Seperti yang dilontarkan oleh Arief Poyuono salah satu BPN Prabowo-Sandi pada acara Narasi TV yang di pandu oleh Najwa Shihab, mengatakan "Jokowi Dodo adalah presiden versi 15 lembaga survei, sedangkan Prabowo presidennya Rakyat", Â ini merunut juga dari pernyataan Wakil Ketua DPRD RI dari partai Gerindra Fadli Zon "Lebih hebat dukun dari pada lembaga Survei."Â
Ini artinya secara tidak langsung kubu Prabowo-Sandi tidak percaya lembaga survei dan melontarkan di acara TV sehingga memiliki kesan mengajak masyarakat untuk tidak percaya lembaga survei, namun kenapa baru sekarang baru ada peryataan seperti itu, di tahun 2014 kenapa tidak membuat stagmen yang sama, Ya . . . , begitulah Politik. padahal orang-orang dibelakang lembaga-lembaga survei adalah orang-orang tingkat strata pendidikannya tidak di ragukan lagi.
PERAN MEDIA DI ALAM DEMOKRASI
Media memiliki peran penting dalam membumikan berita dan informasi, gagasan, visi, misi dan kinerja pemerintah dalam sebuah negara demokrasi, agar masyarakat bisa memahami tujuan dan maksud setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, setelah itu masyarakat akan mengerti dan menilai sejauh mana peran dan kinerja pemerintah, supaya di jadikan indikator dan evaluasi oleh masyarakat.
Namun bagaimana jika media kehilangan obyektifitasnya dalam memberikan sebuah berita dan informasi ? Tentu hal ini sangat di sayangkan, artinya para jurnalis  telah melanggar kode etik pers dan media yang di anutnya, namun lagi-lagi itulah kenyataan yang harus diterima di negara yang menganut sistem demokrasi, ketika kekuasaan menjadi tuhan, maka semua hal bisa di kendalikan, termasuk media.
Pilpres 2019 begitu kental terasa, peran media masa (elektronik, cetak, media sosial) mampu merubah stigma masyarakat, baik secara personal maupun kelompok, dari rasional menjadi tidak rasional, ditengah lajunya informasi tentu harus sedikit obyektif untuk menerimanya, karena jika kita mengkonsumsi secara utuh, maka kita akan terjebak dan ikut arus dari informasi yang kita dapat.
Hal ini mungkin saja tidak berlaku bagi kaum-kaum milenial, para pelajar dan anak-anak muda, dimana secara pengetahuan bisa lebih selektif menerima informasi yang di terima, namun bagaimana dengan emak-emak dari kampung yang gagap terhadap teknologi ? tentu mereka akan menerimanya secara mentah tanpa memahami sumber informasi yang di dapat, dan ini akan berbahaya dan berdampak pada tatanan kehidupan sosial mereka, karena berujung pada radikalisme pemahaman dan fanatisme terhadap tokoh tertentu yang mengakibatkan retaknya persatuan dan kesatuan, namun hal ini tidak bisa kita menyalakan media sepenuhnya.
Dalam dunia politik, pilpres 2019 kali ini misalnya, masyarakat sulit menemukan media "Tidak Bebas Nilai", karena hampir semua media di tunggangi oleh kepentingan tertentu, Kita masih ingat pernyataan calon presiden dari nomor urut 02 beberapa bulan lalu, saat menghadiri peringatan hari disabilitas internasional di hotel Grand Sahid Jakarta, Rabu (5/2/2018), Prabowo menyinggung acara reuni 212 yang tidak ada media yang meliputnya " Mereka sudah tutup semua, buktinya hampir semua media tidak mau meliput 11 juta lebih orang berkumpul, belum pernah terjadi di dunia", lebih lanjut Prabowo mengatakan "Saudara-saudara, aku tiap hari ada kira-kira 5-8 koran yang datang ke tempat saya, mau lihat, bohong apa lagi nih, saya hanya mau lihat, bohong apa lagi yang mau mereka cetak".(detikNews).
Dan peryataan Prabowo tidak sampai disitu menyinggung media, pada saat menghadiri kampanye Akbar di danau Cimpago, kawasan pantai Padang, Sumatra barat, Selasa (2/4/2018), Prabowo mengatakan "Kalian bawa kamera ngeliput nggak ? Itu rakyat ambil juga atau jadi etok-etok ? Banyak media di Jakarta tidak jelas kerjanya, kerjanya membohongi rakyat Indonesia".
Pernyataan Prabowo ini seperti tersambar petir disiang bolong, bagaimana tidak, para awak media, pers dan jurnalis mensesalkan pernyataan tersebut harus keluar dari mulut seorang calon yang akan memimpin negeri ini, dimana sejak runtuhnya orde baru, para pelaku media begitu kreatif dalam menampilkan berita dan informasi, karena adanya kebebasan berpendapat, menyampaikan informasi walaupun tetap mematuhi kaidah-kaidah dan kode etik jurnalistik.