sumbangan suaranya memperkuat legitimasi presiden terpilih.

Success is a journey not a destination. Mungkin sepantasnya kita semua memetik pelajaran dari para pemenang piala dunia seperti saya tulis di atas. Mungkin kita harus jadi bijak, sebijak orang tua yang melihat anaknya tidak juara kelas. Tenangkan pikiran kita, teduhkan hati kita bersama… maka kita akan terkejut, ternyata kita tak perlu menunggu sampai tanggal 22 Juli. Karena pemenang pilpres telah di ketahui bersama yaitu “Seluruh Rakyat Indonesia” tanpa terkecuali.

Wassalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun