Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketepatan Memaknai "Sesuatu", Bagian dari Pendidikan Holistik

2 Oktober 2019   20:38 Diperbarui: 2 Oktober 2019   20:39 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda mendengarkan seorang pembicara mengartikan suatu tindakan begitu kontras dengan yang Anda pahami? Anda menjadi begitu geregetan karena akibat perkataan tersebut audien menangkap keliru suatu tindakan.

Misalnya tindakan penggalangan dana diartikan sebagai bentuk meminta-minta ("mengemis secara santun" kata seorang teman). Atau contoh lain ketika seorang terus menerus bertanya kemudian diartikan sebagai tindakan "menyerang"? 

Menyelidiki kedua contoh ini, kita bisa menafsirkan dari berbagai sudut pandang yang menghasilkan berbagai arti yang berbeda-beda. Akibat yang ditimbulkan, penafsiran tersebut membentuk persepsi dalam diri orang lain (pendengar).

Peristiwa seperti itu menurut pemikir eksistensialis disebut proses manusia memaknai dunianya. Manusia lah yang secara subjektif memberi makna terhadap apa yang diluar dirinya. Subjektivitas ini memunculkan perbedaan makna kendati objeknya sama.

Misalnya, ketika anda memasuki kamar bayi. Anda akan melihat berbagai mainan. Ada boneka dan bermacam pernak-pernik anak kecil. Bagi orang dewasa semua itu barangkali sekadar mainan atau malah tidak ada artinya. Tetapi bagi anak kecil semua itu sangat berarti.

Pentingnya Framing
Bagi seorang yang berkecimpung di dunia pendidikan, pengartian atau pemaknaan, adalah hal yang teramat sangat penting. Untuk menghidarkan salah tafsir yang bisa berakibat penyimpangan perilaku pada orang lain, ada satu istilah penting yang harus diketuhui. Itu adalah framing.

Framing ini sangat familiar dilingkungan trainer. Framing adalah membingkai sebuah peristiwa (bisa contoh, analogi, games) yang akan kita ceritakan agar orang tidak salah tafsir.

Sebelum kita menceritakan peristiwa tersebut, terlebih dahulu kita memberi makna (arti) sebagai bingkainya. Misalnya, ketika saya mengumumkan penggalangan dana kepada semua siswa, dana tersebut untuk pembangunan Rumah Sakit Tzu Chi, saya membingkai dengan kalimat bermakna sebagai berikut:

Master Chen Yen selalu mengajarkan bahwa tindakan cinta kasih tanpa pamrih semakin baik jika dilakukan oleh semakin banyak orang. Semakin banyak orang melakukan tindakan cinta kasih, walau itu kecil, akan semakin baik bagi terciptanya hidup cinta dan damai.

Dicontohkan ada seorang donatur akan menyumbang dana sangat besar untuk membangun sebuah rumah sakit. Dengan dana dari donatur tersebut bisa dibangun satu rumah sakit. Tetapi Master Cheng Yen menolak. Master memilih cara mengumpulkan dana dari banyak orang walau itu sedikit-sedikit dan membutuhkan waktu lama. 

Dengan kisah ini saya mem-framing ajakan untuk menyumbang bagi pembangunan rumah sakit. Saya mem-framing pentinya tindakan cinta kasih kendati itu kecil. Pentingnya terlibat dalam karya cinta kasih tanpa pamrih.

Melalui framing seperti ini, pendengar akan terhindar dari salah tafsir. Pendengar akan lebih mampu memaknai tindakannya dengan lebih baik dan lebih luhur.

Pada sejatinya semua manusia mempunyai kemampuan memaknai apapun secara positif dan luhur. Kemampuan memaknai dunianya secara benar dan baik adalah kemampuan dan ketrampilan komunikasi.

Para siswa disekolah harus didampingi secara serius dan diajari bagaimana memaknai setiap tindakan, peristiwa dan apa pun disekitarnya. Jika tidak maka generasi muda kita akan mudah terjerumus pada penafsiran yang keliru yang berakibat pada penyimpangan perilaku.

Untuk mampu memaknai dunianya atau untuk bisa melakukan framing, seseorang harus banyak membaca, banyak mendengarkan dan banyak menulis (membuat refleksi), bukan banyak bicara.

Orang yang mempunyai ketrampilan dan kemampuan mem-framing biasanya adalah orang yang baik dalam berbicara di depan publik. Benar pepatah mengatakan pendengar yang baik adalah pembicara yang baik.

Mari kita damping para pelajar kita, dan kita latih mereka menjadi pendengar yang baik, pembicara yang mampu mem-framing (memaknai) peristiwa dengan baik dan benar.

Bagi saya perayaan Bulan Bahasa adalah saat yang tepat memberi pendampingan kepada siswa bagaimana memframing melalui kegiatan-kegiatan lomba berbahasa. Mendampingi anak mampu mem-framing adalah bagian pendidikan holistik. Karena hal ini merupakan bagian integral dari pelatihan diri membangun integritas diri. 

(Purwanto -Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi Jakarta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun