Mohon tunggu...
Ibrahim Bin Said
Ibrahim Bin Said Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti

Sains

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Etika dari Hasil Puasa Universitas

3 Mei 2024   05:57 Diperbarui: 3 Mei 2024   06:40 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kita tentu sepakat bahwa kualitas pendidikan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan dilihat dari beberapa parameter ukur seperti sisi reputasi akademik, reputasi pekerja dan rasio mahasiswa internasional sehingga sukses mengantarkan salah satu universitas masuk dalam urutan 325 kampus terbaik di dunia (QS World University Rankings 2016-2017 ). 

Apresiasi tentunya pantas diberikan kepada pemerintah dan penentu kebiajakan lain yang istiqomah untuk tetap mempertahankan anggaran pendidikan sebesar 20% (UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional). 

Kiranya target yang diberikan oleh kementerian-kementerian serta pimpinan universitas dalam mengejar capaian prestasi menuju world class university memaksa kegiatan akademik yang dilaksanakan terasa hambar hanya sebagai penggugur kewajiban yang menurut  Sulistyowati Irianto (Matinya universitas, Kompas 23 Mei 2017) disebut dengan istilah lupa mandat. Pada posisi ini dapat disimpulkan bahwa berbagai capaian yang sifatnya scientific tidak serta merta membawa pengaruh kepada tumbuh dan terbentuknya personal ethics yang luhur.

Saat ini kode etik akademik, mahasiswa dan dosen bukan lagi menjadi fitur penting dalam kegiatan akademik namun hanya diperhatikan untuk memenuhi persyaratan fisik atau jika ada kasus khusus yang membutuhkan panduannya seperti plagiasi. 

Sedangkan dalam kurikulum kompetensi, beretika sangat jarang sekali dikaitkan dengan berbagai materi yang ditawarkan. Kondisi ini melahirkan minimnya cita etika pada buah hasil cipta, karsa dan karya sehingga terbentuk interaksi yang cenderung transaksional pragmatis yang jauh dari tradisi akademik seperti yang dicita-citakan bersama.

Etika sebagai impact

Akumulasi dari efek ini tentunya dapat membentuk karakter lulusan-lulusan universitas yang terlalu reaktif terhadap segala hal yang terjadi disekitarnya dengan respon yang kurang bahkan tidak beretika. 

Tindakan yang kurang atau bahkan tidak beretika muncul dari pemahaman yang salah, kesalah pahaman ini adalah salah satu akibat dari proses berpikir yang kurang beretika meskipun dengan taraf etika yang cukup rendah yaitu etika menghindari perbuatan yang memang dilarang secara norma.

Ujaran kebencian yang lantang serta respon terlalu reaktif terhadap berbagai keadaan yang terjadi di negara ini atau bahkan di dunia sangat jelas terlihat di lini daring sebagai tempat yang memfasilitasi ekspresi egoisme dominan. Boleh jadi sebagian besar mereka bukan merupakan alumnus universitas. 

Jika demikian berarti alumnus gagal dalam membangun dampak sosial pada tataran etika. Alih-alih memberikan dan atau memproduksi solusi bagi masyarakat, universitas gagal mewarnai academic atmosphere dengan nuansa etika yang kuat sehingga wajar jika etika tidak dapat terpenuhi pada tataran impact pada komunal yang lebih luas.

Dalam skala yang lebih luas beberapa masalah yang timbul seperti korupsi, hukum yang transaksional, intoleransi keberagaman yang salah satu contohnya adalah persekusi (Sigit riyanto, Kompas 07 Juni 2017) serta minimnya kepercayaan, merupakan beberapa contoh fenomena yang muncul dari gagalnya target etika pada tataran impact.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun