Mohon tunggu...
Binball Senior
Binball Senior Mohon Tunggu... Mencari dan Berbagi Ilmu

just for fun

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS yang Kurang Sosialisasi atau Faskes yang Gagal Paham?

8 Januari 2016   11:42 Diperbarui: 8 Januari 2016   12:07 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya ingin sedikit berbagi cerita tentang pengalaman terbaru saya sebagai salah seorang peserta BPJS.

Pada tanggal 31 Desember 2015 yang lalu saya mendapatkan sedikit musibah ketika pergi berlibur bersama keluarga di rumah orang tua saya.  Saat itu ketika setelah shalat zuhur saya  membantu orang tua bekerja mebersihkan kamar mandi dan melepas keramik bak penampungan air  yang ada di rumah. Pada saat bekerja tersebut,  tanpa saya sadari tiba-tiba kaki saya terkena pecahan keramik, tepat di bagian betis belakang  kaki sebelah kiri.

Awalnya saya kira itu luka biasa. Namun ketika saya pegang, darah langsung bercucuran dan robekan luka sepanjang  lebih kurang 12 cm dengan dalam luka sekitar  4cm terlihat jelas menembus ke bagian dalam lapisan daging di betis saya tersebut.

Saya berusaha untuk tidak langsung panik dan memanggil istri untuk mengambilkan kotak P3K yang bisanya tersedia di rumah. Saya langsung membersihkan luka tersebut dengan cairan kompres refanol dan membalutnya kuat dengan perban agar darah tidak terus keluar.

Dengan bantuan adik, saya diantar ke IGD yang ada di Puskesmas terdekat dari rumah orang tua yang berjarak 6 km. Disana saya langsung ditangani dengan cepat dan luka saya tersebut langsung dijahit dengan jumlah 16 jahitan dibagian luar dan dalam. Menurut Dokter jaga (saya tidak tahu pasti apakah itu dokter atau tidak, karena tidak menggunakan seragam dokter), luka tersebut mengenai pembuluh darah saya, sehingga mengakibatkan darah banyak yang keluar.

Nah, pada saat pengobatan selesai dan ketika akan mengurus per administrasian, pihak IGD Puskesmas tersebut mengatakan bahwa walaupun saya adalah peserta BPJS, namun saya tetap dikenakan biaya pengobatan seperti pasien umum.

Alasan yang dikemukakan oleh pihak IGD tersebut adalah karena Faskes Tingkat 1 yang terdaftar di BPJS saya bukan berada di Puskesmas tersebut, melainkan di Klinik  yang ada didekat rumah saya tinggal. Jadi karena berbeda Faskes, pihak IGD mengatakan bahwa saya dianggap sebagai pasien umum dan harus membayar seperti pasien umum lainnya juga.

Saya coba bertanya, bukankah situasi yang saya hadapi ini adalah kondisi darurat?  Dan kalau seandainya saya harus pergi  ke Faskes yang sudah terdaftar, saya harus menempuh jarak lebih kurang 40Km dari rumah orang tua saya dan tentu saja itu akan mengakibatkan pendarahan yang lebih banyak lagi. Apakah kondisi seperti yang saya alami tersebut  tidak ada dalam aturan atau kontrak kerja sama antara Pihak BPJS dengan seluruh Faskes (baik itu klinik atau Puskesmas) yang menjadi mitra mereka?

Pihak IGD puskesmas tidak bisa memberi penjelasan yang  memuaskan terhadap saya.

Saya akhirnya membayar biaya pengobatan tersebut yang alhamdulillah juga tidak terlalu besar dibandingkan pertolongan yang telah diberikan kepada saya, yaitu sebesar Rp.65 ribu. Saat saya meminta bukti kwitansi pembayaran, pihak IGD tidak bersedia memberikannya.

Dengan kondisi yang saya hadapi tersebut, sebenarnya saya merasa kurang puas. Bukan soal biaya yang dikeluarkan pada saat pengobatan, namun terhadap sistim dan aturan main yang sebenarnyaberlaku antara pihak BPJS dan faskes-faskes yang mereka gunakan serta sosialisasinya terhadap peserta BPJS itu sendiri.

Pada saat saya masuk kerja pada tanggal 4 Januari 2016, musibah yang saya alami tersebut saya ceritakan pada pihak perusahaan dimana saya bekerja dan pada tanggal 7 Januari kemarin pihak perusahaan langsung mencoba mengkonfirmasi kejadian yang saya alami tersebut kepada pihak BPJS.

Konfirmasi kepada pihak BPJS  ini perlu kami lakukan, karena sebagai perusahaan distributor yang beraktifitas banyak di luar kota, kemungkinan terjadinya kecelakaan yang seperti yang saya hadapi tersebut bisa juga dialami oleh mereka.  Tentu tidak lucu dong,  ketika Faskes mereka di kota A dan tiba-tiba mereka mengalami situasi yang saya alami di penginapan atau di rumah kontrakan kerja di Kota B, mereka harus balik lagi ke Kota A hanya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Faskes mereka terdaftar.

Pihak BPJS sendiri kemudian memberikan penjelasan bahwa setiap kondisi darurat yang terjadi dan butuh penanganan cepat, peserta BPJS tidak akan dikenakan biaya sedikitpun meskipun si pasien berobat di faskes yang bukan Faskes tempat ia terdafartar. Biaya yang dikeluarkan akibat pengobatan tersebut nantinya bisa di klaim oleh pihak Faskes ke BPJS dengan melampirkan persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya.

Penjelasan dari pihak BPJS tersebut sepertinya masuk akal. Namun masalahnya adalah sosialiasi mengenai aturan atau sistem yang berlaku tersebut sepertinya yang sering terputus dan hanya sampai kepada level pimpinan Faskes atau Klinik itu saja, sementara para petugas yang bertugas langsung melayani pasien kadang sering tidak paham betul dengan aturan tersebut. Hal inilah yang kadang sering mengakibatkan perselisihan paham antara si pasien dengan pihak klinik dan BPJS. Belum lagi mengenai sosialisasi hak dan kewajiban si pasien sebagai anggota BPJS yang kadang karena ketidaktahuan peserta BPJS menjadi pemicu selisih paham dengan pihak Faskes atau klinik tempat mereka berobat.

Sekali lagi saya tekankan, saya tidak mempermasalahkan soal  biaya yang telah saya keluarkan terhadap pengobatan saya tersebut. Tapi ini soal kejelasan sistem dan aturan main yang berlaku. Dengan kejadian yang saya alami diatas, setidaknya kita bisa sedikit paham kalau sebagai peserta BPJS kita juga mempunyai hak untuk dilayani dalam kondisi darurat, tanpa harus mengeluarkan biaya meski itu tidak di tempat Faskes dimana kita terdaftar.

Dan untuk pihak BPJS sendiri, kedepannya mungkin bisa melakukan cross check secara berkala ke lapangan tentang aplikasi dari aturan dan sistem yang telah disepakati dengan pihak Faskes. Jadi pihak BPJS jangan hanya menunggu laporan/keluhan dari pasien dulu baru melakukan aksi. Kalau seandainya ditemukan kesalahan akibat belum begitu pahamnya petugas medis di lapangan, mungkin bisa diberikan pemahaman atau edukasi kembali tentang aturan tersebut. Dan sebaliknya kalau seandainya pihak Faskes ditemukan secara nyata melanggar aturan main yang telah ditentukan, mungkinj pihak BPJS bisa memutus hubungan kerja atau menuntuk pihak Faskes karena tidak komitmen terhadap aturan main yang telah disepakati.

Semoga Bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun