Mohon tunggu...
Titin Rahmawati
Titin Rahmawati Mohon Tunggu... Perawat - Jarang pake sendok

married

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tidak Mungkin Menangkap Semua

1 September 2014   08:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:56 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. F sudah cukup menerima hukuman sosial dari masyarakat. Tidak perlu dilanjutkan sampai ke ranah hukum

2. Apa yang dikatakan F adalah bagian dari kebebasan berekspresi, jangan sampai F menjadi korban UU ITE seperti halnya Prita Mulyasari

3. Ada orang yang menghina lebih parah tapi tidak ditangkap. Ada politisi yang menghina salah satu capres dengan sebutan 'sinting' namun tidak diproses polisi. Ada capres yang mengatakan 'rakyat indonesia bodoh' namun tidak diproses polisi. Banyak koruptor dengan dosa yang lebih besar namun tidak diproses polisi. Sebaiknya hal-hal yang sepele seperti hinaan F tidak perlu diproses dan polisi harus memproses hal yang lebih penting

Saudara-saudara pembaca, sungguh miris jika membaca poin yang ketiga. Menyepelekan hal-hal yang kecil adalah awal dari kejahatan yang besar. Adakah yang melaporkan si politisi 'sinting' atau sang capres yang dikatakan menghina rakyat indonesia? Politik memang kotor, tapi apakah semua pejabat koruptor? Memang aneh seseorang hartanya bertambah saat jadi pejabat. Korupsikah dia?

Seperti cerita di awal, tidak mungkin polisi dapat menangkap seluruh orang jahat di Indonesia. Seharusnya kita mengapresiasi tindakan polisi yang lebih tepatnya disebut 'mengamankan' F daripada 'menahan' atau 'memenjarakan' F. Koruptor memang kejam dan hina, namun tidak semudah itu menyamakan kasus korupsi dengan kasus penghinaan. Bukti dan saksi diperlukan, bukan hanya dugaan. Pada kasus F, SS jejaring sosialnya bertebaran. Bukan hanya sekali beliau menghina kota Yogyakarta. Bukti dan saksi dirasa cukup untuk dilakukan penahanan. Polisi pun sudah menjelaskan bahwa F tidak kooperatif. Pada tanggal 30/8/14 (hari penahanan F) penyidik putar otak untuk mengupayakan F tidak ditahan. Tujuh menit menjelang pukul 17.00 WIB, penyidik menawarkan untuk membuat surat penyataan tidak melarikan diri dan kooperatif. Tapi yang bersangkutan malah meminta BAP sebagai tersangka dicabut. Kalau dicabut kan artinya tidak ada kejadian itu, dan itu tawaran yang susah dipenuhi oleh penyidik, dan tidak mungkin *

Menangkap koruptor dengan saksi dan bukti yang lengkap tidak semudah bacotan TrioMacan2000. Faktor penghambat bisa terdapat di luar bahkan di dalam instansi penegak hukum sendiri. Sudah sepantasnya kita sebagai masyarakat mengawal proses hukum. Bukan hanya bisa menuntut dan menyepelekan masalah.

Keadilan menurut saya pribadi adalah bukan dari ditahan atau tidak ditahannya F, namun dari durasi hukuman yang akan diterimanya. Ucapan F memang mengandung makar yang ditandai dengan ajakan kepada teman-teman daerah lain untuk tidak tinggal di Yogya. Namun itu hanya emosi sesaat. Sebaiknya dibedakan dengan kelompok separatis yang memang serius melakukan makar terhadap NKRI,bukan hanya emosi sesaat. Kelompok seperti itulah yang harus diberi hukuman seberat-beratnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun