Mohon tunggu...
Titin Rahmawati
Titin Rahmawati Mohon Tunggu... Perawat - Jarang pake sendok

married

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tidak Mungkin Menangkap Semua

1 September 2014   08:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:56 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14095082331980960920

Suatu hari, ada seorang pengemudi mobil yang baru saja selesai memancing di sungai. Tiba-tiba, dia diberhentikan seorang polisi yang melakukan patroli harian

Polisi : Maaf Bapak, boleh saya lihat kelengkapan surat-surat kendaraan anda?

Pengemudi mobil (PM) : maaf pak, saya lupa membawa SIM dan STNK

Polisi : Baiklah kalau begitu Pak, saya akan mengisi slip tilang ini dulu

PM : (mengamuk) wahai Polisi yang terhormat, padahal banyak mobil lalu lalang di sekitar kita, kenapa anda cuma memberhentikan saya. Ini ndak adil, saya ndak terima.

Polisi : (terdiam, melihat ke sekeliling). Wah, ada peralatan memancing di kursi belakang. Anda baru selesai memancing ya. Kalo sudah berhasil menangkap seluruh ikan di sungai, beritahu saya ya. Kasihan beberapa ikan yang sudah anda tangkap. Pasti mereka berpikiran anda tidak adil. Ckckck

***

Saudara- saudara, pelaku kejahatan di dunia ini makin banyak dan akan terus bertambah jumlahnya khususnya di Indonesia. Mungkin karena bumi yang kita tinggali sudah makin tua, makin banyak rusaknya. Kemajuan di satu bidang harus diimbangi dengan kemajuan di bidang lainnya. Contohnya kemajuan teknologi dan alat komunikasi harus pula diimbangi dengan kemajuan di bidang hukum. Pada jaman nenek kakek kita dulu, internet mungkin belum ada, karena itulah tidak ada undang-undang yang mengatur hukuman melakukan kejahatan melalui media online. Lha, medianya saja tidak ada kan? Sekarang media nya sudah ada, malah berkembang dengan pesat. Hukum dan undang-undang pun perlu amandemen dan revisi mengikuti perkembangan jaman.

Kabar terbaru yang lagi panas sekarang tentang penghinaan seorang mahasiswi S2 terhadap kota Yogyakarta karena kesal terhadap perlakuan petugas SPBU di kota tersebut. Tidak bermaksud SARA, namun dari nama sang mahasiswi dapat diketahui bahwa beliau adalah pendatang karena ada marga suku daerah tertentu. Inilah SS yang diambil dari jejaring sosial path mahasiswi tersebut

Pernyataan ini menuai kecaman banyak orang terutama warga Yogyakarta. Mulai dari teror makian, tersebarnya identitas pibadi di forum-forum, demo mengusir F dari kota Yogyakarta, sampai laporan ke polisi oleh LSM di kota Yogyakarta. Kini F sudah mendekam di polres Yogyakarta.

Penahanan F menjadi episode baru dalam kasus ini. Mulai bermunculan teman-teman yang prihatin atas apa yang menimpa F. Adapun beberapa alasan mereka simpati terhadap F adalah:

1. F sudah cukup menerima hukuman sosial dari masyarakat. Tidak perlu dilanjutkan sampai ke ranah hukum

2. Apa yang dikatakan F adalah bagian dari kebebasan berekspresi, jangan sampai F menjadi korban UU ITE seperti halnya Prita Mulyasari

3. Ada orang yang menghina lebih parah tapi tidak ditangkap. Ada politisi yang menghina salah satu capres dengan sebutan 'sinting' namun tidak diproses polisi. Ada capres yang mengatakan 'rakyat indonesia bodoh' namun tidak diproses polisi. Banyak koruptor dengan dosa yang lebih besar namun tidak diproses polisi. Sebaiknya hal-hal yang sepele seperti hinaan F tidak perlu diproses dan polisi harus memproses hal yang lebih penting

Saudara-saudara pembaca, sungguh miris jika membaca poin yang ketiga. Menyepelekan hal-hal yang kecil adalah awal dari kejahatan yang besar. Adakah yang melaporkan si politisi 'sinting' atau sang capres yang dikatakan menghina rakyat indonesia? Politik memang kotor, tapi apakah semua pejabat koruptor? Memang aneh seseorang hartanya bertambah saat jadi pejabat. Korupsikah dia?

Seperti cerita di awal, tidak mungkin polisi dapat menangkap seluruh orang jahat di Indonesia. Seharusnya kita mengapresiasi tindakan polisi yang lebih tepatnya disebut 'mengamankan' F daripada 'menahan' atau 'memenjarakan' F. Koruptor memang kejam dan hina, namun tidak semudah itu menyamakan kasus korupsi dengan kasus penghinaan. Bukti dan saksi diperlukan, bukan hanya dugaan. Pada kasus F, SS jejaring sosialnya bertebaran. Bukan hanya sekali beliau menghina kota Yogyakarta. Bukti dan saksi dirasa cukup untuk dilakukan penahanan. Polisi pun sudah menjelaskan bahwa F tidak kooperatif. Pada tanggal 30/8/14 (hari penahanan F) penyidik putar otak untuk mengupayakan F tidak ditahan. Tujuh menit menjelang pukul 17.00 WIB, penyidik menawarkan untuk membuat surat penyataan tidak melarikan diri dan kooperatif. Tapi yang bersangkutan malah meminta BAP sebagai tersangka dicabut. Kalau dicabut kan artinya tidak ada kejadian itu, dan itu tawaran yang susah dipenuhi oleh penyidik, dan tidak mungkin *

Menangkap koruptor dengan saksi dan bukti yang lengkap tidak semudah bacotan TrioMacan2000. Faktor penghambat bisa terdapat di luar bahkan di dalam instansi penegak hukum sendiri. Sudah sepantasnya kita sebagai masyarakat mengawal proses hukum. Bukan hanya bisa menuntut dan menyepelekan masalah.

Keadilan menurut saya pribadi adalah bukan dari ditahan atau tidak ditahannya F, namun dari durasi hukuman yang akan diterimanya. Ucapan F memang mengandung makar yang ditandai dengan ajakan kepada teman-teman daerah lain untuk tidak tinggal di Yogya. Namun itu hanya emosi sesaat. Sebaiknya dibedakan dengan kelompok separatis yang memang serius melakukan makar terhadap NKRI,bukan hanya emosi sesaat. Kelompok seperti itulah yang harus diberi hukuman seberat-beratnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun