Mohon tunggu...
Bimkat Medan
Bimkat Medan Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuluh

Memberikan pelayanan publik dalam bentuk penyuluhan agama dalam semangat NKRI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Spiritual Zucchetto yang Digunakan Paus, Kardinal, dan Para Uskup

23 September 2024   13:39 Diperbarui: 23 September 2024   13:53 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada saat Paus Fransiskus datang berkunjung ke Indonesia, banyak orang bertanya apa nama topi kecil yang dipakai bapak paus, kardinal dan para uskup. Sebenarnya untuk apa itu? Apakah ada arti dan makna topi kecil itu saat dipakai oleh seorang Paus, Kardinal dan Uskup, atau hanya sekedar pelengkap assesoris busana liturgis saja.  Oh yah mungkin masih banyak diantara kita belum tahu apa nama topi kecil yang mirip kopiah itu. Nama topi kecil yang dipakai paus atau seorang uskup disebut zucchetto. 

Kata zucchetto berasal dari bahasa Italia,  "zucca" yang artinya "labu" atau "kepala", maka secara harafiah zucchetto berarti "labu kecil" atau "kepala kecil."  Setelah zucchetto atau sering juga disebut solideo diadopsi Gereja Katolik maka arti dan makna topi kecil berkembang bukan hanya sekedar topi  kecil yang bulat dan pas di kepala, tetapi menjadi simbol kedudukan para kaum tertahbis yakni paus, kardinal, uskup dan para imam.  

Awal mula zucchetto digunakan di lingkungan gereja terjadi sekitar abad ke 13 dan itupun pertama-tama hanya digunakan oleh  para rohaniawan yang tinggal di biara-biara untuk melindungi kepala  mereka dari rasa dingin. 

Pada jaman itu, sangat biasa bahkan  sudah menjadi tradisi jika para rohaniawan  mencukur bagian atas kepala dengan bentuk lingkaran atau diistilahkan tonsura. Cukuran tonsura ini secara spiritual dimaksudkan sebagai tanda pengabdian atau penyerahan diri kepada Tuhan dan sebagai simbol kesederhanaan. Namun karena cukuran ini sangat jelas terlihat maka para rohaniawan mencari akal untuk menutup kepalanya supaya tidak terlihat bagi banyak orang dan topi kecil penutup kepala itulah yang kemudian disebut zucchetto atau solideo atau skullcap. 

Jika awalnya zucchetto hanya diperuntukkan untuk menutup tonsura, pada tahun 1566--1572 atau sekitar abad ke 16 makna zucchetto berubah menjadi simbol yang membedakan kedudukan jabatan dalam hierarki. Paus  memiliki warna zucchetto putih. Warna dipilih sebagai simbol kemurnian, kesucian, dan kepemimpinan tertinggi di dalam Gereja Katolik serta simbol paus sebagai penerus Santo Petrus.  

Kardinal  memiliki zucchetto berwarna merah tua atau merah marun, karena warna itu merupakan simbol kedudukan para kardinal sebagai penasihat tertinggi Paus dan juga dipersiapkan sebagai calon pengganti Paus, selain itu warna merah marun juga dimengerti sebagai simbol atau lambang pengorbanan dan kesediaan para kardinal menumpahkan darah demi membela iman dan Gereja, serta simbol kesetiaan dan pengabdian penuh para kardinal kepada Paus dan Gereja. 

Sedangkan zucchetto yang dipakai para uskup berwarna berwarna  ungu merupakan simbol penebusan, pengorbanan dan pertobatan. Selain itu makna warna ungu yang dipakai seorang uskup merupakan simbol kesanggupannya menuntun umat menuju pertobatan dan mampu menjaga kesatuan iman dan ajaran gereja yang benar serta tidak sesat.  Bagaimana dengan imam dan diakon, apakah mereka juga memiliki Zucchetto? Mereka juga memiliki zucchetto berwarna hitam. Warna hitam yang sangat jarang digunakan para imam mencerminkan kesederhanaan dan kerendahan hati dalam pelayanan. 

Hitam merupakan simbol pengorbanan dan dedikasi terhadap kehidupan rohani serta tugas imamatnya. Imam yang mengenakan zucchetto hitam menunjukkan komitmen mereka untuk melayani Tuhan dan Gereja tanpa mengutamakan kekuasaan atau kedudukan. Sebagai catatan bahwa zucchetto hitam sangat jarang digunakan dalam konteks liturgi umum. Para imam sepertinya hanya  memakai zucchetto diluar perayaan liturgis dan yang boleh menggunakannya ketika mereka telah memiliki izin dan karena tradisi lokal.

Wikipedia.com
Wikipedia.com

Setelah kita mengerti arti dan makna zucchetto yang digunakan paus, uskup bahkan imam, ternyata dalam dokumen "Caeremoniale Episcoporum" (Seremonial Para Uskup) dan  "General Instruction of the Roman Missal" (GIRM) atau Pedoman Umum Misale Romawi  telah diatur dengan baik kapan zucchetto boleh dipakai dan dilepas ketika mereka memimpin perayaan. Menurut aturan, zucchetto boleh dikenakan selama memimpin perayaan misa atau perayaan liturgi penahbisan imam bahkan saat memimpin perayaan liturgi pemakaman. 

Zucchetto akan dilepas pada saat Doa Syukur Agung ( DSA ) didoakan. Mengapa harus dilepas karena pada momen ini dianggap sebagai momen yang paling sakral dalam perayaan maka zucchetto harus dilepas sebagai bentuk dan simbol penghoramatan yang setinggi-tingginya kepada Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang akan dikonsekrasi. Setelah Doa Syukur Agung selesai dan Tubuh Darah Kristus sudah disambut oleh umat semua maka zucchetto dapat dikenakan kembali. Momen lain dimana para klerus ( Paus dan Uskup ) harus melepas zucchetto yaitu pada saat adorasi di hadapan Sakramen Mahakudus. 

Mengapa pada saat ini mereka harus melepaskannya, karena menurut ajaran Gereja Katolik, Kristus diyakini hadir secara nyata dalam Ekaristi dan pada saat Hosti yang sudah dikonsekrasi ditempatkan di monstrans untuk adorasi, umat percaya bahwa Kristus sendiri hadir di hadapan mereka.  Maka atas alasan ini, para klerus pun harus melepas zucchetto sebagai bentuk penghormatan terhadap kehadiran Tuhan dalam sakramen.

Sesawi.net
Sesawi.net

Selain dalam konteks Misa, zucchetto dapat juga dikenakan oleh para klerus pada saat membawakan atau mengikuti doa-doa resmi Gereja seperti  pada saat doa Laudes (Ibadat Pagi) dan Vesper (Ibadat Sore). Selain moment ini, paus, kardinal dan uskup menggunakan zucchetto pada saat mereka melakukan upacara penahbisan atau pada saat memimpin upacara pemakaman. 

Selama misa penahbisan, kardinal atau uskup akan mengenakan zucchetto dan itu akan dilepas pada saat Doa Konsekrasi atau Doa Syukur Agung sebagai tanda penghormatan kepada Yesus yang akan menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Demikian juga pada saat misa pemakaman, klerus jura harus melepas zucchetto pada saat doa khusus bagi orang yang meninggal untuk menunjukkan rasa hormat dan kesedihan terhadap keluarga yang berduka. 

Demikianlah makna spiritual zucchetto atau apapun istilahnya yang digunakan para klerus pada saat memimpin perayaan liturgi atau ibadat harian. 

Semangat moderasi, setiap agama pasti memiliki perlengkapan busana keagamaan. Setiap pakaian keagamaan pasti memiliki latarbelakang dan nilai spiritual yang terkandung didalamnya. Untuk itu, sangat diharapkan semua orang mampu menghargai masing-masing identitas yang melekat pada masing-masing agama sambil mencoba memahami arti dan makna yang tersirat didalamnya.

Penulis Hamma Sitohang - Penyuluh Agama Katolik Kota Medan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun