"Apa yang kita tanam hari ini, hasilnya tidak langsung kita petik besok, Namun akan kita petik  dalam perjalanan waktu yang tidak pernah kita sadari".
Banyak pertanyaan dikalangan pelajar atau mahasiswa tentang seberapa penting belajar organisasi, apa relevansinya belajar organisasi dengan jurusan yang mereka geluti sekarang, namun jika pertanyaan yang sama dilontarkan pada orang yang pernah melaluinya ? Maka jawabannya sangat  penting, terus bagaimana cara membagi waktu antara akademik dengan organisasi, tentu tidak ada jawaban yang pasti, dan ini pertanyaan tidak bisa meminta jawaban ke orang lain, dan perbandingan nilai antara penting berorganisasi dengan akademik, mungkin jawaban sederhananya harus di seimbangkan, dalam bentuk angka 50 : 50, dan bagaimana implementasiNya, maka tidak ada barometer dan ukurannya.
Itulah sekilas penjabaran tentang proses memahami makna organisasi dan akademik, jika mau membandingkan antara keduanya, tentu akan sulit mendapatkan jawaban pasti, dan inilah yang dialami oleh para pelajar atau teman-teman mahasiswa yang baru mengenyam pendidikan tingkat perguruan tinggi.
Tidak sedikit teman-teman mahasiswa menjadikan hal ini pilihan sulit, dan dilematis, karena dengan dasar pemikiran yang dangkal tentang dunia kampus jadi sewajarnya mereka terjebak.
Dalam perjalanan hidup, terutama di dunia pendidikan, teman-teman yang baru masuk perguruan tinggi, tentu tidak mau merusak masa depannya dengan melibatkan diri aktivitas lain selain urusan belajar (kuliah), kerja tugas, praktek, KKN, Skripsi dan Wisuda, dilanjutkan ambil ijazah dan mendapat pekerjaan. Proses ini adalah impian  semua orang (mahasiswa), karena apa yang telah diamanahkan oleh kedua orang tua dan yang di cita-citakan sudah tercapai, itulah ukuran sukses.
Tidak ada yang  salah, Jika demikian dasar pemikiranNya, karena orang tua tidak mungkin mau melihat anaknya hidup susah, dan tentu diri kita tidak ingin cita-cita dari kecil tidak tercapai, gambaran hidup demikian sudah tertancap dalam pikiran kita sejak mengenyam pendidikan di bangku SD, dapat juara dan membanggakan kedua orang tua.
Tapi bukalah mata teman-teman, lihatlah sekiling dan sepanjang jalan dimana teman-teman memulai menyentakan kaki, kita hidup di dunia yang berbeda, di zaman yang berbeda, perubahan zaman yang sangat cepat, perubahan waktu seperti kilat menyambar bumi, informasi bertebaran seperti angin, kita dapat melihat kejadian diseluruh dunia hanya dengan menggerakkan jari tangan, bukankah ini disebut "dunia dalam genggaman ?", Istilah klasik yang pernah diutarakan oleh para ahli 50 an tahun yang lalu, dan sekarang menjadi kenyataan, dan semua bisa merasakan.
 Tidak ada lagi pemilahan yang kaya saja atau punya jabatan penting yang bisa mengakses informasi diseluruh dunia dengan jari tangan, hampir semua kalangan bisa, mulai dari masyarakat ekonomi atas, menengah sampai ekonomi bawah, mulai dari orang tua, anak muda sampai anak kecil, mulai dari presiden sampai pemulung, mulai dari profesor, mahasiswa sampai anak TK, begitu luar biasa perkembangan zaman.Â
Dan ini terus berlanjut, hari ini kita makan hanya menyisakan sendok dan piring dimeja, hari ini kita masih dilayani oleh pelayan kalau hendak memesan makanan di restoran atau makanan cepat saji, mungkin 10 - 15 tahun ke depan kita tidak lagi menyisakan piring dan sendok dimeja makan, karena sendok dan piring sudah bisa dimakan juga (terbuat dari makanan), dan tidak ada lagi pelayan yang mengantar pesanan kita, atau kita panggil-panggil jika ada tambahan pesanan, tapi sudah melalui sistem atau aplikasi, tinggal klik atau mainkan jari, makanan langsung ada didepan meja kita, dan bahkan ini sudah diterapkan oleh beberapa negara maju (walaupun masih terbatas) seperti Jepang.
Kembali ke topik tulisan ini, itulah gambaran dunia di era modernisasi sekarang, pertanyaannya, apakah cukup hanya dengan nilai akademik kita bisa bersaing ? Apakah cukup dengan nilai IPK dan selembar ijazah kita bisa bersaing ? Mungkin jawabannya ada pada teman-teman sendiri.
Ada ungkapan menarik dari salah satu orang terkaya di dunia, Bill Gates Pendiri Microsoft pada suatu kesempatan mengatakan, "Saya memiliki penyesalan terbesar saat kuliah, yaitu tidak berbaur dan mengenal teman-teman mahasiswa lainnya", Suatu ungkapan memiliki makna lain dalam konteks kekinian.
Dalam anggapan siapapun, makna dari proses belajar atau pendidikan itu bukan sekedar kita belajar mata kuliah, masuk kuliah, dengarkan ceramah  dosen, kerja tugas, pulang ke rumah (kos) dan besok  kembali masuk kuliah sesuai jadwal, atau mahasiswa Kupu-kupu (kuliah Pulang) istilah populernya sekarang, begitu membosankan kita menjalani hidup dengan melakukan aktivitas yang monoton, karena begitu sempit kita memaknai pendidikan itu hanya sekedar pada proses kuliah.
Padahal berorganisasi adalah bagian dari proses pendidikan itu sendiri, belajar organisasi merupakan paketan dari dunia pendidikan dan  termuat dalam karakteristik institusi perguruan tinggi, misalnya dalam proses akreditasi maupun jurusan tidak bisa terakreditasi jika tidak ada Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) dalam perguruan tinggi yang bersangkutan, tidak terakreditasi jurusan jika tidak ada aktivitas kemahasiswaan dalam jurusan tersebut, yang dimaksud aktifitas mahasiswa yaitu, teman-teman yang terlibat di struktur organisasi SEMA, BEM, HMJ, UKM yang selalu melakukan kegiatan keorganisasian, dan ini berlaku untuk semua perguruan tinggi negeri atau swasta, sekolah tinggi negeri atau swasta di negeri ini.
Begitu vitalnya peran teman-teman organisasi di kampus atau perguruan tinggi, selain bagian dari institusi, juga sebagai ruang atau wadah untuk belajar mengembangkan diri, di organisasi-lah karakter teman-teman di Tempa, dibentuk agar teman-teman bisa mengenal dirinya.
Begitu banyak para tokoh-tokoh nasional dijadikan contoh, dan teman-teman tidak perlu melihat jauh, lihatlah para dosen-dosennya, lihatlah para senior-seniornya yang telah menjadi alumni, bandingkan dosen-dosennya yang pernah berorganisasi dengan tidak berorganisasi, bandingkan seniornya yang berorganisasi dengan tidak berorganisasi, pasti ada bedanya, salah satunya keluasan pengetahuan nya.
Tulisan ini tidak skeptis memaknai bahwa orang berorganisasi akan sukses dan orang tidak berorganisasi tidak akan sukses, karena makna sukses itu sendiri cakupannya luas, tapi harus diakui, di era modern sekarang, sebagian teman-teman pernah belajar organisasi begitu tangguh menghadapi kerasnya zaman, begitu kuat untuk bersaing, dan ini bukan sekedar cerita fiksi, namun kenyataannya menampakkan demikian.
Jika kita berdiam diri sekalipun kita berada dijalan yang benar, kita tetap akan tergerus zaman, maka bekalilah diri kita dengan belajar sekeras mungkin, dari apapun sumbernya, karena kita berorganisasi bisa memiliki banyak wacana dan sumber pengetahuan, kita tidak bisa menghadapi dunia dengan satu jurus, maka diorganisasi-lah mengajarkan banyak jurus, namun disisi lain akademik sangat penting, karena percuma kita sepintar apapun, jika tanpa ijazah, kita juga bukan apa-apa diluar nanti.
Tidak benar pernyataan yang mengatakan Organisasi sebagai penunjang akademik, atau sebaliknya akademik adalah penunjang Organisasi, itu pernyataan yang keliru, karena keduanya merupakan satu serangkaian, jika akademik saja, itu pincang, begitupun sebaliknya, dan tidak ada jawaban kapan waktu yang tepat untuk melakukan aktifitas berorganisasi, karena kita hanya perlu keberanian untuk memilih dan memulai.
Renungan; Lakukanlah sesuatu sesuai kata hati, terlalu dini untuk khawatir, lakukanlah, bebaslah menentukan pilihan, karena masa depan itu bukan persoalan akan terjadi besok, tetapi ditentukan oleh pilihan dan langkah kecil kita hari ini, jadi silakan ekplor diri kita, agar dunia mengenal kita, dan pada intinya Organisasi untuk hari esok dan akademik untuk hari esok, keduanya saling melengkapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H