Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru Penggerak, Bukan Soal Teknis Mengajar tapi Soal Spiritualitas Guru

7 Maret 2020   23:28 Diperbarui: 7 Maret 2020   23:38 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Seminar Guru Penggerak

Guru Penggerak. Topik tersebut saat ini sangat populer dikalangan dunia pendidikan. Ketika saya mencoba menuliskan "guru pengerak' dimesin pencarian google hasilnya lebih dari 4 juta. Ini sangat fenomenal karena istilah tersebut pertama kali dimunculkan oleh Mas Menteri pendidikan pada saat Peringatan Hari Guru Nasional 25 November 2019 lalu. 

Sebagai seorang guru saya terus merefleksikan (mencari pemahaman sesungguhnya) ada persoalan apa dibalik lahirnya kemauan besar agar guru menjadi guru penggerak dan merdeka belajar. Ketika hari ini saya menghadiri seminar dengan pokok pembahasan menjadi guru penggerak yang diselenggarakan oleh Sekolah Bakti Mulya 400 (dan ini bukan seminar pertama yang saya ikuti dengan topik yang sama), saya meyakini hal beriku ini.

Menjadi Guru Penggerak adalah Persoalan Spiritualitas Bukan Kompetensi Teknis

Awalnya saya berpikir bahwa menjadi guru penggerak itu lebih pada kemampuan teknis guru bagaimana mengajar di kelas. Persoalan pedagogi. Ketika saya mengadakan supervisi akademik di kelas, saya sangat memperhatikan tahapan guru mengajar. 

Guru yang mengajar sesuai dengan perencanaan dan sesuai dengan instrumen supervisi akan memperoleh skor yang bagus. Tetapi apakah itu guru penggerak. 

Saya menemukan skore yang tinggi dari hasil supervisi belum memastikan efektifitas belajar. Sampai suatu saat saya diminta oleh salah seorang guru saya mengamati simulasi mengajar. Ini pengajajaran yang didisain tidak formal. Pengalaman ini memantik naluri saya, "Aha...ini dia salah satu ciri guru pengerak" Bahagia mengajar. 

Guru yang sedang simulasi mengajar tampak bahagia dan para siswa juga bahagia. Kalau guru mengajar dengan bahagia dan siswa juga bahagia belajar maka yang terjadi kelas akan sangat aktif dan hidup. Guru dan siswa terus bergerak. 

Saya perhatikan guru saya mengajar tanpa duduk, dia berdiri, mendekati siswa, menyentuh dan menyapa. Wajah yang ditampilkan sangat ceria. Ini luar biasa. Guru saya melakukanapa yang disebut intervensi emosi.

Dokpri Guru Bahagia Mengajar
Dokpri Guru Bahagia Mengajar
Bahagia menjadi guru adalah spiritualitas yang harus dibangun dalam diri guru. Ini bukan persoalan sederhana. Lihat saja banyak peristiwa ditampilkan oleh guru sikap keras terhadap siswa. Perkataan menyakitkan, wajah meyeramkan, bahasa yang tidak bisa dimengerti, guru masuk kelas langsung memberi tugas. Dan seterusnya.

Didalam hati seorang guru yang bahagia terkandung rasa iklhas. Iklhas melakukan apa saja untuk siswanya, inilah yang ditekankan oleh Ibu Sri Nurhidayah S.H.M.Si dan Bapak Zulfikar Alimuddin, BEeng, M.M. 

Guru bahagia dan ikhlas akan dengan suka cita belajar mengembangkan kompetensi pedagoginya sehingga bisa menyampaikan materi ajar dengan sangat menarik. Pelatihan dan berbagai seminar untuk para guru tidak akan mengubah kebiasaan lama dalam mengajar jika guru tidak bahagia menjadi guru.

Guru yang bahagia akan melakukan segala hal demi siswanya. Ia tidak akan melakukan tugas dan tanggung jawabnya hanya sebatas profesi tetapi panggilan. Ada satu kisah yang sangat menarik diceritakan oleh ibu Sri Nurhidayah dalam menggambarkan guru penggerak-walau guru tersebut tidak menyadari bahwa ia guru penggerak. Ceritanya demikian. 

Di sebuah sekolah swasta ada siswa yang sangat pintar. Ia sudah diterima di salah satu universitas negeri. Tetapi siswa ini tidak lulus ujian nasional. Melihat siswa ini, sang guru merasa heran sekaligus tidak bisa menerima kenyataan. Ia bersama kepala sekolah melapor kepada kepala dinas pendidikan dan seterusnya. 

Pelaporan ini disertai dengan portofolio siswa tersebut secara lengkap. Akhirnya universitas tersebut memastikan siswa ini tetap diterima, dan siswa mengikuti ujian paket. Diuniversitas siswa ini terus berprestasi. Ia menjadi perwakilan universitas dalam berbagai ajang lomba internasional. 

Dalam sebuah kesempatan siswa ini berucap "semua yang saya alami ini karena guru saya rajin mengarsipkan portofolio saya". Inilah poin seorang guru pengerak. Ia melakukan dengan ikhlas dan benar apa saja untuk siswanya. Pertanyaan yang patut direfleksikan oleh setiap guru: "Apakah saya sudah melakukan pelayanan seperti guru itu, mengenal siswa dan menyimpan semua karya hasil siswa?"

Guru Penggerak Suka Belajar.

Ini indikator seorang guru penggerak. Banyak pelatihan dibuat. Tetapi kembali lagi pada pola lama. Ini disebabkan karena guru berpikir "ah saya melakukan banyak hal juga gak berdampak (ekonomi)" ini mental kolonial (terjajah tidak merdeka). 

Saat ini tidak lagi ada alasan guru tidak punya uang untuk membeli buku. Banyak informasi bisa kita peroleh secara gratis melalui ebook. Tinggal mau ga belajar?

 Saya memastikan guru yang tidak suka belajar akan tidak bahagia menjadi guru karena "alatnya" minim. Ia akan menjadi guru yang membebani sekolah. Dan menjadi monster bagi para siswa. Karena itu saya mengajak kepada semua guru, mari kita terus melihat diri sendiri, mana yang harus kita rubah dan perbaiki. 

Hidup hanya satu kali, sangat disayangkan jika kita tidak bahagia dengan profesi kita sebagai guru. Guru itu mulia maka mari kita muliakan dengan terus memperbaiki diri, rendah hati dan memperbaiki diri tiada henti. Pasti akan bahagia. Guru bahagia, guru penggerak" (Purwanto, M.Pd Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun