Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bala Itu

7 Oktober 2016   18:57 Diperbarui: 7 Oktober 2016   19:11 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah saya buat sebuah cerita mengenai perjumpaan antara sekelompok manusia dengan barisan malaikat dan iblis yang akan berlaga. Jangan tanya tulisan yang mana atau dimana.  Sudah diikhlaskan kembali ke ketiadaan abadi. Tetapi kalau itu masih saya sebut-sebut terus, berarti itu sebenarnya belumlah ikhlas 100%, yah ? Nah, loe. Susah, khan ? :)

Yah, 'gimana lagi. Terlanjur sudah menempel erat pada beberapa bagian di dalam memori, karena itu merupakan sebuah konsep yang berguna (bagi saya) untuk menelusuri lekuk liku kehidupan. :D


Bila yang itu ingin dihilangkan ... Kalau yang lain ikut hilang semua 'gimana ?  Hiks... Apa tidak menambah jumlah pengarung di sepanjang jalan raya yang biasanya tampil dengan telanjang bulat atau berbaju dekil dan sobek di sana sini itu ? 

Yah sekedar pemikiran, ... siapa tahu suatu saat bisa dipraktekkan. .... 

"Nah, loe", lagi deh. :D

...............

Lanjut ... Dengan obyek-obyek yang serupa ... masih bisalah kita membuat suatu skenario yang berbeda. Obyek yang dimaksud disini adalah sekelompok manusia, bala malaikat, bala iblis, perjalanan yang sudah dan akan ditempuh. 

Barusan mengomentari artikel mengenai kegunaan singkong yang mana bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal. Hal yang sama juga berlaku pada obyek-obyek di atas, tergantung bagaimana dengan bumbu yang akan ditambahkan, akan digoreng, direbus atau yang lainnya.  Tergantung kepada diri kita juga, apakah nanti hasil masakan itu akan kita makan (dan "energi" yang dihasilkan digunakan dalam keseharian) atau sekedar sebagai pajangan. Diberi pigura, diberi cantolan, taruh di tembok, sekedar untuk sesekali dilihat. ... Namanya juga ... p a j a n g a n. :)  

Yang mana ketika ada orang lain melihat dan merasa itu bagus ... keluarlah suatu rentetan perkataan. 

"Kau, berani kasih harga berapa ?" 

"Jangan takut menawar, 'nih coba lihat masih ada banyak yang lainnya". 

Nasib oh nasib. Si barang pajangan ... si barang dagangan. :(


Bisa mengada suatu skenario, bahwa ada sekelompok manusia yang berpapasan dengan para iblis ... saat menempuh suatu perjalanan. Pada skenario itu para iblisnya terlihat sangat sangar, buas, sadis, mengerikan. 

Kalau tidak percaya tuh lihat di cermin. :D 

Timbul pertanyaan, nggak ? 

Mengapa dalam cerita klasik, bila seseorang bertanya kepada cermin ajaib ... yang ditanyakan adalah siapa yang tercantik/terkeren sedunia ? Mengapa bukan yang terburuk ? :)

Saking sangarnya, maka sekelompok manusia itupun menjadi sangat ketakutan. Sehingga ketika para iblis itu memberi opsi kepada sekelompok manusia itu untuk memilih apakah mereka akan menjadi pengikut atau pengisi perut, para manusia itu memilih ... untuk berakting ... menjadi pengikut iblis beserta balanya itu.

Kemudian bala iblis beserta para pengikut barunya itu pun melanjutkan perjalanan, mencari ... manusia-manusia lainnya. Dimana ada kalanya dalam perjalanan itu ... dimana mereka menjumpai tipe manusia yang lebih senang untuk menjadi pengisi perut dari bala iblis dan pengikutnya itu.  Dan adakalanya juga mereka bertemu dengan sesama peraga akting, hingga bertambahlah jumlah armada yang ada. 

Waktu pun berlalu. Akting yang ditunjukkan tidaklah lagi akting semata. Topeng yang dikenakan tidaklah lagi membawa makna yang sebenarnya.

 Pun ketika itu dilepaskan, pada wajah asli mereka telah terbentuk lekuk-lekuk yang serupa seperti yang ada pada topeng itu. Hingga mereka memilih untuk tetap mengenakan topeng mereka, dan berharap dalam hati bahwa wajah asli mereka tetaplah berada dalam keadaan semula seperti sediakala. 

Harapan yang mendapat tertawaan dalam hati si iblis kepala, yang kemudian memutuskan untuk mengijinkan para pengikutnya itu untuk berpisah dari bala utama ... melanjutkan perjalanan pada rute lainnya.

Dan berjalanlah kelompok manusia itu meneruskan perjalanan pada rute yang pernah mereka angankan. Dimana dalam perjalanan itu  tidak jarang mereka kemudian bertemu dengan manusia-manusia lainnya, yang memutuskan untuk bergabung dalam perjalanan mereka, sebagai bala atau pengisi perut semata. 

Tamat.

Malang, 7 oktober 2016.

Semoga tidak mimpi buruk, setelah membaca. :)

Peeeace 4 all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun