Mohon tunggu...
Hermansyah
Hermansyah Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Kesehatan

Dengan Menulis, kita dapat mengekspresikan dalamnya Rasa_

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah dan Ceritanya

2 Mei 2024   16:35 Diperbarui: 2 Mei 2024   16:39 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Annira Tanisha bermain pasir di pantai Jala Dompu NTB (dokpri). 


SEBUAH kalimat bijak yang banyak orang katakan adalah, 'Rumah adalah tempat terbaik untuk kembali', ungkapan ini memang benar adanya, menarasikan perasaan tentang suasana ketika berada di rumah sungguh tidak ada kata atau kalimat yang bisa mewakilkannya, karena bukan sekedar tentang berada dan bersama orang-orang tercinta, tapi melampaui itu, tentang cerita, ekspresi rasa dan kenangannya.

Saya mencoba mewakili banyak perasaan diluar sana, orang-orang yang telah lama meninggalkan pintu rumah, merantau, mengejar cita-cita, memperbaiki taraf hidup dan sejuta alasan lainnya, bukan karena keinginan hati, tapi kondisi tertentu yang membuatnya sejenak menjauh dari rumah dan halamannya.

Begitulah kenyataan lainnya, yang saya sendiri alami dan jutaan orang lainnya, lebaran kali inipun tidak mungkin saya lewatkan begitu saja tanpa mudik ke rumah orang tua, kakak, adik dan keluarga besar di selatan kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat, tepatnya di desa Rasabou kecamatan Hu'u.

Bulan April 2024 lalu saya, istri dan anak (Annira Tanisha) menengok ibu dan bapak saya setelah setahun merantau, di keluarga kecil saya ini bukan sebuah tradisi seperti pemahaman banyak orang, tapi lebih pada kondisi libur kerja, karena hanya di waktu bulan Ramadhan liburan agak sedikit panjang dibandingkan bulan-bulan lain dalam kalender nasional.

Yaa, perasaan yang tidak pernah berubah bagi saya secara pribadi, sangat semangat dan sedikit emosional, bertemu orang tua dan keluarga yang lama tak jumpa, lebaran tahun lalu (2023) saya dan keluarga kecil juga mudik ke Dompu NTB, dan saya pun sempat menulis juga terkait perasaan ini, yaa begitulah, hanya moment yang berbeda, tapi perasaan tak pernah berubah.

Pulang mudik ke Dompu sebenarnya sedikit melelahkan, melintasi empat provinsi, bertugas di provinsi Sulawesi Tengah, lalu menjemput istri dan anak di provinsi Sulawesi Tenggara, kemudian lanjut ke Makassar Sulawesi Selatan dan ke Dompu provinsi Nusa Tenggara Barat, mungkin kalau sedikit sombong, naik mobil, kapal laut, kapal cepat dan sesekali naik pesawat itu terlalu biasa bagi saya dan keluarga kecil, hehehehe.

Inilah buah dari pilihan hidup, dengan  segala lika-liku dan tantangannya, tapi tentunya dengan sejuta cerita dan kisah yang menyertainya, bahkan saya pribadi sampai hafal betul karakter mulai dari sopir mobil, ABK Kapal Feri dan ABK Pelni sampai porter di pelabuhan.

Foto : Suasana pulang kampung bersama anak perempuan kesayangan Annira Tanisha (dokpri) 
Foto : Suasana pulang kampung bersama anak perempuan kesayangan Annira Tanisha (dokpri) 
Suasana rumah yang tak pernah berubah, merasakan udara kampung yang sejuk dengan iringan canda tawa dalam rumah, yang berubah mungkin umur dan keriput wajah ina dan baba/ama (ibu dan bapak dalam bahasa Bima) yang mulai keliatan, ini mungkin wajar, karena Ina dan Baba tidak pernah berhenti beraktivitas di sawah, menggarap, menanam, panen lalu menggarap lagi dan seterusnya, bukan karena mengejar materi atau menanggung beban biaya kuliah seperti saya, kakak saya dan adik saya seperti dulu, tapi lebih pada kebiasaan dan bagian dari hidup, istilah orang kampung seperti Ina dan Baba, akan terasa kaku tubuh dan tidak mengalir darah kalau tidak (kerja) ke sawah.

Siklus petani di Bima - Dompu dengan menggarap, menanam, panen adalah mengikuti alur musim hujan, yang berbeda hanya jenis tanaman yang ditanam dan kondisi curah hujan, karena petani di Bima - Dompu secara umum hasil pertanian benar-benar menggantungkan pada curah hujan, belum banyak bendungan penampungan air seperti kabupaten lain.

Potensi gagal tanam sampai gagal panenpun itu sudah biasa dialami para petani di sana, karena saking seringnya kejadian seperti ini, musim panas (kemarau) lebih lama dibandingkan musim hujan, apalagi belakangan musim hujan sulit diprediksi.

Karena Ina dan Baba lebih sering di sawah, pulang kampung kali inipun saya lebih sering ke sawah dibandingkan silaturahmi dengan keluarga dan teman-teman sejawat atau angkatan di sekolah dulu, membantu Ina dan Baba membawakan makanan untuk orang yang bajak sawah atau sekedar melihat-lihat sawah yang merupakan warisan dari kakek nenek dulu, sawah yang penuh dengan kenangannya, saya tentu masih ingat dengan jelas, dari zaman SD sampai SMP, hampir sebagian masa kecil saya menghabiskannya di sawah, pulang sekolah langsung ke sawah, membantu Ina dan Baba dengan segala aktifitas persawahan.

Foto : Annira Tanisha bermain pasir di pantai Jala Dompu NTB (dokpri). 
Foto : Annira Tanisha bermain pasir di pantai Jala Dompu NTB (dokpri). 
Tapi ada hal lain yang sering saya rindukan saat berada di perantauan, selain orang tua, suasana rumah, sawah adalah makanannya, karena tumbuh besar dengan makanan Bima - Dompu, seenak apapun makanan diperantauan, makanan Bima - Dompu tetap yang paling enak, tapi saya rasa ini sifatnya general, semua orang merasakan hal yang sama seperti yang saya alami.Sekalipun suasana rumah tidak berubah, tapi suasana kampung terasa sekali perubahannya, mulai dari banyaknya bangunan-bangunan baru, kendaraan semakin banyak, muka-muka baru yang kadang tiba-tiba menyapa, dan kehidupan sosial lainya, termasuk hidup bertetangga, rumah mungkin dekat, tapi interaksi antar tetangga kaya dulu, saling memberi makanan lebih atau kue itu sudah mulai hilang.

Ya, ini mungkin karena perkembangan zaman, orang-orang menganggap interaksi lewat media sosial itu dianggap paling dekat, aktifitas orang-orang di era digital saat ini bukan lagi di sawah seperti generasi Ina dan Baba, fenomena ini cukup dimaklumi, hanya bagaimana kita menyikapinya dengan bijak.

Selain itu, masyarakat di kampung juga banyak yang sudah kerja di perusahaan, dengan adanya PT. Sumbawa Timur Mining (STM), mata pencaharian masyarakat tidak lagi menggantungkan diri sebagai petani, yang penghasilan bergantung pada musim hujan, tapi sudah ada penghasilan perbulan yang bisa menutupi kebutuhan harian dan membuat asap dapur tetap mengepul.

Mungkin faktor-faktor inilah yang membuat saya dan keluarga kecil lebih banyak dirumah pada pulang kampung kali ini, ya paling pergi ke masjid sholat taraweh lalu pulang, besoknya mengantar Ina dan Baba ke sawah.

Tapi semoga tahun depan Allah SWT selalu melimpahkan rezeki, umur panjang, kesempatan dan kesehatan, bisa pulang kampung dan bertemu ina, baba dan keluarga besar, amin, dan kadang dalam hati menggumam, begini rasanya dapat jodoh jauh, moment mudik menjadi sesuatu yang berharga dan syarat makna dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun