Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Membangun Sekolah Cerdas dan Humanis?

27 September 2019   21:10 Diperbarui: 27 September 2019   21:18 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gbr: Peserta diskusi Sekolah Cerdas (dokpri)

Gagasan membangun sekolah yang cerdas dan humanis terus terlintas setelah menghadiri workshop yang bertajuk "Sekolah Cerdas Berbasis System Thinking". Workshop yang dibawakan oleh Dr. Andreo Wahyudi Atmoko, M.Si, mau meyakinkan bahwa system thinking menjadi cara berpikir bagi sekolah cerdas.

Sekolah yang tidak lagi berkutat pada persoalan kemudian mencari solusi tapi sekolah yang terus mencari alternative solusi sebelum persoalan persoalan muncul. Sebuah model institusi pembelajar yang terus membaharui diri melalui lima prinsip dasar.

Kelima prinsip dasar itu adalah, prinsip berpikir sistemik, membangun diri,  membuka dialog dengan yang berbeda, merefleksikan midset secara kritis, dan menguatkan kerja bersama kelompok.

Memahami kelima prinsip ini tidak lah mudah. Tentu tidak mungkin mencerna dan menyerap kelima prinsip tersebut secara lengkap hanya dalam waktu satu hari.

Bagi saya hal ini sebuah  kesempatan untuk mengambil jeda dari rangkaian rutinitas pengelolaan sekolah. Jeda ini saya gunakan untuk bereksplorasi mencari jawaban atas pertanyaan dalam diriku yang tersulut akibat workshop tersebut.

Pertanyaan besar itu adalah "Bagaimana membangun sekolah cerdas dan humanis?" Sebuah lembaga pendidikan yang dibangun berdasarkan cara pandang yang lebih holistic, tidak mereduksi setiap entitas sistemik kedalam aksi pragmatis belaka.

Memandang setiap aktivitas di sekolah sebagai bagian membangun manusia yang utuh; utuh sebagai pribadi dengan segala konpleksitas dinamisnya; dan utuh sebagai bagian dari keutuhan yang lebih besar yaitu makrokosmos (alam semesta).

Sampai disini saya teringat dengan gerakan dalam dunia pendidikan untuk kembali kepada nilai-nilai kehidupan. Semua institusi pendidikan baik yang public maupun private telah lama menyerukan sebuah model pendidikan berbasis nilai-nilai kehidupan.

Kurikulum Nasional ( semua masa; orla, orba, reformasi) nilai-nilai terintegarasi didalamnya, bahkan kurikulum 13 saat ini eksplisit dan tegas dirumuskan ke dalam kompetensi inti.

Sekolah private baik yang berciri umum maupun keagamaan lebih tegas menjadikan nilai-nilai kehidupan sebagai bagian teramat penting dalam praksis pendidikan. Tapi sepertinya semua itu kuat pada gaung yang kembali lagi kepada kondisi semula.

Mengapa begitu susah mencapai misi pendidikan "membangun manusia yang utuh"? pertanyaan inilah yang akan dijawab oleh pendekatan SBL (Systems Based Learning). Bagaimana SBL bisa menjadi kerangka berpikir untuk  membangun manusia yang utuh tentu membutuhkan intervensi yang terstruktur, sistematis dan operasional.

Sebagai seorang guru yang berkecimpung dalam dunia pendidikan formal (swasta) lebih dari 15 tahun, saya perihatin banyak sekolah swasta mengalami penurunun jumlah siswa. Bahkan beberapa sekolah telah terseleksi oleh alam dan tereliminasi. Selalu yang "dituding"  sekolah negeri semakin kuat dalam pembiayaan, fasilitas dan pelayanan.

Selama cara berpikirnya berkompetisi maka akan ada yang lebih dan ada yang kurang. Lebih kuat dan lebih lemah. Inilah cara berpikir dikotomis, dan tanpa disadari cara berpikir ini akibat dari cara bepikir linier dengan pendekatan konflik.

SBL menawarkan cara bebipkir holistic, sistemik yang berbeda dengan linear. Dengan cara berpikir SBL pengelolaan sekolah tidak lagi berkompetisi tetapi membangun (organisasi) manusia yang disemangati oleh dialog kesetaraan yang terus direfleksikan secara kritis sehingga logis, dan diupayakan melalui kerja bersama kelompok lain. 

Kelima prinsip dasar ini jika dilakukan secara sungguh-sungguh dalam sebuah perencanaan yang yang terstruktur, sistematis dan operasional-perubahan yang didisain-cita-cita membangun sekolah yang cerdas dan humanis dengan output manusia yang utuh niscaya akan sangat memungkinkan dan lebih terukur untuk pencapaiannya. 

Sungguhkah bangsa ini mencita-citakan generasi yang cerdas dan humanis sangat ditentukan keseriusan kita berani berubah dari cara berpikir linear menjadi cara berpikir sistemik atau SBL Semoga! (Purwant0-Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi Jakarta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun