Mohon tunggu...
Bima Saputra
Bima Saputra Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Guru Ilmu Pengetahuan Sosial SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Hatta dan Demokrasi Kita

23 Agustus 2023   00:35 Diperbarui: 23 Agustus 2023   06:11 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan kali ini saja Hatta menentang keras pemerintah. Sebelumnya di zaman Orde Lama, Bung Hatta mengambil sikap bersebrangan dengan rekan politik –nya yaitu Bung Karno. Buntut dari diberlakukannya Demokrasi Terpimpin, serta melihat Bung Karno akan melakukan praktek-praktek otoriter dalam pemerintahan. Tak tanggung-tanggung, Hatta pun mundur dari jabatan wakil presiden. Kritiknya berlanjut dengan diterbitkanya tulisan berjudul Demokrasi Kita di koran Pandji Masyarakat tahun 1960. 

“Sejarah dunia memberi petunjuk pula bahawa diktator yang berkuasa bergantung kepada kewibawaan tidak akan lama umurnya. Sebab itu sistem yang dilahirkan Soekarno tidak akan lebih panjang umurnya dari dirinya sendiri.” (Hatta : 1960)

“Ramalan” Bung Hatta ini terbukti benar. Bahkan sebelum Bung Karno wafat, bangunan sistem Demokrasi Terpimpin –nya bubar setelah konflik politik hebat sekitar 1965-1967.

Demokrasi Kerakyatan : Konsepsi Pemikiran Politik Bung Hatta

Demokrasi Kerakyatan, berarti kedaulatan seutuhnya yang dipunyai rakyat dalam mengatur jalannya negeri. Rakyat berdaulat, berkuasa untuk menentukan cara bagaimana ia harus diperintah. Tetapi putusan rakyat yang dapat menjadi peraturan pemerintah bagi segenap rakyat harus diputuskan secara mufakat dalam satu perundingan yang teratur, bukan keputusan yang diambil secara sepihak oleh segelintir orang yang dengan keras meneriakan kata mufakat. Disini tak ada permusyawaratan lebih dahulu, sebab bukan lah keputusan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat (Kedaulatan Rakyat). (Hatta : 1946)

Jelas sekali pemikiran Bung Hatta diatas dalam menolak segala bentuk absolutisme kepemimpinan. Ia beranggapan bahwa jalannya demokrasi kita tidak mungkin bisa tanpa didasari oleh keikutsertaan rakyat. Kalau rakyat turun aktif dalam proses berdemokrasi, tentu rakyat juga ikut bertanggungjawab dengan segala konsekuensi yang ada. 

Kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi ini tentu harus didasari oleh keinsafan politik. hanya dengan itulah rasa tanggung jawab akan muncul. Oleh karena itu, pemahaman politik haruslah dijadikan agenda bersama dalam membangun keinsyafan politik. (Wawan Tunggul Alam : 2003)

Doa

Kini beliau sudah tiada. Dan nasib demokrasi Indonesia pun tidak jelas arah –nya. TPU Tanah Kusir di daerah Jakarta Selatan, menjadi tempat peristirahatan –nya. Bagi kita yang ingin sekedar berkeluh-kesah melihat kondisi bangsa hari ini bisa berziarah ke makamnya. 

Meski nisan yang dipandang, namun tetap pikiran dan perjuangan beliau haruslah kita kenang dan dilaksanakan sesuai kondisi yang ada. Sudah sepantasnya pula, kita merenungkan apa yang diharapkan beliau. Terlebih pada saat ini. Jangan sampai sikap sentimen kita terhadap sesama semakin menjauhkan diri kita dari keinsafan politik.

“Tiba-tiba kita Rindu pada Bung Hatta, pada stelan jas putih dan pantalan putihnya, simbol perlawanan pada desain hedonisme dunia, tidak sudi berhutang, kesederhanaan yang berkilau gemilang” (Taufik Ismail : 2014)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun