Mohon tunggu...
Bintang Merah
Bintang Merah Mohon Tunggu... -

...Bila Umurmu Tak Sepanjang Umur Dunia, Maka Sambunglah Dengan Tulisan (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Power Ranger

24 Desember 2009   18:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:47 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ini bukan cerita tentang jagoan yang kita elu-elukan saat masih bocah. Tak ada kisah si Gordhon atau Alpha yang punya suara aneh. Tak ada pula kisah heroisme. Yang ada hanya sebuah cerita yang saya anggap lucu.

Ceritanya begini, sore tadi saya bertemu dengan kawan saya yang sudah hampir satu tahun menjadi jurnalis di grup media papan atas.

Biasanya dia riang, ceria. Tapi kali ini tidak. Wajahnya ditekuk, senyumnya cenderung memaksa. Rokok dihisapnya dalam dan disempulnya kencang-kencang. Sesekali membuang sembarangan abu rokok meski diatas meja makan sudah tersedia asbak besar.

Saya lalu saya bertanya kepada teman saya,
"Kenapa lo?"
"Sialan nih, gue sebel banget sama power ranger."

Hah!!?? Lelaki berumur 25 tahun masih suka menonton power ranger pikir saya. Sudah sering menonton tayangan anak-anak, dibawa ke dalam hati pula. Ah ada-ada saja teman saya ini.

Tapi ia buru-buru membentak tanggapan saya. Tak mau membuat teman saya bertambah kesal saya biarkan dia kembali bercerita. Saya tanya, ada apa dengan power ranger? Siapa power ranger yang dia maksud?

Ternyata power ranger adalah istilah untuk wartawan-wartawan tua yang biasa mengkordinir amplop bagi wartawan lain. Biasanya mereka hanya mengundang teman sejawat jika sedang punya hajat. Kalau sedang liputan biasanya kerja mereka hanya numpang makan atau sekedar bersenda gurau dengan teman sebaya. Meski kadang berbaur dengan wartawan yang lebih muda.

Power ranger juga berarti wartawan yang usianya sekitar 30-50 tahun. Ada yang rambutnya sudah memutih, ada yang kulitnya sudah keriput dan ada juga yang berkacamata tebal.

Kebanyakan dari mereka justru bekerja di media-media mainstream dan terbilang cukup besar di Indonesia. Karena usianya tak lagi muda, tak heran diantaranya sudah ada yang menjadi redaktur atau jabatan lebih tinggi.

"Lalu apa salahnya mereka kalau masih mau terjun ke lapangan untuk liputan? Contoh yang baik bukan?" tanya saya.
"Bukan itu masalahnya. Power Ranger itu suka mengemplang 'jale' juniornya. Di makan sendiri dan untuk sesama power ranger."
"Maksudnya?" kata saya heran.
"Misalnya pihak penyelenggara mengundang 20 media lewat si kordinator, nah dia undang 20 media besar termasuk wartawan lawas yang kebanyakan medianya juga gak jelas. Itu hanya karena teman lama saja."
"Terus!!?" kata saya yang mulai antusias mendengarkan.
"Yah kalau sesama power ranger pasti dikasih amplop. Tapi kalau yang gak kenal apalagi wartawan baru jatahnya ya buat si power ranger yang jadi kordinator tadi." jawab teman saya.
"Kok pihak penyelenggaranya tidak komplain?"
"Ya gak mungkinlah. Karena dia sudah percaya sama power ranger tadi untuk memberi amplop kepada wartawan yang meliput." jawabnya dengan nada kesal.
"Terus kenapa lo jadi kesal. Memang gak dikasih 'jatah'?"
"Ya iya lah...!!!" ketus teman saya tadi.

Lalu saya coba ringkas cerita teman saya. Alkisah dia mendapat penugasan dari redakturnya untuk meliput launching sebuah produk ternama. Dia pun datang lengkap dengan undangan berupa fax resmi dari si empunya acara. Seperti biasa, sebelum masuk dia menulis absen dimeja registrasi yang ditunggu wanita cantik nan seksi.

Tak ada yang istimewa dari liputan teman saya. Semuanya berjalan seperti biasa. Wartawan yang hadir lumayan banyak dan melakukan wawancara dengan narasumber. Hingga teman saya diberitahu oleh temannya bahwa acara tersebut ada 'isinya' alias 'jelas'. Namun ya itu tadi yang mengkordinir kalangan power ranger.

Saya tidak mau menghakimi sikap teman saya yang masih mau mengharap amplop dalam bertugas. Cerita teman saya sedikit membuka mata saya, bahwa wartawan amplop bukan milik wartawan bodrek yang medianya kembang kempis dan tak jelas. Tapi juga banyak wartawan media besar meminta amplop. Praktek amplop mengamplop bukan hanya milik reporter yang dilapangan tetapi juga merambah hingga jabatan diatasnya seperti redaktur atau yang lainnya.

Tapi saya masih penasaran dan lanjut bertanya kepada teman saya, bukankah si power ranger itu juga datang melakukan liputan. Kalau hanya datang untuk sekedar numpang makan dan nongkrong, lalu darimana mereka mendapat bahan berita untuk diserahkan ke kantor?

"Serahkan saja pada detik.com, okezone, atau vivanews. Tinggal copy lalu paste."

Ah ada-ada saja...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun