Kegiatan merangkai bunga bukan hanya untuk sebuah keindahan melainkan dikaitkan dengan berbakti kepada orangtua. Nilai-nilai menjadi manusia yang bermartabat dieksplorasi melalui kegiatan merangkai bunga.
Saji teh adalah kelas yang mengajarkan kepada para siswa untuk menghargai nilai-nilai luhur nenek moyang. Pada kelas ini para siswa belajar mendalami nilai luhur budaya yang diwariskan oleh orangtua kita. Di dalam kelas ini dijabarkan sekaligus melatih peserta didik menempatan segala sesuatu pada tempatnya dan fungsinya. Dasar filosofisnya diterangkan untuk mendasari praktik perilaku sehar-hari baik disekolah, di rumah maupun ditengah masyarakat.
Isyarat tangan adalah kelas yang mengajarkan kepada para siswa bahasa universal untuk semua makhluk di dunia. Melalui bahasa isyarat tangan para siswa mempelajari bahwa setiap gerakan tubuh kita membahasakan/menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain. Isyarat tangan adalah bahasa yang melampaui simbol budaya dan agama. Semua manusia setara.
Kegiatan lain yang menjadi sarana melatih batin peserta didik agar menjadi manusia yang berbudi luhur yaitu selalu bersyukur dan mempraktikkan cinta kasih tanpa pamrih. Perayaan hari bakti menjadi momen peserta didik mengungkapkan bakti kepada orang tua. Pada kegiatan itu peserta didik mencuci kaki ibu dan atau ayah, memberikan hadiah yang dibuat sendiri dan mengungkapkan cinta dan syukur kepada orang tua (ibu atau ayah)
Proses berikut adalah para guru menjadi guru budi pekerti dan guru budaya humanis. Proses ini sebenarnya menjadi proses peningkatan kompetensi guru untuk menjadi guru model dalam budi pekerti dan karakter (budaya humanis). Berbagai pelatihan kami laksanakan untuk menjadikan guru sebagai model. Agar guru menjadi model guru humanis kami mengadakan bedah buku pedoman guru humanis, karangan Master Cheng Yen.
Untuk melaksanakan praktik baik kelas budi pekerti dan budaya humanis kita membutuhkan guru yang mempunyai pengetahuan mengenai Tzu Chi lebih mendalam atau pada satuan pendidikan Anda adalah spiritualitas/semangat pendiri sekolah dan guru yang punya semangat belajar tinggi. Guru-guru haruslah memiliki cara berpikir terbuka dan mau belajar hal-hal baru.
Tantangan
Semakin besar manfaat yang akan diperoleh semakin besar tantangan yang menghadang. Tantangan yang kami hadapi pada penerapan kelas budi pekerti adalah konten yang dijadikan materi ajar. Konten yang digunakan haruslah yang sesuai dengan kondisi para siswa dan atau kondisi masyarakat. Untuk menyiapkan konten ini, guru budi pekerti harus kreatif mendesain pembelajarannya.
Tantangan kedua adalah kondisi di luar kelas. Sebagian besar waktu para siswa adalah di luar kelas budi pekerti dan budaya humanis. Tantangan ini terkait dengan sikap perilaku dan tutur kata di luar kelas budaya humanis dan budi pekerti. Di sini semua guru mempunyai peran pokok untuk menjadi model dan sekaligus guru budi pekerti dan budaya humanis.
Tantangan ketiga adalah konsistensi melaksanakan aturan dan atau kesepakatan. Tidak jarang kita menjumpai guru tidak melakukan ketentuan yang telah disepakati. Guru belum bisa menjadi model sekaligus guru budi pekerti dan budaya humanis. Mereka masih memisahkan peran sesuai mata pelajaran. Yam saya guru mata pelajaran ini bukan guru budi pekerti atau bukan guru budaya humanis.
Tantangan keempat yaitu keterputusan antara pendidikan di sekolah dengan praktik di rumah. Apa yang diajarkan dan dilatihkan di sekolah seringkali tidak dilanjutkan di rumah. Peran orangtua sebagai pendidik utama dan pertama tidak berjalan sesuai harapan. Dalam bebarapa hal malahan orang tua peserta didik tidak punya perhatian dan keperihatinan yang sama dengan sekolah.