Guru Penggerak. Topik tersebut saat ini sangat populer dikalangan dunia pendidikan. Ketika saya mencoba menuliskan "guru pengerak' dimesin pencarian google hasilnya lebih dari 4 juta. Ini sangat fenomenal karena istilah tersebut pertama kali dimunculkan oleh Mas Menteri pendidikan pada saat Peringatan Hari Guru Nasional 25 November 2019 lalu.Â
Sebagai seorang guru saya terus merefleksikan (mencari pemahaman sesungguhnya) ada persoalan apa dibalik lahirnya kemauan besar agar guru menjadi guru penggerak dan merdeka belajar. Ketika hari ini saya menghadiri seminar dengan pokok pembahasan menjadi guru penggerak yang diselenggarakan oleh Sekolah Bakti Mulya 400 (dan ini bukan seminar pertama yang saya ikuti dengan topik yang sama), saya meyakini hal beriku ini.
Menjadi Guru Penggerak adalah Persoalan Spiritualitas Bukan Kompetensi Teknis
Awalnya saya berpikir bahwa menjadi guru penggerak itu lebih pada kemampuan teknis guru bagaimana mengajar di kelas. Persoalan pedagogi. Ketika saya mengadakan supervisi akademik di kelas, saya sangat memperhatikan tahapan guru mengajar.Â
Guru yang mengajar sesuai dengan perencanaan dan sesuai dengan instrumen supervisi akan memperoleh skor yang bagus. Tetapi apakah itu guru penggerak.Â
Saya menemukan skore yang tinggi dari hasil supervisi belum memastikan efektifitas belajar. Sampai suatu saat saya diminta oleh salah seorang guru saya mengamati simulasi mengajar. Ini pengajajaran yang didisain tidak formal. Pengalaman ini memantik naluri saya, "Aha...ini dia salah satu ciri guru pengerak" Bahagia mengajar.Â
Guru yang sedang simulasi mengajar tampak bahagia dan para siswa juga bahagia. Kalau guru mengajar dengan bahagia dan siswa juga bahagia belajar maka yang terjadi kelas akan sangat aktif dan hidup. Guru dan siswa terus bergerak.Â
Saya perhatikan guru saya mengajar tanpa duduk, dia berdiri, mendekati siswa, menyentuh dan menyapa. Wajah yang ditampilkan sangat ceria. Ini luar biasa. Guru saya melakukanapa yang disebut intervensi emosi.
Didalam hati seorang guru yang bahagia terkandung rasa iklhas. Iklhas melakukan apa saja untuk siswanya, inilah yang ditekankan oleh Ibu Sri Nurhidayah S.H.M.Si dan Bapak Zulfikar Alimuddin, BEeng, M.M.Â
Guru bahagia dan ikhlas akan dengan suka cita belajar mengembangkan kompetensi pedagoginya sehingga bisa menyampaikan materi ajar dengan sangat menarik. Pelatihan dan berbagai seminar untuk para guru tidak akan mengubah kebiasaan lama dalam mengajar jika guru tidak bahagia menjadi guru.